Opini
Reshuffle Kabinet, Solusi Parsial ala Demokrasi
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Perombakan jajaran menteri kabinet Merah Putih tercatat telah tiga kali dilakukan. Reshuffle pertama dilakukan pada 19 Februari 2025, kedua pada 8 September 2025 dan ketiga pada 17 September 2025 (detiknews.com, 17-9-2025).
Jajaran menteri banyak dibongkar pasang dengan harapan mampu melakukan perbaikan dalam kondisi negeri yang semakin memburuk. Asta Cita menjadi tujuan utama dilaksanakannya reshuffle kabinet, di antaranya membangun kedaulatan pangan, memperkuat pertahanan, menciptakan lapangan kerja dan menjamin kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Reshuffle Berulang, Sinyal Buruk Penataan
Memang betul, reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Namun, harus dipikirkan kembali menyoal reshuffle yang sudah tiga kali dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo yang belum genap satu tahun menjabat.
Para pengamat politik mengamati reshuffle yang dilakukan hingga tiga kali pada awal pemerintahan Prabowo merupakan upaya yang dilakukan negara untuk mengatasi banyaknya gejolak yang terjadi. Gelombang protes yang berlangsung pada Agustus lalu, kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat secara umum, sempitnya lapangan pekerjaan ditambah ketidakpastian masa depan yang dialami generasi.
Sementara di sudut lain, pencaplokan sumberdaya alam terus terjadi tanpa henti. Oligarki tidak pernah berhenti mengatur siasat untuk memperbesar keuntungan materi melalui sumberdaya yang notabene milik publik.
Di tengah krisis kepercayaan publik yang terus meluas, pemerintah mengklaim terus berupaya mencari solusi setiap masalah yang dihadapi masyarakat. Salah satunya melalui reshuffle kabinet. Sayangnya, solusi yang ditetapkan tidak mampu menyentuh akar masalah setiap kejadian yang menyusahkan rakyat.
Sulit memang, di tengah sistem yang terus memojokkan rakyat, berharap ada solusi efektif yang mampu menyelesaikan. Faktanya, keduanya tidak mampu beriringan selama sistem yang diampu adalah sistem yang tidak mampu memposisikan rakyat sebagai prioritas layanan. Rakyat lagi-lagi dilayani tanpa hati, layanan hanya sebatas basa-basi tanpa membuahkan solusi. Sementara pemerintahan diisi oleh oligarki yang berkolega bisnis dengan permodalan kuat. Inilah masalah utama yang kini dihadapi.
Mustahil ditemukan solusi jika fakta penerapannya masih dalam kerangka sistem rusak. Inilah sistem demokrasi kapitalisme yang mengutamakan keuntungan segelintir golongan. Demokrasi menjadi wadah kompetisi politik transaksional yang menuntut "balik modal". Dari sini para pejabat selalu cari jalan untuk menutup "utangan" melalui berbagai tender. Karena tim sukses saat kontestasi membutuhkan balas budi. Jika demikian, maka jabatan akan dipegang oleh sembarang orang tanpa keahlian khusus. Alhasil amanah yang dititipkan rakyat, dengan mudahnya dihancurkan.
Pemimpin tidak akan mampu mengemban kepemimpinannya dengan amanah. Kehidupan rakyat kian tidak terarah.
Islam Solusi Utama
Rasulullah saw. bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari).
Kepemimpinan merupakan amanah yang wajib dijaga atas setiap individu rakyat. Islam juga menetapkan pemimpin harus memiliki keahlian dalam mengurusi urusan rakyat. Jabatan diperoleh karena tanggung jawab dan kepandaian dalam suatu bidang. Bukan karena kedekatan secara personal. Dengan konsep ini, setiap urusan umat akan diperhatikan dengan detil demi menjaga layanan yang optimal sebagai bentuk ketundukan pada hukum syarak.
Terkait penggantian pemimpin dalam Islam, sebetulnya boleh-boleh saja. Sepanjang konsep kepemimpinan tetap sesuai tuntunan syarak dan sesuai dengan kemampuan dan keahlian pemimpin terkait bidang kepemimpinannya.
Rasulullah saw. bersabda:
"Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR. Bukhari)
Dalam pandangan hukum syarak, pemimpin adalah pengurus serta pelayan rakyat. Pengurusan rakyat wajib dilaksanakan dalam bingkai syariah dalam sistem yang amanah, yakni khilafah. Dalam sistem tersebut khalifah sebagai pemimpin wajib menerapkan hukum syarak secara menyeluruh. Khalifah bertanggung jawab atas setiap kebutuhan asasiyah rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan jiwa. Negara pun wajib memastikan bahwa setiap individu terjamin kebutuhannya secara layak.
Khilafah memiliki strategi dan mekanisme yang khas terkait pemenuhan kebutuhan umat.
Pertama, khilafah mengelola sumberdaya alam milik rakyat dengan prinsip mandiri tanpa melibatkan pihak swasta asing. Hasilnya akan dikelola secara amanah dan disalurkan kepada setiap individu berupa layanan penyediaan sandang, pangan, papan, layanan kesehatan, pendidikan dan fasilitas umum.
Dalam menyejahterakan rakyat, Khalifah akan menjalankan mekanisme sebagai berikut.
Kedua, khilafah membuka lapangan kerja yang luas bagi setiap laki-laki kepala keluarga. Melalui metode perluasan industrialisasi skala luas, pemberian bantuan modal dan pelatihan ketrampilan usaha, pemberian tanah mati agar produktif serta menetapkan kemudahan subsidi bagi petani.
Ketiga, negara hadir sebagai penjaga sekaligus penjamin kehidupan rakyat fakir dan miskin. Sumber keuangan negara yang melimpah dari hasil tata kelola sumberdaya alam plus harta fa'i, ghanimah, kharaj dan jizyah, dikelola dengan amanah, menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat.
Dalam sistem yang amanah, terlahirlah pemimpin bijaksana yang senantiasa mencurahkan kapabilitas dan kekuatannya untuk umat. Demi ridho Allah Swt. Hanya dengan Islam-lah, kepemimpinan akan melahirkan keberkahan.
Wallahu 'alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar