Opini
Cahaya Literasi Islam dari Langit Gurindam
Oleh: Eci Aulia
(Aktivis Muslimah Bintan)
TanahRibathMedia.Com—"Tanjungpinang pernah dikenal sebagai kota penulis dan semangat itu harus kita hidupkan kembali."
Demikian pernyataan Gubernur Ansar saat menerima penghargaan bersama tokoh lainnya dalam ajang kehormatan sahabat Rida K Liamsi (RDK) 2025 di halaman Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, Tanjungpinang, Jumat (10-10-2025) malam.
Ia juga menyampaikan apresiasinya bahwa provinsi Kepri akan terus konsisten mendukung kegiatan literasi agar generasi muda memiliki daya pikir kritis, imajinatif, dan produktif. Ia mengajak semua pihak untuk menjadikan membaca dan menulis menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Kepulauan Riau.
Sebagai bentuk komitmen nyata, Gubernur Ansar berencana untuk membangun tugu bahasa di Pulau Penyengat. Sekaligus ini menjadi simbol kebangkitan literasi sebagai wadah untuk menghimpun karya para penulis hebat, baik dari masa lalu maupun generasi baru (datakepri.com, 10-10-2025).
Penghargaan ini patut mendapatkan apresiasi. Terlebih Tanjungpinang merupakan ibu kota Provinsi Kepulauan Riau. Dari sinilah lahir seorang sastrawan ulung Raja Ali Haji yang menulis karya "Gurindam Dua Belas".
Semangat kota yang tertuang dalam motto "GURINDAM" yang merupakan singkatan dari Gigih, Unggul, Rapi, Indah, Nyaman, Damai, Aman, dan Manusiawi.
Cahaya Literasi di tengah Gelombang Digitalisasi
Namun, hal yang patut menjadi perhatian adalah tentang sejauh mana minat baca masyarakat di Kepulauan Riau. Terlebih di era media sosial yang serba instan ini. Menurut Ulasan.co (11-10-2025) dan Badan Pusat Statistik Indonesia, berdasarkan data tahun 2024, tingkat kegemaran membaca masyarakat Kepulauan Riau (Kepri) adalah 73,69, dengan durasi membaca sekitar 1,00-1,59 jam per hari. Angka ini menempatkan Kepri di posisi ke-8 dari 10 provinsi teratas.
Hari ini kita begitu mudah menemukan ruang-ruang baca tanpa harus datang ke perpustakaan, tapi pertanyaannya apakah ruang tersebut sudah benar-benar dimanfaatkan untuk membaca atau malah terdistraksi dengan dunia scrolling yang lebih memanjakan mata. Jika sudah begitu, alih-alih mau membaca tulisan panjang, belum selesai dibaca tulisan sudah di-skip. Lantas bagaimana kalau disuguhi dengan tumpukan buku?
Seorang penulis itu sejatinya adalah seorang pembaca. Tidak mungkin seorang penulis dapat menuangkan ide-ide briliannya kalau ia tidak membaca.
Singkatnya, membaca adalah tentang bagaimana seseorang memperoleh asupan ilmu. Sedangkan menulis adalah tentang bagaimana ia menuangkan ilmunya agar orang lain pun memahami apa yang ia pahami. Sebab ilmu memang harus dibagi bukan untuk disimpan sendiri.
Di samping itu, dunia literasi ini tidak boleh berhenti pada tumpukan sertifikat penghargaan demi berdaya saing di mata dunia. Seperti yang dinarasikan oleh sistem kapitalisme, yakni meraih kepuasan jasmani sebanyak-banyaknya. Namun, dunia literasi adalah tentang bagaimana agar aktivitasnya bisa berdampak nyata bagi kemaslahatan umat manusia. Terutama bagi seorang Muslim yang aktivitas literasinya harus sesuai dengan hukum syarak.
Inilah PR kita bersama bagaimana menghidupkan cahaya literasi masyarakat di Kepulauan Riau hingga menjadi bagian dari gaya hidup di tengah tingginya arus gelombang digitalisasi. Sebagai penulis kita dituntut untuk pandai mengemas tulisan dalam bentuk yang lebih menarik minat pembaca dan menyuguhkan kekayaan makna di dalamnya.
Sebagai pembaca pun demikian, kita harus pandai menangkap isi bacaan dengan tepat. Salah menangkap dan menyimpulkan isi bacaan maka akan jadi hoaxs dan fitnah.
Pembaca yang baik juga tidak akan menelan mentah-mentah isi dari bacaan. Jika ia seorang Muslim maka ia akan melihat isi bacaan tersebut dengan sudut pandang syariat Islam.
Bercermin pada Sosok Bapak Bahasa Indonesia
Mari sejenak kita bercermin pada seorang sejarawan, sastrawan, dan ilmuwan sekaligus Bapak Bahasa Indonesia, Raja Ali Haji yang lahir di pulau Penyengat. Beliau dikenal dengan sosok penulis yang produktif yang salah satu karya fenomenal beliau adalah Gurindam Dua Belas.
Berikut penggalan bait gurindam dua belas pasal 5 yang bunyinya,
"Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu. Jika hendak mengenal orang yang berakal, di dalam dunia mengambil bekal."
Dari isi gurindam dua belas tersebut jelas tergambar bahwa sosok Raja Ali Haji adalah sosok penulis yang karyanya sarat dengan nilai-nilai Islam.
Beberapa karya beliau seperti Syair Hukum Nikah dan Syair Hukum Fara'id. Ia juga memberikan panduan mengenai tatanegara dan politik Islam dalam karyanya Thamara al-Muhimmah Diyafah lil umara wal Kubara li Ahl al-Mahkama.
Raja Ali Haji juga dikenal sebagai Bapak Bahasa Indonesia. Terlihat dari karyanya seperti kitab pengetahuan bahasa dan Bustanul Katibin, yang menjadi pedoman tata bahasa Melayu. Di mana ada pengaruh bahasa Arab dalam pembentukan bahasa Melayu yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Bahasa Indonesia.
Selain itu beliau juga mendirikan pondok-pondok pesantren untuk anak-anak belajar ilmu agama. Ini menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan Islam yang sistematis.
Sosok penulis Gurindam Dua Belas itu mencintai literasi Islam. Ia hadir mewarnai ruang hidup generasi terdahulu. Siapa yang tidak ingin membuat generasi hari ini mencintai ilmu dan literasi seperti sosok Raja Ali Haji.
Selain Raja Ali Haji, masih banyak karya tulis para ilmuan dan ulama terdahulu yang tulisannya bisa kita jadikan sebagai rujukan.
Karya fenomenal para ulama sangat beragam, meliputi kitab-kitab besar seperti Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali yang terkenal karena menghidupkan kembali ilmu agama. Ada juga karya fenomenal di bidang lain, karya-karya sastra seperti novel Di Bawah Lindungan Ka'bah oleh Buya Hamka. Kemudian kitab Nizhamul Islam dan Nizhamul Ijtima'i karya Syekh Taqiyuddin An-nabhani yang mengandung kekayaan pemikiran dan politik Islam.
Nyalakan Cahaya Literasi Islam
Lahirnya kitab-kitab terkenal yang ditulis oleh para sejarawan, cendikiawan, dan para ulama terdahulu sejatinya adalah hasil dari ketinggian literasi serta kesusahan dan pengorbanan dalam meraih ilmu melalui membaca, berpikir, menelaah, lalu menuangkannya kembali ke dalam tulisan.
Maka semuanya harus diawali dari kesadaran akan pentingnya literasi. Karena literasi menjadi gerbang masuknya berbagai ilmu. Baik ilmu sains dan teknologi maupun ilmu agama. Ketinggian literasi akan membuat seseorang mudah memahami ilmu.
Adapun, perintah literasi sudah dijelaskan dengan gamblang dalam firman Allah Swt.,
اِÙ‚ْرَØ£ْ بِاسْÙ…ِ رَبِّÙƒَ الَّذِÙŠْ Ø®َÙ„َÙ‚َۚ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!" (QS. Al-Alaq: 1)
Ù†ٓ ۚ ÙˆَالۡÙ‚َÙ„َÙ…ِ ÙˆَÙ…َا ÙŠَسۡØ·ُرُÙˆۡÙ†َۙ
"Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan." (QS. Al-Qalam: 1)
Untuk itu, penulis mengajak wabil khusus masyarakat Kepulauan Riau untuk mencintai dunia literasi terutama literasi Islam. Awalilah dengan membaca kitab suci Al-Qur'anul Karim. Maka akan didapati bahwa Al-Quran merupakan sumber utama bagi lahirnya kekayaan pemikiran yang dibawa oleh para ulama dan generasi penerus melalui literasi.
Wallahu 'alam bissawwab.
Via
Opini
Posting Komentar