Opini
Pengangguran Menghantui, Dibawa ke Mana Lulusan Muda Kita?
Oleh: Haniyah
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Saat ini, masalah ketenagakerjaan sedang menghantui ekonomi global. Mayoritas negara besar mengadukan adanya kenaikan angka pengangguran secara tajam. Bahkan, banyak individu yang akhirnya rela pura-pura bekerja atau bekerja tanpa gaji. Tak lain supaya dikatakan "bekerja".
Di negara kita sendiri, memang terjadi penurunan statistik pengangguran secara nasional. Namun tetaplah angka pengangguran negara ini tergolong tinggi, dengan generasi muda yang mendominasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka pengangguran Indonesia mencapai 7,47 juta dengan 54,64% atau 3,9 juta dari total tersebut adalah anak muda dengan kisaran usia 15-24 tahun. Angka ini tak jauh berbeda dari data pengangguran suatu dekade yang lalu, tepatnya pada Agustus 2010. Saat itu 51,96% pengangguran adalah usia muda (Brief.id, 21-5-2025).
Secara internasional, jumlah pengangguran usia muda memang relatif lebih tinggi dibanding kelompok usia yang lainnya. Namun, bukan berarti kita dapat mewajarkan angka pengangguran usia muda di Indonesia. Sebab, apabila kita memilih pada statistik negara lain, jumlah pengangguran anak muda di negara ini cukup mencemaskan.
Fenomena ini terus berulang, menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang diadopsi oleh mayoritas negara di dunia termasuk di Indonesia tidak mampu mengatur sektor ketenagakerjaan dengan baik sehingga ketersediaan lapangan kerja menjadi kacau balau. Sistem rusak ini adalah sistem sekuler-kapitalis. Sistem ini telah terbukti gagal dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi secara global termasuk di negara kita sendiri.
Sistem kapitalisme justru melahirkan kasus monopoli kekayaan dunia. Disebabkan tidak ada pengaturan yang jelas terkait hak kepemilikan harta, sehingga siapa pun yang memiliki kuasa dapat meraup kekayaan apapun sebanyak mungkin dan sepuas nafsu mereka. Di Indonesia sendiri ketimpangan harta selalu tampak di mana-mana. Terbukti dari kekayaan yang dipegang oleh 50 orang terkaya Indonesia ternyata berada di titik yang sama dengan kekayaan yang dimiliki oleh 50 juta orang rakyat Indonesia.
Meski pemerintah sempat tampak peduli terhadap persoalan ini dengan mengadakan job fair, namun tetap saja hal tersebut tidak dapat menjadi solusi yang solutif dan fundamental. Sebab, di sisi lain dunia industri terus dilanda gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) dikarenakan rendahnya pendapatan industri sehingga tak ada cukup biaya untuk menggaji para buruh.
Hal ini juga dapat disebabkan pemerintah yang terus gencar melakukan impor dibandingkan melariskan industri dalam negeri. Di sisi lain, masih banyak generasi muda yang sukses mendapatkan predikat lulusan terbaik. Namun, ternyata pemerintah lebih memilih untuk menarik tenaga kerja dari asing dibanding melirik tenaga kerja dalam negeri. Perkara ini ternyata juga terjadi di negara-negara berkembang lainnya.
Maka, sudah cukup jelas bagi kita, selama sistem kapitalisme masih diadopsi oleh dunia termasuk Indonesia, selama itu pulalah kasus Ketenagakerjaan ini akan terus menghantui. Oleh karena itu, jika kita ingin problem ekonomi global ini segera terasa diselesaikan. Maka, sudah saatnya kita mengganti sistem ini dengan sistem yang telah terbukti berhasil menyejahterakan 2/3 penduduk dunia selama lebih dari 13 abad. Sistem itu tiada lain adalah sistem Islam.
Sistem Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dengan adil dan sempurna. Di dalam sistem Islam, seorang pemimpin diwajibkan untuk untuk menjadi raa’in yakni tidak sekedar penguasa negara tetapi juga menjadi pengurus seluruh kebutuhan rakyat, termasuk soal Ketenagakerjaan. Seorang pemimpin wajib memastikan setiap individu rakyatnya mendapat pekerjaan yang layak dengan cara menyediakan lapangan kerja atau memberikan modal yang cukup. Negara akan menyediakan pendidikan yang berkualitas, sehingga output yang dihasilkan tidak hanya mampu atau siap kerja namun benar-benar ahli di bidangnya.
Pengaturan ekonomi di dalam Islam pun menjadikan pendistribusian kekayaan negara merata secara adil. Sistem Islam mengatur hak kepemilikan dengan jelas. Kepemilikan di dalam Islam terbagi menjadi tiga kepemilikan individu, umum, dan negara.
Terkait kepemilikan negara pun tetap diolah dan hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Rakyat benar-benar terurus dengan baik dan dapat hidup dengan sejahtera. Tak ada pula yang namanya kasus segelintir orang menguasai sebagian kekayaan negara maupun kasus korupsi.
Maka dapat kita simpulkan kembali bahwa bertahan dalam sistem yang rusak ini sama dengan terus bertahan dalam segala penderitaan. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali dalam hubungan sistem Islam, satu-satunya sistem yang berlandaskan agama yang diridhai Allah Swt. Sang Penguasa Alam Semesta.
Via
Opini
Posting Komentar