OPINI
Bencana Terus Menghantam dan Lambatnya Penanganan
Oleh: Nur Saleha, S.Pd
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Musim penghujan dan cuaca ekstrem akhir-akhir ini kembali menorehkan duka: banjir rob, longsor, hingga tanah bergerak melanda berbagai wilayah. Banyak warga menjadi korban, evakuasi berjalan lamban, dan bantuan darurat terasa insidental. Kondisi ini memanggil kita untuk berhenti menunggu — dan mulai bertindak. Dengan perspektif Islam, kita diajak untuk mengubah cara pandang, memperbaiki tata kelola lingkungan, memperkuat mitigasi, serta bekerja bersama membantu korban secara layak.
Mitigasi masih Rapuh
Beberapa peristiwa terbaru menggambarkan kerentanan kita. Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, hujan deras pada November 2025 menyebabkan tanah bergerak lalu longsor — menimpa belasan rumah dan menewaskan beberapa warga. Sementara di Banjarnegara terjadi longsor besar, dan hingga kini tim penyelamat masih mencari warga yang diduga tertimbun tanah (news.detik.com, 19-11-2025).
Tak hanya di dataran tinggi, wilayah pesisir pun terdampak. Di Kepulauan Seribu, sejumlah RT terendam banjir rob setinggi 10–20 cm, memaksa warga mengungsi dan bergantung pada bantuan darurat (antaranews.com, 23-11-2025).
BNPB mencatat banyak kejadian bencana dalam sepekan terakhir — mulai dari tanah longsor, gerakan tanah, hingga banjir — akibat hujan tinggi dan kondisi geologi yang labil. Dampaknya pun besar: ratusan keluarga kehilangan rumah, ribuan jiwa terdampak, serta fasilitas umum rusak (bnpb.go.id, 22-11-2025).
Namun, proses evakuasi dan bantuan darurat berjalan lamban. Cuaca buruk, medan sulit, dan keterbatasan personel membuat banyak korban belum tertolong tepat waktu (news.detik.com, 19-11-2025).
Solusi Islam
Ada beberapa penyebab mengapa bencana terus berulang dan dampaknya makin besar.
Pertama, tata kelola ruang hidup dan lingkungan masih buruk. Alih fungsi lahan, eksploitasi alam, minimnya reboisasi, dan lemahnya pengelolaan lingkungan membuat wilayah makin rentan terhadap banjir, longsor, dan rob.
Kedua, mitigasi bencana di tingkat individu, masyarakat, dan negara masih lemah. Banyak warga belum memahami risiko di lingkungan mereka; sementara pemerintah belum menerapkan peta risiko, infrastruktur defensif, dan sistem peringatan dini secara merata.
Ketiga, tanggap darurat masih bersifat reaktif dan insidental. Evakuasi lamban, distribusi bantuan tidak optimal, dan relokasi korban kurang terencana.
Dalam pandangan Islam, bencana bukan sekadar fenomena alam, tetapi juga panggilan untuk introspeksi dan tanggung jawab. Dimensi ruhiyah mengingatkan agar manusia tidak merusak bumi, sedangkan dimensi siyasiyah menegaskan kewajiban negara dalam menjaga keselamatan rakyat, menyiapkan mitigasi, dan mengelola lingkungan dengan adil.
Dari prinsip Islam dan realitas di lapangan, beberapa langkah nyata dapat ditempuh:
1. Edukasi ruhiyah dan lingkungan— melalui masjid, sekolah, dan media: umat diajak memahami bahwa menjaga alam adalah bagian dari iman.
2. Pemetaan risiko & tata ruang berbasis data dan nilai pemerintah, masyarakat, dan ulama menyusun peta wilayah rawan, memberi peringatan dini, dan menyiapkan mitigasi.
3. Infrastruktur mitigasi yang nyata dan merata drainase, penguat lereng, reboisasi, tanggul, jalur evakuasi, serta sistem peringatan dini.
4. Program relokasi dan hunian layak warga zona merah perlu hunian aman yang manusiawi serta pendampingan sosial psikologis.
5. Prosedur tanggap darurat cepat dan efisien evakuasi, bantuan logistik, layanan kesehatan, dan informasi publik harus siap dan terkoordinasi.
6. Partisipasi masyarakat dan solidaritas umat dapat bersinergi: infak, sedekah, gotong royong menanam pohon, membersihkan sungai, dan membangun pos tanggap bencana.
Khatimah
Negeri ini terlalu sering ditimpa bencana, dari banjir rob di pesisir, hingga longsor di pegunungan. Tetapi kita tidak boleh berhenti pada rasa prihatin. Islam mengajarkan bahwa menjaga alam dan keselamatan manusia adalah amanah mulia.
Dengan menggabungkan kesadaran ruhiyah, kebijakan siyasiyah, dan tindakan nyata, kita dapat mengubah siklus duka menjadi gerakan kolektif: mitigasi, perlindungan lingkungan, dan solidaritas sesama. Semoga Allah melindungi negeri ini dari bencana dan menjadikannya tempat yang aman, sejahtera, dan beradab bagi semua. Aamiin.
Via
OPINI
Posting Komentar