Opini
Sugar Tax, Mampukah Jadi Solusi Obesitas?
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Prevalensi kelebihan berat badan pada anak dan remaja, rentang usia 5-19 tahun, meningkat hampir tiga lipat dibanding tahun 2000 dan 2022. Penelitian tersebut dilakukan oleh UNICEF pada sembilan negara, termasuk Indonesia (bbcnews.com, 15-9-2025).
UNICEF mengungkap lonjakan obesitas terjadi karena pola makan dan jenis asupan yang dikonsumsi anak dan remaja cenderung tinggi gula, kalori, dan makanan ultra proses. Semacam kudapan asin bernatrium tinggi, es krim, atau jenis minuman berkadar gula tinggi yang banyak dijual retail. Akses makanan ultra proses dan minuman manis pun kian mudah karena didukung layanan online yang mudah diakses melalui aplikasi. Penelitian UNICEF juga mengungkap, anak dan remaja dengan mudahnya termakan iklan makanan yang setiap waktu berseliweran di aplikasi.
Dampak Buruknya Pengurusan
Terkait tingginya angka obesitas anak dan remaja, Kementerian Kesehatan akan berupaya mengedukasi pola hidup sehat dengan gizi seimbang. Tidak hanya itu, Kementrian Kesehatan akan melakukan cek kesehatan gratis di setiap sekolah untuk mendeteksi dini tingkat obesitas dan kadar gula pada setiap siswa.
Kementrian Kesehatan juga tengah menyusun kebijakan terkait pajak gula, Sugar Tax, yang diwacanakan akan ditetapkan pada makanan dan minuman yang mengandung gula (kumparan.com, 15-9-2025). Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono menyebutkan kebijakan tersebut ditetapkan untuk mengurangi angka obesitas yang meningkatkan resiko serangan penyakit pada anak dan remaja. Dante juga menyebutkan edukasi pola makan sehat menjadi satu hal penting, seiring ditetapkannya pajak gula.
Ternyata, fakta obesitas juga tidak hanya ditemukan di Indonesia. Negara lain seperti Filipina, Thailand, dan India juga bernasib sama. Makanan kemasan dan cepat saji ultra proses menjadi masalah global. Hal ini menunjukkan pola industri dan pola makan individu yang kian tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Industri makanan cepat saji dengan tinggi natrium telah menyebabkan beragam efek buruk pada tubuh. Bahkan industrinya pun semakin membludak seiring berjalannya waktu. Nilai praktis, lezat dan cepat saji menjadi nilai lebih sehingga makanan jenis tersebut termasuk salah satu makanan yang menjadi andalan. Kandungan gizi dan nilai nutrisi tidak lagi menjadi acuan. Wajar adanya saat banyak anak dan remaja mengalami anemia karena malnutrisi.
Segala bentuk perizinan industri makanan dengan mudah diperoleh. Keuntungan materi menjadi incaran utama tanpa memperhatikan efek samping yang menimbulkan resiko. Negara tidak mampu mengindera taraf bahaya yang diakibatkan industri-industri makanan dan minuman yang tidak sehat.
Kondisi ini pun diperparah dengan konten-konten iklan yang memenuhi setiap ruang digital. Anak-anak dan remaja menjadi kelompok target yang dibidik oleh industri demi meningkatkan jumlah penjualan. Pantas saja, anak dan remaja begitu "gandrung" dengan makanan ini. Rasanya yang gurih, manis dan kemasan yang menarik membuat ketagihan.
Menilik fakta demikian, negara justru salah langkah. Penetapan kebijakan Sugar Tax diklaim akan menurunkan tingkat obesitas karena dianggap akan menurunkan produksi industri. Namun, faktanya justru kebalikan. Penetapan kebijakan ini diprediksi akan meningkatkan produksi. Bahkan akan memunculkan pabrik-pabrik lokal atau skala rumahan. Dengan anggapan, negara mengizinkan produksi dan distribusi makanan siap saji dengan syarat mampu membayar pajak.
Sungguh, betapa buruknya tatanan pengaturan penyediaan makanan dalam sistem rusak. Sistem yang kini diadopsi tidak mampu menjaga kesehatan individu dengan benar. Inilah kapitalisme sekularistik. Sistem yang hanya mengincar keuntungan setinggi-tingginya tanpa mempedulikan kondisi kesehatan individu. Individu pun dihadapkan pada pilihan makanan yang tidak sehat karena makanan terkategori sehat tergolong tidak praktis dan harganya jauh lebih tinggi ketimbang makanan cepat saji. Sistem rusak ini pun diperparah dengan konsep batilnya yang memisahkan aturan agama dengan pengurusan kehidupan. Alhasil, konsep thoyyib yang mestinya terkandung dalam makanan, ditinggalkan begitu saja.
Perisai Islam
Islam sebagai agama yang mengatur kehidupan telah menetapkan batasan aturan terkait makanan, baik jenisnya maupun pola konsumsi yang shahih sehingga melahirkan kesehatan paripurna bagi individu.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu."
(TQS. Al-Baqarah: 168)
Perlindungan terhadap kualitas pangan halal dan thoyyib hanya mampu berjalan optimal apabila ditetapkan oleh institusi yang memiliki kekuatan hukum, yaitu negara. Dalam pandangan Islam, negara berfungsi sebagai penjaga dan pelindung yang memastikan seluruh kepentingan rakyat terpenuhi, termasuk menjamin keamanan setiap makanan yang dikonsumsi individu, terlebih anak dan remaja. Mengingat anak dan remaja adalah penjaga negara di masa mendatang. Prinsip penjagaan makanan mampu diterapkan melalui institusi khilafah, yang menjadi penopang keamanan sekaligus keimanan individu.
Khilafah menerapkan pengawasan ketat atas produksi pangan, mulai dari bahan baku hingga proses pembuatannya. Sertifikasi halal dan thoyyib pun harus melewati pemeriksaan menyeluruh dengan aturan yang bersumber dari hukum syarak. Semua langkah ini dilakukan demi kepentingan umat. Selain itu, khilafah mengawasi komposisi setiap produk makanan dan memastikan kandungan nutrisi yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi. Negara pun menjaga peredaran produk di pasar agar kehalalan, dan keamanannya tetap terjamin.
Dalam Islam, jaminan pangan diberikan melalui edukasi yang berkesinambungan. Pangan yang aman dikonsumsi harus memenuhi berbagai persyaratan khusus yang aman saat dikonsumsi, mengandung nutrisi dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Khilafah menetapkan pengaturannya pada tiga pilar utama, yakni, ketakwaan individu sebagai pengendali internal, kontrol masyarakat melalui amar makruf nahi munkar; dan penerapan aturan negara yang jelas tegas dan mengikat setiap individu.
Khilafah juga tidak akan serampangan memberikan izin pada industri makanan dan minuman. Pengawasan terpadu dari khilafah akan menjamin keamanan pangan yang diproduksi industri. Khilafah juga akan mengontrol konten-konten iklan yang merusak, salah satunya iklan makanan tidak sehat yang merusak tubuh individu.
Dengan strategi dan mekanisme sistem Islam yang amanah dan bijaksana, pangan rakyat terjaga sempurna. Masa depan generasi pun terlindungi dalam solusi hakiki.
Wallahu a’lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar