OPINI
Ketika Guru Tak Lagi Ditakuti, Tapi Justru Dituntut
Oleh: Rayalfath
(Aktivis Gen Z)
TanahRibathMedia.Com—Belakangan ini, publik kembali diguncang oleh berita seputar dunia pendidikan. Di Lebak, Banten, Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitri, di duga menampar seorang siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Meski kasus ini telah berakhir damai dan laporan polisi dicabut (detikNews, 16-10-2025). Insiden itu menyisakan pertanyaan besar. Mengapa peran pendidik kini begitu mudah dipersoalkan?
Tak lama berselang, jagat maya pun dihebohkan dengan foto seorang siswa SMA di Makassar yang dengan santainya merokok dan meletakkan kaki di samping gurunya. Kemendikbud sedang mengembangkan sistem pendidikan budi pekerti. Maka dari itu, Kemendikbud sangat menyayangkan aksi seorang siswa SMA di Makassar yang duduk di kursi di samping guru, merokok, dan menaikkan kakinya di meja (detikNews, 14-10-2025). Potret ini bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan cermin dari hilangnya rasa hormat terhadap guru.
Fenomena ini juga tidak berdiri sendiri. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 15 juta remaja usia 13–15 tahun di dunia kini menggunakan rokok elektrik (vape). WHO mencatat, remaja sembilan kali lebih berpotensi menggunakan vape dibandingkan orang dewasa (RRI News, 07-10-2025). Artinya, generasi muda sedang berada di tengah krisis perilaku dan kehilangan arah moral.
Antara Guru yang Tertekan dan Generasi yang Kehilangan Kendali
Betapa rumitnya posisi pendidik hari ini. Di satu sisi mereka dituntut mendidik dengan tegas, namun di sisi lain—ketika mencoba menegakkan disiplin—mereka bisa diadukan, bahkan dijatuhi sanksi.
Akar persoalan ini bukan sekadar soal emosi sesaat, melainkan hilangnya batas antara disiplin dan kekerasan. Serta tergerusnya wibawa guru di tengah arus kebebasan yang diagungkan sistem pendidikan sekuler.
Fenomena siswa yang merasa bebas menantang guru menunjukkan bagaimana nilai otoritas dan adab telah bergeser. Guru tidak lagi dipandang sebagai figur moral, melainkan sekadar pelengkap formalitas belajar. Ketika disiplin dianggap kekangan dan teguran dianggap pelanggaran HAM, maka sesungguhnya kita sedang mencetak generasi yang alergi terhadap aturan.
Di sisi lain, negara pun gagal menyiapkan benteng moral yang kuat. Rokok dan vape dengan mudah diakses remaja, bahkan dijadikan simbol “keren” dan “dewasa”. Sistem liberal yang membiarkan segala bentuk kebebasan justru melahirkan generasi yang krisis identitas dan kehilangan kendali diri.
Islam Mengembalikan Martabat Guru dan Menumbuhkan Generasi Bertakwa
Segala bentuk kekerasan tentu tidak dibenarkan. Namun, reaksi emosional guru semestinya dipahami sebagai kegelisahan mendalam akan krisis moral peserta didik. Dalam Islam, mengingatkan orang yang bersalah termasuk bagian dari amar makruf nahi mungkar, tentu dilakukan dengan hikmah dan penuh kasih, bukan dengan kekerasan.
Allah ï·» berfirman:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik..." (TQS. An-Nahl [16]: 125)
Ayat ini mengajarkan bahwa mendidik dan menegur harus dilakukan dengan kebijaksanaan, bukan dengan emosi. Tapi lebih dari sekadar cara, Islam juga mengatur arah pendidikan. Tujuan sejati pendidikan adalah membentuk manusia bertakwa, bukan sekadar manusia cerdas.
Sistem Pendidikan Dibangun di atas Pondasi yang Benar
Sistem pendidikan sekuler hari ini gagal melindungi guru dan gagal membentuk karakter peserta didik yang bertakwa. Guru hidup dalam tekanan luar biasa, tidak punya otoritas moral, tapi dipaksa memenuhi target administratif.
Padahal dalam pandangan Islam, guru adalah pilar peradaban. Ia dimuliakan karena tugasnya membentuk syakhsiyyah Islamiyyah (kepribadian Islam) bagi muridnya. Seorang murid pun diperintahkan untuk menghormati guru sebagaimana ia menghormati orang tua.
Islam juga memandang bahwa merokok bukanlah perbuatan terpuji. Walaupun hukumnya mubah, namun jika menimbulkan mudarat dan membahayakan kesehatan. Disinilah Islam menanamkan kesadaran, setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan, bahkan yang tampak kecil sekalipun.
Sistem pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan logika dan pengetahuan. Tetapi juga menanamkan pola pikir dan pola sikap yang lahir dari akidah Islam. Remaja di didik memahami siapa dirinya, untuk apa ia hidup, dan kepada siapa ia akan kembali. Dengan begitu, mereka tumbuh menjadi generasi berprinsip—yang bangga taat, bukan bangga melanggar.
Penutup
Krisis pendidikan hari ini bukan semata soal murid nakal atau guru emosional, tapi krisis arah dan nilai. Ketika pendidikan dibangun di atas asas kebebasan tanpa akidah, maka yang lahir bukanlah manusia beradab, melainkan generasi bebas aturan.
Sudah saatnya kita jujur, pendidikan yang berlandaskan sekularisme telah gagal membentuk manusia berakhlak. Maka solusi tuntasnya hanya bisa lahir dari sistem yang benar-benar menempatkan ilmu, guru, dan murid dalam bingkai ketakwaan kepada Allah—sistem pendidikan Islam di bawah naungan Khilafah. Hanya dengan itu, guru kembali dihormati, murid kembali beradab, dan pendidikan kembali menjadi jalan lahirnya peradaban mulia.
Via
OPINI
Posting Komentar