Opini
Mengupas Fakta di Balik MBG
Oleh: Ghaida Rizkiyama
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Masalah stunting masih menjadi PR besar bagi negara Indonesia. Pasalnya, tak sedikit masyarakat Indonesia yang mengalami malnutrisi sebab kurangnya pengawasan gizi dari negara. Oleh karena itu presiden Indonesia mengadakan program MBG (makan bergizi gratis) untuk mengatasi permasalahan ini. Pemerintah berharap adanya program MBG ini dapat menurunkan angka stunting di Indonesia. Namun setelah berjalan beberapa waktu, program ini sedang dilanda masalah besar.
Muncul insiden keracunan massal akibat MBG yang disediakan negara. Mirisnya, kejadian ini bukan untuk yang pertama kalinya. Di Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen Jawa Tengah terdapat 196 siswa dan guru SD hingga SMP mengalami gejala keracunan seperti mual, pusing, dan diare, usai mengkonsumsi MBG. Baik di sekolah maupun MBG yang dibawa pulang ke rumah dan dikonsumsi keluarga (CNN Indonesia.com, 13-08-2025).
Merespon hal tersebut, Dadan Hindayana selaku kepala badan gizi nasional (BGN) berencana meningkatkan standar operasional prosedur (SOP) pengiriman MBG ke sekolah untuk mengantisipasi kasus keracunan. Menurutnya, insiden ini dapat terjadi sebab waktu ideal pengiriman MBG hanya 4 jam. Tak hanya itu, Dadan turut memberi instruksi agar operasional atuan emenuhan pelayanan gizi (SPPG) dihentikan sementara.
MBG adalah program yang dijanjikan sebagai salah satu program unggulan di masa pemerintahan Prabowo - Gibran. Umumnya, MBG hadir untuk mengatasi problem malnutrisi dan stunting pada anak serta ibu hamil. Selain itu MBG juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia serta menumbuhkan ekonomi lokal. Semakin baik hasil SDM semakin baik pula perputaran roda ekonomi Indonesia.
Namun, semua itu hanyalah omongan belaka. MBG dijadikan janji-janji manis supaya dapat memikat hati masyarakat. Buktinya, dengan adanya kasus keracunan yang terjadi berulang kali semakin menunjukkan kegagalan perencanaan juga ketidakadilan pada rakyat jelata. Negara tidak serius dan lalai terhadap rakyatnya khususnya dalam menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG. Akibatnya, kesehatan tak terjamin bahkan nyawa dapat terancam.
Hakikatnya, program MBG bukanlah solusi tuntas dalam permasalahan kemiskinan gizi di Indonesia. Sebab, gizi anak maupun ibu hamil tidak dapat tercukupi hanya dengan mendapat makan siang gratis dari negara. Apalagi untuk mencegah stunting. Kemiskinan gizi bermula dari kemiskinan sistemik negara sendiri. Fakta yang terjadi di lapangan adalah kemiskinan struktural di mana kemiskinan terbentuk dari rusaknya sistem yang diterapkan.
Paradigma pembangunan di sistem ekonomi kapitalisme selalu mengedepankan materi di seluruh aspek kehidupan. Semua hanya berbasis manfaat. Tak lazim bila segala sesuatu tidak dihubungkan dengan bisnis pribadi. Adanya hubungan antara pemerintah dan pihak asuransi sangat berpotensi membelokkan tujuan utama dari program populis MBG, yakni pemenuhan gizi masyarakat.
Sumber dana MBG diambil dari APBN negara. Salah satu pemasukan APBN terbesar adalah pajak yang dibayarkan masyarakat. Namun, manfaat dari pembayaran pajak pun tak kunjung datang dalam bentuk pelayanan yang baik. Sebab, dengan ketergantungan pemerintah dengan swasta, dana APBN sangat rawan dikorupsi dan berakibat pada kualitas MBG yang disediakan.
Berbeda dengan penerapan sistem Islam, negara Islam hadir sebagai raa'in (penjaga) bagi masyarakatnya. Negara wajib bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan dan memuaskan kebutuhan rakyat. Pemerintah Islam akan melayani umatnya dengan sebaik-baik riayah. Negara bukan hanya berperan sebagai fasilitator, melainkan pelaku utama dalam perekonomian, dengan kebijakan publik yang bersumber dari syariat Islam. Dana APBN tidak akan diambil dari pajak dan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, negara Islam juga akan memberikan edukasi bermanfaat yang sangat dibutuhkan masyarakatnya. Mulai dari kesehatan pendidikan muamalah dan sebagainya. Dengan itu, kasus kemiskinan gizi maupun stunting dapat terselesaikan dengan tuntas. Begitu pula masalah gizi lainnya. Sebab masyarakat sudah mendapat maklumat yang cukup untuk mencegah maupun mengatasi problem yang menimpanya.
Dalam pemerintahan Islam, rakyat terjamin kesejahteraannya. Sebab semua kebutuhan mereka akan terpenuhi. Layanan pendidikan kesehatan dan fasilitas umum lainnya dapat dinikmati secara cuma-cuma. Karena negara memiliki sumber dana yang besar yang pemasukannya sesuai dengan ketentuan syara dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam. Pemasukan tersebut mencakup harta kepemilikan umum, kharaj, fa'i, dan sebagainya.
Wallahu 'alam.
Via
Opini
Posting Komentar