OPINI
Dari Konsumsi ke Kreasi, Eksplorasi Potensi Generasi Digital dalam Inovasi
Oleh: Maryanti, SP
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pertemuan antara Diskominfo Kaltim dan DKISP Paser mengenai anti hoaks membuka diskusi yang lebih dalam: bagaimana negara melindungi dan memberdayakan generasi muda di tengah arus digitalisasi yang masif. Analisis kritis sebelumnya mengidentifikasi dualitas peran pelajar—sebagai korban kerentanan hoaks dan potensi kekuatan kritis yang mengancam status quo sekuler-kapitalistik.
Namun, demi mencapai solusi sistemis dan ideologis yang tuntas, kita perlu memasukkan perspektif Islam sebagai kerangka berpikir (paradigma) yang mendasar, menanggapi bahwa generasi saat ini bukan hanya pasar bagi teknologi, tetapi juga peluang emas bagi kebangkitan ideologis.
I. Ancaman Hegemoni Sekuler-Kapitalistik
Realitasnya, ruang digital yang hari ini menghegemoni generasi muda dibangun di atas fondasi sekuler-kapitalistik. Generasi Z dan Alpha dididik oleh algoritma yang diprogram untuk:
a. Profit (Kapitalistik): Memaksimalkan waktu layar (screen time) melalui konten yang adiktif, mempromosikan konsumerisme, dan menjadikan mereka komoditas data.
b. Pemisahan Agama (Sekuler): Menormalkan nilai-nilai yang bertentangan dengan syariat Islam, mulai dari liberalisme gaya hidup, individualisme ekstrem, hingga konten yang mengarah pada pornografi dan bullying siber—semua dilegitimasi atas nama kebebasan berekspresi.
Oleh karena itu, sosialisasi anti hoaks yang hanya fokus pada 'fakta dan data' tanpa menyentuh akar paradigma berpikir generasi hanya akan menjadi solusi tambal sulam (kuratif), gagal melindungi mereka dari bahaya yang lebih besar: pergeseran pandangan hidup (ideologi).
II. Generasi Sebagai Pelopor Kebangkitan Islam
Dalam pandangan Islam, generasi muda harus diselamatkan dari hegemoni ini. Bukan sekadar menjadi generasi yang 'aman' dari hoaks, tetapi harus diarahkan untuk menjadi pelopor kebangkitan Islam (rijaal al-fikr).
Al-Qur'an tidak menyebutkan secara eksplisit "ayat tentang remaja sebagai pembawa perubahan", namun banyak ayat dan kisah teladan yang menginspirasi peran remaja Muslim sebagai agen perubahan, seperti Surat Ar-Ra'd ayat 11 tentang perubahan diri (QS. 13:11), kisah Ashabul Kahfi (pemuda beriman yang hijrah dan berdoa) di Surat Al-Kahfi (18:10, 13) sebagai contoh pemuda pelopor kebenaran (QS. 18:13), dan Surat Al-Hujurat ayat 13 tentang ketakwaan sebagai identitas (QS. 49:13). Ayat-ayat ini mendorong pemuda untuk memiliki iman kuat, akhlak mulia, ilmu, dan keberanian menegakkan keadilan sebagai pilar perubahan positif dalam Islam.
Penyelamatan generasi di era digital harus didasarkan pada dua pilar utama:
A. Kepemimpinan Berpikir (Qiyadah Fikriyah)
Program Diskominfo yang gencar mengedukasi pelajar harus diisi dengan materi yang melatih Kepemimpinan Berfikir Islam. Artinya, generasi tidak hanya diajari membedakan hoax dan fakta, tetapi juga membedakan kebenaran (al-haq) dan kebatilan berdasarkan standar Islam.
Mengubah Paradigma Sekuler: Upaya harus difokuskan pada mengubah paradigma berpikir sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadi Paradigma Berpikir Islam yang menjadikan akidah sebagai dasar setiap tindakan dan pandangan hidup.
Fokus Kebermanfaatan Islam adalah setiap konten atau informasi digital yang diterima harus diukur berdasarkan kebermanfaatannya bagi Islam dan umat. Hal ini didapat melalui pembinaan intensif yang terstruktur dan ideologis.
B. Sinergi Tiga Pilar Penyelamat
Solusi yang sahih memerlukan gerakan terpadu yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, melampaui koordinasi dua dinas komunikasi.
Peran Ibu dan Keluarga: Keluarga (khususnya ibu/orang tua) adalah benteng pertama. Perlu ada sinergi antara ibu dan generasi melalui forum-forum edukasi yang membekali orang tua dengan pemahaman fiksi dan fikri (pemahaman syariah dan ideologis) untuk mengarahkan anak dalam pemanfaatan digital.
Masyarakat dan Negara: Masyarakat (melalui masjid, pesantren, ormas) dan negara (melalui kebijakan dan institusi pendidikan) harus bersinergi untuk menyediakan wadah pembinaan ideologis yang sahih. Peran Partai Politik (Parpol) juga penting sebagai wadah untuk menyalurkan pergerakan generasi muda Z dalam memberikan solusi sistemis berbasis Islam, bukan sekadar memfasilitasi politik praktis.
III. Solusi Sistemis dan Ideologis untuk Kaltim
Kolaborasi Kaltim–Paser harus ditingkatkan levelnya, dari sekadar koordinasi teknis ke kolaborasi ideologis yang bertujuan jangka Panjang dengan pertimbangan:
- Aksi Kolaboratif Berbasis Islam
- Tujuan Ideologis
- Integrasi Materi Fikri (Ideologis) dalam
Program Anti Hoaks
- Mengajarkan generasi muda tidak hanya tentang fake news tetapi juga bahaya fake ideologi (sekularisme, liberalisme).
- Penyediaan Role Model Digital Islami
- Diskominfo/DKISP mempromosikan konten kreator dan pemuda yang sukses berdakwah/memberikan solusi sistemik melalui media sosial.
- Fasilitasi Forum Qiyadah Fikriyah
- Bersinergi dengan organisasi keumatan untuk mengadakan workshop kepemimpinan berpikir bagi pelajar/mahasiswa, di mana Parpol dapat berperan memfasilitasi wadah pergerakan mereka.
- Membangun Ekosistem Digital Yang Bersih (Sistemis)
- Mendorong kebijakan daerah yang mendukung pemanfaatan teknologi yang menjamin keberkahan dan keamanan syariah bagi generasi, menolak konten dan aplikasi yang secara eksplisit melanggar syariat.
Dengan mengadopsi paradigma Islam, Kaltim tidak hanya akan melahirkan generasi yang kebal hoaks, tetapi juga generasi pelopor perubahan yang siap memberikan solusi sistemis dan ideologis untuk kebangkitan umat, mengubah peran mereka dari sekadar target pasar menjadi agen kebaikan di ruang digital.
#DuaGenerasiSatuAmanah
#GenerasiPenerusRisalahIslam
#GenerasiPeloporPerubahan
Via
OPINI
Posting Komentar