Opini
Dari Sidoarjo untuk Indonesia: Refleksi Sistemik atas Jaminan Fasilitas Pendidikan dalam Perspektif Islam
Oleh: Siti Sri Fitriani
[Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok]
TanahRibathMedia.Com—Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan,"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan." Namun, realitas di lapangan menunjukkan jaminan negara terhadap fasilitas pendidikan masih jauh dari harapan.
Tragedi ambruknya gedung lantai empat Ponpes Al-Khoziny di Sidoarjo pada awal Oktober 2025 menjadi contoh nyata lemahnya sistem tersebut. Berdasarkan laporan sejumlah media nasional, bangunan tersebut roboh saat para santri melaksanakan salat Asar di lantai dua, sampai hari kesembilan, Selasa 7 Oktober 2025, secara keseluruhan, total korban terevakuasi mencapai 171 orang, terdiri 104 korban selamat, 67 meninggal dunia termasuk delapan di antaranya potongan tubuh (cnnindonesia.com, 8-10-2025).
Kejadian ini memunculkan pertanyaan serius mengenai standar keamanan, kualitas konstruksi, serta tanggung jawab pemerintah dalam menjamin keselamatan peserta didik. Analisis sementara menunjukkan struktur bangunan tidak mampu menopang beban empat lantai serta adanya dugaan kelalaian pengawasan konstruksi.
Jika dilihat, dana pembangunan pesantren diketahui berasal dari donasi wali santri dan masyarakat, tanpa dukungan anggaran besar dari pemerintah. Kondisi ini umum terjadi di lembaga pendidikan Islam non-pemerintah, dengan keterbatasan dana memaksa pihak pengelola menghemat biaya pembangunan, seringkali dengan mengorbankan aspek teknis dan keselamatan.
Tragedi ini mengungkap dua persoalan utama: yakni lemahnya pengawasan teknis bangunan pendidikan non-negeri dan sistem pembiayaan pendidikan yang bergantung pada masyarakat.
Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang layak bagi seluruh rakyat. Namun, implementasi di lapangan masih menunjukkan ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta, terutama di lembaga berbasis keagamaan seperti pesantren.
Minimnya intervensi negara menyebabkan banyak pesantren membangun fasilitas secara swadaya, tanpa standar arsitektur yang memadai. Hal ini sejalan dengan temuan Kementerian Agama bahwa lebih dari 60% pesantren di Indonesia belum memiliki sarana dan prasarana sesuai standar keselamatan bangunan (Kemenag, 2023).
Adapun dalam pandangan Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pendidikan dalam sistem Islam pun bukan hanya soal pengajaran, tapi juga jaminan keamanan dan kenyamanan fasilitasnya. Sejatinya, negara wajib menyediakan sarana pendidikan yang layak melalui pengelolaan dana publik di Baitul Mal. Dana ini bersumber dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum dan pos shadaqah yang digunakan untuk membiayai sektor publik tanpa membebani masyarakat.
Dengan demikian, dalam sistem Islam, pembangunan fasilitas pendidikan tidak boleh diserahkan kepada masyarakat secara mandiri, karena hal itu berpotensi menimbulkan ketimpangan dan risiko keselamatan, seperti yang terjadi di Ponpes Al-Khoziny.
Tragedi ini menunjukkan, pertama, negara belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap bangunan pendidikan non-negeri. Kedua, sistem pembiayaan pendidikan yang berorientasi pada partisipasi masyarakat tidak menjamin pemerataan fasilitas dan keamanan. Ketiga, diperlukan reformasi struktural dalam sistem jaminan mutu sarana pendidikan, termasuk pesantren, melalui integrasi standar teknis bangunan dan dukungan dana negara. Keempat, pemerintah perlu meninjau kembali peran strategis lembaga keuangan untuk mendukung pendidikan berbasis masyarakat secara berkelanjutan.
Kasus ambruknya gedung Ponpes Al-Khoziny bukan sekadar kecelakaan teknis, melainkan cermin dari lemahnya sistem jaminan fasilitas pendidikan nasional. Selama tanggung jawab penyediaan sarana pendidikan masih dibebankan kepada masyarakat dan tidak diatur dalam sistem pembiayaan negara yang kuat, tragedi serupa berpotensi terulang.
Padahal, pendidikan itu amanah besar yang wajib dijaga oleh negara. Maka, sudah sepatutnya pemerintah memperkuat fungsi pengawasan, memastikan keamanan fasilitas pendidikan, dan menegakkan prinsip tanggung jawab negara sebagaimana diajarkan dalam Islam.
Via
Opini
Posting Komentar