Telusuri
  • Pedoman Media
  • Disclaimer
  • Info Iklan
  • Form Pengaduan
Tanah Ribath Media
Pasang Iklan Murah
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Lensa Daerah
    • Internasional
  • Afkar
    • Opini Tokoh
    • Opini Anda
    • Editorial
  • Remaja
    • Video
  • Sejarah
  • Analisa
    • Tsaqofah
    • Hukum
  • Featured
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Pendidikan Anak
    • Pendidikan Remaja
    • FiksiBaru
Tanah Ribath Media
Telusuri
Beranda Opini Uang 10 Ribu di Istri yang Tepat: Masalah Rumah Tangga atau Sistem yang Bobrok?
Opini

Uang 10 Ribu di Istri yang Tepat: Masalah Rumah Tangga atau Sistem yang Bobrok?

Tanah Ribath Media
Tanah Ribath Media
18 Okt, 2025 0 0
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi
(Sahabat Tanah Ribath Media)

TanahRibathMedia.Com—Beberapa waktu terakhir, jagat maya diramaikan oleh konten viral bertema “Rp10.000 di tangan istri yang tepat”. Dalam video-video tersebut, seorang istri mendapat uang belanja harian sebesar Rp10.000 dari suami, lalu memperlihatkan bagaimana uang itu “diatur” sedemikian rupa hingga bisa menjadi makanan untuk sekeluarga (Tribunnews.com, 10-10-2025).

Konten seperti ini banyak menuai komentar. Sebagian netizen memuji kreativitas sang istri dalam mengatur keuangan rumah tangga, namun tidak sedikit pula yang geram karena menilai ada pesan tersembunyi dari konten itu seolah-olah sebuah provokasi bahwa istri yang “tepat” adalah yang bisa bertahan hidup dengan uang sekecil itu.

Banyak netizen menyalahkan suami, dengan melabeli pelit atau tidak bertanggung jawab karena hanya memberikan uang belanja yang jauh dari kata cukup. Akibatnya, perdebatan ini menjadi panjang soal antara siapa yang salah di dalam rumah tangga? Istri yang tidak bisa mengatur atau suami yang terlalu kecil memberi nafkah? Padahal, jika dilihat lebih dalam, masalahnya bukan hanya urusan dapur ngebul, melainkan di akar sistem yang mengatur negara ini yang membuat semuanya terasa runyam.

Kita semua tahu, harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, minyak, sayur, dan segala kebutuhan dapur semuanya makin naik. Namun sayangnya, hal ini tidak sepadan dengan penghasilan masyarakat yang tidak ikut naik secepat itu.

Sebagai contoh, 5 tahun lalu uang Rp10.000 bisa membeli satu ikat sayur, telur, dan sedikit bumbu. Namun kini akibat inflasi, uang sebesar itu mungkin hanya cukup untuk satu lauk kecil. Maka, dalam situasi seperti ini, tidak adil jika "pintar atau tidaknya" seorang istri itu diukur dari bagaimana ia bisa mengatur uang kecil.

Padahal, setiap rumah tangga punya kondisi berbeda. Harga di kota besar juga tidak sama dengan di kampung atau pedesaan. Beban kebutuhan keluarga pun tidak seragam. Membandingkan satu rumah tangga dengan rumah tangga lain hanya dari nominal uang belanja jelas tidak bijak.

Saatnya Melihat Akar Masalah

Perdebatan tentang istri dan suami dalam konteks uang 10 ribu ini sebenarnya mengaburkan masalah yang lebih dalam, yakni ketimpangan ekonomi. Dalam sistem sekarang, harga barang sangat bergantung pada pasar. Ketika terjadi krisis atau fluktuasi, harga bisa melonjak tinggi, sedangkan upah buruh tetap stagnan. Ditambah dengan negara yang sering kali menbuat kebijakan yang tidak melindungi rakyat kecil. Akibatnya, banyak keluarga berjuang sendiri untuk bertahan hidup, lalu disalahkan jika tidak “pandai mengatur” keuangan.

Persoalan uang belanja Rp10.000 sebenarnya hanyalah “puncak gunung es” dari banyaknya masalah besar yang menimpa masyarakat. Banyak orang menganggap ini masalah rumah tangga antara suami dan istri, atau sekadar soal siapa yang pandai mengatur uang. Padahal, akar persoalannya jauh lebih dalam, yaitu sistem kapitalisme yang diterapkan negara saat ini.

Dalam sistem kapitalisme, sumber daya dan kekayaan lebih banyak dikuasai oleh segelintir orang atau kelompok besar. Akibatnya, lapangan pekerjaan menjadi tidak merata, dan akses ekonomi sering kali sulit dijangkau oleh rakyat kecil. Di sisi lain, orang-orang desa yang dulunya memiliki lahan dan bisa bertani atau berladang secara mandiri, kini banyak yang terpaksa meninggalkan tanahnya demi mencari pekerjaan di kota.

Mengapa demikian? Salah satu penyebab utamanya adalah murahnya harga jual hasil panen yang dipatok oleh tengkulak. Petani sering tidak punya pilihan selain menjual kepada tengkulak, karena untuk menjual langsung ke pasar besar ada berbagai aturan dan larangan dari pemerintah. Padahal, harga jual dari tengkulak ke pasar jauh lebih tinggi dibanding harga beli dari petani.

Begitu jahatnya sistem ini hingga membuat petani hanya mendapat keuntungan kecil, bahkan sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ini membuat rakyat pedesaan semakin miskin, dan banyak yang terpaksa pindah ke kota demi mencari penghidupan yang lebih layak. Mereka kemudian bekerja sebagai buruh pabrik, karyawan minimarket, atau ojek harian, dengan penghasilan yang kecil dan persaingan kerja yang ketat.

Sementara itu, biaya hidup di kota terus naik. Harga makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya melambung. Alhasil, gaji yang sedikit itu harus bersaing dengan kebutuhan yang terus bertambah.

Berbeda dengan sistem Islam, seluruh sumber daya alam dikelola langsung oleh negara, bukan oleh swasta atau pihak asing. Dengan begitu, kekayaan alam tidak jatuh ke tangan segelintir orang, tetapi diperuntukkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat.

Negara mengelola langsung sehingga lapangan pekerjaan terbuka luas. Gaji pun sangat layak, sebab negara tidak perlu menyetorkan keuntungan kepada pemilik modal atau pihak swasta. Semua hasil kekayaan negara digunakan sepenuhnya untuk membangun kehidupan rakyat.

Sebagian dari keuntungan pengelolaan sumber daya tersebut disalurkan ke Baitul Mal, yaitu lembaga keuangan negara dalam sistem Islam. Di sinilah letak kekuatannya. Dana yang masuk ke Baitul Mal menjadi penopang kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Dengan sistem ini:
- Pendidikan menjadi murah bahkan gratis, sehingga rakyat tidak terbebani biaya sekolah.
Layanan kesehatan dapat diakses semua orang tanpa biaya tinggi.

-Harga kebutuhan pokok stabil, karena negara mengatur perekonomian dengan prinsip Islam yang bebas dari riba.

-Semua transaksi dan pembayaran menggunakan tolok ukur emas, bukan dolar, sehingga nilai uang lebih stabil dan tidak mudah dipermainkan pasar global.
Akibatnya, kesejahteraan masyarakat terwujud secara nyata, bukan sekadar janji. Dalam kondisi seperti ini, tidak akan ada lagi perdebatan soal nafkah Rp10.000, karena nafkah suami benar-benar mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak akan ada pula penggiringan opini keliru yang seolah-olah istri hebat hanyalah yang mampu mengolah uang kecil.

Sistem Islam memberi solusi nyata, bukan sekadar menyalahkan individu dalam masalah yang diciptakan oleh sistem itu sendiri. Melihat perbedaan kedua sistem yang sangat mencolok tersebut, maka sudah sepatutnya umat muslim sadar dan berjuang menegakkan syari'at Islam. Bukan hanya untuk kesejahteraan hidup rakyat hari ini, tetapi juga kesejahteraan rakyat di masa depan.
Via Opini
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

- Advertisment -
Pasang Iklan Murah
- Advertisment -
Pasang Iklan Murah

Featured Post

Tragedi Ambruknya Pesantren, Bukti Lemahnya Tanggung jawab Negara terhadap Pendidikan

Tanah Ribath Media- Oktober 18, 2025 0
Tragedi Ambruknya Pesantren, Bukti Lemahnya Tanggung jawab Negara terhadap Pendidikan
Oleh: Rus Ummu Nahla (Sahabat Tanah Ribath Media) TanahRibathMedia.Com— Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh peristiwa memiluk…

Most Popular

Kumpul Kebo Berujung Mutilasi, Buah Liberalisme Pergaulan

Kumpul Kebo Berujung Mutilasi, Buah Liberalisme Pergaulan

Oktober 13, 2025
Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk

Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk

Oktober 15, 2025
Zionis Membabi Buta, Gaza Darurat akan Tegaknya Solusi Nyata

Zionis Membabi Buta, Gaza Darurat akan Tegaknya Solusi Nyata

Oktober 13, 2025

Editor Post

Tak Habis Pikir

Tak Habis Pikir

Juni 11, 2023
Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Juni 09, 2023
Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Agustus 06, 2024

Popular Post

Kumpul Kebo Berujung Mutilasi, Buah Liberalisme Pergaulan

Kumpul Kebo Berujung Mutilasi, Buah Liberalisme Pergaulan

Oktober 13, 2025
Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk

Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Jaminan Fasilitas Pendidikan Buruk

Oktober 15, 2025
Zionis Membabi Buta, Gaza Darurat akan Tegaknya Solusi Nyata

Zionis Membabi Buta, Gaza Darurat akan Tegaknya Solusi Nyata

Oktober 13, 2025

Populart Categoris

Tanah Ribath Media

Tentang Kami

Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Contact us: contact@gmail.com

Follow Us

Copyright © 2023 Tanah Ribath Media All Right Reserved
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Advertisement
  • Contact Us