OPINI
Bahaya Nyata Lemahnya Generasi Akibat Konten Merusak di Ruang Digital
Oleh: Maryanti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Perkembangan teknologi digital seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan kemudahan tak terbatas, akses informasi, komunikasi global, dan inovasi. Namun, di sisi lain, ia telah menjadi sumber bencana yang secara diam-diam mengancam fondasi generasi muda kita, terutama dalam konteks ruang digital yang tidak terkendali. Kita menyaksikan bagaimana arus informasi yang liar dan merusak ini menciptakan krisis karakter yang serius.
Ruang digital kini dipenuhi dengan jutaan konten yang secara perlahan tapi pasti merusak cara berpikir, cara bersikap, dan bahkan mempengaruhi cara beragama generasi muda.
Dampak dari paparan konten merusak ini sangat nyata dan multidimensi, antara lain:
Invasi konten negatif
Generasi muda terpapar pada konten berbahaya seperti pornografi, judi online (judol), pinjaman online (pinjol) ilegal, cyberbullying, dan bahkan jaringan penjualan manusia (human trafficking). Ini adalah penyakit sosial yang difasilitasi oleh teknologi.
Pergeseran nilai dan sikap
Konten-konten ini menormalisasi perilaku menyimpang dan menggeser nilai-nilai luhur, menjadikan mereka rapuh dan mudah terombang-ambing.
Kelahiran generasi 'split personality' (kepribadian terbelah)
Khususnya bagi generasi Muslim, paparan ini melahirkan individu yang mengalami "split personality" tampak religius di satu sisi, namun rapuh dalam menghadapi godaan sekuler di sisi lain. Mereka menjadi generasi yang secara spiritual dan moral sekuler (memisahkan agama dari kehidupan publik dan pribadi), meskipun label keagamaan masih melekat.
Mengapa bahaya ini bisa meluas dan merusak sedemikian parah? Mari kita bahas poin demi poin.
1. Teknologi sebagai Sumber Bencana
Kemajuan teknologi, yang seharusnya membawa peradaban, justru menjadi kanal utama bagi penyakit moral. Kecepatan penyebaran informasi negatif jauh melampaui upaya edukasi dan filterisasi. Godaan materi, hedonisme, dan relativisme nilai merasuk melalui layar smartphone tanpa hambatan.
2. Kegagalan Negara Sekuler sebagai Penjaga
Inti masalahnya terletak pada ketidakhadiran efektif negara dalam menciptakan ekosistem ruang digital yang aman. Dalam sistem sekuler, negara cenderung memprioritaskan kebebasan berekspresi (yang sering disalahgunakan) dan kepentingan pasar, ketimbang perlindungan moral generasi. Akibatnya:
Regulasi Longgar: Pengawasan terhadap platform dan konten-konten merusak berjalan lambat dan tidak tegas.
Visi yang Gagal: Negara gagal memiliki visi fundamental untuk melindungi akidah dan moralitas warganya di ruang digital. Mereka lebih fokus pada aspek ekonomi dan politik, mengabaikan aspek ruhiyah (spiritual) dan akhlak.
Perlindungan Kosong: Janji perlindungan bagi generasi muda di ruang digital hanya menjadi wacana, sementara praktik kerusakan terus berkembang biak.
Untuk mengatasi ancaman eksistensial ini, dibutuhkan perubahan mendasar dalam visi dan mekanisme pengelolaan negara. Solusi yang ditawarkan menempatkan negara sebagai penjaga utama (Râ'in) dan perisai (Jûnnah) bagi rakyatnya, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.
1. Visi Penyelamatan Generasi sebagai Prioritas Utama
Di bawah sistem Khilafah, seluruh kebijakan negara akan berorientasi pada penyelamatan aqidah, moralitas, dan generasi umat. Hal ini berarti:
Kebijakan Komprehensif: Setiap kebijakan, termasuk yang terkait infrastruktur digital, harus memastikan perlindungan total bagi rakyat.
Tidak Ada Kompromi: Kepentingan moral generasi akan ditempatkan di atas kepentingan ekonomi atau politik manapun.
2. Pengelolaan Ruang Digital yang Ketat dan Produktif
Khilafah akan menggunakan kecanggihan teknologi bukan untuk memfasilitasi kerusakan, melainkan untuk melindungi dan mendidik:
Penyaringan Ketat (Filtering): Menggunakan teknologi tercanggih untuk menyaring dan memblokir konten-konten merusak seperti pornografi, propaganda sekuler, dan konten yang bertentangan dengan syariat Islam.
Sarana Pendidikan dan Dakwah: Ruang digital akan dioptimalkan sebagai sarana utama pendidikan, penguatan dakwah, dan penyebaran ilmu yang bermanfaat (Islam Kaffah), memastikan bahwa digital footprint generasi adalah positif dan konstruktif.
3. Penegakan Syariat Islam Kaffah
Pada akhirnya, kunci untuk mengeliminasi berkembangnya praktik-praktik rusak di ruang digital adalah penegakan Syariat Islam secara menyeluruh (Kaffah) oleh negara.
Hukum Islam akan diterapkan untuk memberantas akar-akar kerusakan, seperti judol, riba (pinjol), dan prostitusi (online maupun offline).
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan digital, serta pencegahan sistemik, akan menciptakan efek jera dan lingkungan digital yang steril dari kebobrokan moral.
Bahaya lemahnya generasi akibat konten digital yang merusak bukanlah fiksi, melainkan realitas yang harus kita hadapi. Sistem yang ada saat ini terbukti gagal melindungi generasi dari bencana digital.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk berjuang demi tegaknya Syariat Islam Kaffah yang diimplementasikan oleh sebuah sistem negara yang memiliki visi fundamental sebagai Râ'in dan Jûnnah. Hanya dengan sistem yang berlandaskan wahyu dan ketegasan syariat, kita dapat memastikan bahwa teknologi menjadi berkah, bukan kutukan, bagi masa depan generasi umat.
Wallahu A'lam bishawab.
Via
OPINI
Posting Komentar