Opini
Rakyat Tercekik, Oligarki Diuntungkan
Oleh: Najmah Syarifah
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang kewajiban pajak sama dengan zakat dan wakaf merebak ke berbagai sumber berita. Pernyataan ini ditunjukkan seolah mendorong masyarakat untuk produktif dalam membayar pajak, sebab pajak adalah sumber utama pemasukan APBN di Indonesia. Tak puas menaikkan tarif pajak yang sudah ada, pemerintah kembali mencari objek baru untuk memenuhi kantong dana APBN seperti pajak warisan, karbon, rumah ketiga, dan sebagainya.
Kericuhan yang terjadi di Pati, Jawa Tengah menunjukkan penolakan keras masyarakat terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) yang dilansir dalam Bbc.com (15-08-2025). Hal ini juga diikuti dengan aksi demo oleh daerah lain seperti Kota Cirebon, Jawa Barat dan Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang juga mengalami kenaikan PBB-P2.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), namun sayangnya negara ini tidak menjadikan pengelolaan SDA sebagai sumber pemasukan Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN).
SDA yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara malah diserahkan kepada sekelompok individu seperti swasta. Padahal dengan adanya pengelolaan SDA oleh negara sebagai salah satu sumber pemasukan APBN, dana tersebut bisa dialihfungsikan untuk kesejahteraan rakyat, seperti perbaikan jalan, anggaran pendidikan dan lain sebagainya.
Munculnya kebijakan peningkatan tarif pajak yang kian mengganas, semakin membuat rakyat tercekik bahkan mayoritas jatuh dalam jurang kemiskinan. Awalnya golongan berpendapatan rendah berubah menjadi miskin, yang miskin semakin miskin. Lebih parahnya lagi, pemungutan pajak ini terlebih mengarah kepada masyarakat berpendapatan kecil.
Sedangkan para kapitalis diberi keringanan dalam pembayaran pajak. Pemungutan pajak yang lebih menargetkan rakyat kecil, menunjukkan ketidakadilan dan kezaliman pemerintah terhadap rakyatnya. Sebab, pajak secara hakikat semestinya bukan diambil dari orang-orang miskin, melainkan dipungut dari orang-orang kaya untuk orang-orang miskin.
Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme di negara ini, terlebih dari aspek ekonomi, sistem yang memandang bahwa kepemilikan umum boleh dimiliki oleh sekelompok individu atau seorang individu. Maka tidak heran jika sekelompok individu seperti swasta diperbolehkan mengelola SDA, yang semestinya menjadi tanggung jawab negara.
Selain itu, akibat dari penerapan sistem kapitalisme di negara ini sejujurnya lebih memfokuskan perhatiannya pada segelintir para oligarki bukan untuk kesejahteraan rakyat. Tak heran pula, banyak kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat dan menguntungkan para oligarki kapitalis, seperti peningkatan tarif pajak.
Sedangkan dalam Islam, pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan harta bagi muslim yang kaya, dimana kekayaannya mencapai nisab dan haul. Sedangkan wakaf hukumnya sunnah.
Pajak dalam pandangan Islam bukan dipungut dari orang-orang miskin, melainkan dipungut dari lelaki kaya. Namun, pemungutan pajak dalam Islam bukanlah sesuatu yang wajib dan dijadikan sebagai pemasok utama APBN melainkan hanya sebatas kepentingan tatkala dana dalam APBN atau baitul mal benar-benar kosong, sebagaimana yang ditentukan oleh syariat.
Selain itu, dalam Islam sumber pemasukan dana baitul mal bukanlah dengan mengandalkan pajak, tapi hasil dari pengelolaan SDA yang wajib dikelola oleh negara seperti hasil tambang, berbagai jenis hasil laut, hutan dan lain-lain, juga zakat yang hanya diperuntukkan untuk 8 golongan.
Oleh karena itu, demi mewujudkan kesejahteraan rakyat dibutuhkan penerapan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh dengan ditegakkan Daulah Khilafah dengan manhaj kenabian.
Via
Opini
Posting Komentar