Opini
Mengambil Pelajaran Berarti pada Peristiwa Banjir Bandang di Bali
Oleh: Najah Ummu Salamah
(Komunitas Penulis Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—Secara umum, pada bulan September Indonesia masih belum memasuki musim hujan. Namun anehnya terjadi hujan lebat dan banjir bandang di Bali pada Rabu, 10 September 2025. Peristiwa mengejutkan ini sontak membuat warga Bali panik. Setidaknya 18 orang dinyatakan meninggal, 5 orang hilang, banyak bangunan dan infrastruktur mengalami kerusakan. Banjir ini terjadi di sekitar 123 titik, mulai dari Denpasar, Gianyar, Tabanan, Karangasem, Jembrana, dan Badung (Metrotv, 12-9-2025).
Banjir Bukan Hanya Salah Hujan
Menurut pantauan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), banjir bandang di Bali akibat hujan dua hari berturut turut. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas gelombang equatorial Rossby (Tempo.co, 10-9-2025).
Selain itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan sejumlah faktor penyebab banjir di Bali yang terjadi pada Rabu (10/9) selain cuaca ekstrem, juga terjadi tutupan hutan rendah, tata kelola sampah yang belum maksimal dan dugaan alih fungsi lahan.
Tercatat bahwa wilayah tutupan hutan terutama di area Gunung Batur di Kabupaten Bangli dan daerah aliran sungai (DAS) sangat kecil. Dari 49 ribu daerah aliran sungai, daerah tutupan hutan hanya sekitar 1.200 hektare.
Kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan juga masih rendah. Banyak sampah yang dibuang di aliran sungai dan drainase. Hal ini dapat menghambat aliran air. Selain itu, sungai (Tukad) semakin sempit dikarenakan banyaknya bangunan di bantaran sungai.
Alih fungsi lahan pertanian, subak dan hutan menjadi bangunan vila, hotel dan area wisata juga sangat masif. Pesatnya industri pariwisata telah mengorbankan ekologi. Demi mengakomodasi para turis yang melonjak dua kali lipat duapuluh tahun terakhir, kebijakan tata kelola lingkungan tidak diperhatikan lagi (Kumparan.com, 13-9-2025).
Demi Pariwisata, Lingkungan Terabaikan
Inilah akibatnya jika pengelolaan lahan dan tata ruang berdasarkan sistem sekuler kapitalis. Orientasi kebijakan hanya mengedepankan kepentingan oligarki tanpa memperdulikan dampak kerusakan ekologi.
Banjir bandang di Bali harusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua wilayah lainnya. Pembangunan daerah tidak hanya berorientasi pada cuan semata. Namun juga memperhatikan kesejahteraan dan tata ruang. Sehingga tidak terjadi lagi bencana yang menelan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur.
Di dalam sistem Islam, tanah, air dan udara adalah amanah Allah Swt. Manusia wajib menjaga kelestarian lingkungan. Islam tidak menjadikan alam sebagai objek komersial.
Islam menempatkan sungai, laut, pantai, gunung, hutan sebagai milik umum. Sehingga tidak boleh di kuasai oleh swasta atas nama pariwisata. Semua orang bebas memanfaatkan dan menikmati pesona alam tanpa berbayar. Penjagaan kelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab individu dengan adanya kewajiban menjaga kebersihan dan mencintai keindahan.
Masyarakat juga menjadi pihak yang terus mengawasi dan memberikan edukasi tentang kebersihan sebagai konsekuensi keimanan, melaporkan kepada Qadhi hisbah jika ada yang menyalahgunakan fasilitas umum dan melakukan pengrusakan. Semua dilakukan dengan spirit dakwah.
Negara juga membuat perencanaan tata kelola lahan yang tetap menjaga keseimbangan alam. Sumber daya alam milik umum akan menjadi tanggung jawab negara dalam pengelolaannya. Sehingga setiap warga negara bisa mengaksesnya dengan murah, mudah dan cepat.
Pembangunan infrastruktur dan pemukiman tetap diatur dengan memperhatikan kawasan. Lahan pertanian yang subur akan tetap dipertahankan. Mitigasi bencana dan analisis dampak lingkungan terus dikaji sebagai antisipasi terjadinya bencana. Sistem peringatan dini atas bencana banjir, longsor, angin, badai, gempa dan tsunami dilakukan dengan memasang alarm peringatan di berbagai titik lokasi rawan bencana. Sehingga hal ini bisa meminimalisir terjadinya korban jiwa.
Islam tidak menempatkan pariwisata sebagai sumber pemasukan negara. Biaya penyelenggaraan negara dan kesejahteraan warga diambilkan dari berbagai pos pemasukan di Baitul Mal. Di antaranya pos zakat, kharaj, jizyah, fai, pengelolaan sumber daya alam, usyur tijaroh (cukai perdagangan) dan sebagainya.
Tentu, keseimbangan alam dan manusia hanya terjadi jika kita kembali pada aturan Illahi. Kembali menerapkan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah. Maka rahmatan lil alamin akan terwujud segera.
Wallahu alam bi showab.
Via
Opini
Posting Komentar