Opini
Ketika Negeri Kian Terpuruk, Adakah Jalan Keluar?
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia tengah menghadapi masalah serius yang bukan sekadar “fase buruk”, melainkan bukti bahwa sistem yang berjalan sudah jauh dari harapan rakyat. Dari korupsi, ketidakmerataan pendidikan, hingga kekerasan terhadap kebebasan berekspresi, yang semua itu menandakan negeri ini kian kehilangan arah.
1. Korupsi dan Kebocoran Negara yang Fantastis
Korupsi menjadi masalah mendasar yang terus menggerogoti Indonesia. Contoh mencolok:
- Kasus korupsi di PT Timah Tbk dengan kerugian sekitar Rp 300 triliun akibat pengelolaan izin pertambangan dan dampak lingkungan (Kompas.com, 27-2-2025).
- Kasus pengadaan Chromebook Rp 9,9 triliun di Kemendikbudristek yang ditemukan sarat ‘mark up’ harga (Beritasatu.com, 12-9-2025).
Kasus-kasus ini hanyalah sebagian kecil dari skandal lain yang menunjukkan bukan sekadar uang rakyat yang hilang, tetapi juga kepercayaan publik terhadap negara yang terus terkikis.
2. Pendidikan yang Tidak Merata dan Kualitas yang Diragukan
Pemerataan pendidikan masih buruk; sekolah di pelosok kekurangan guru, fasilitas, akses, dan teknologi. Meski 20% APBN dialokasikan, implementasinya jauh dari ideal (Timesindonesia.co.id, 20-2-2025).
Hal ini diperparah dengan rendahnya gaji guru. Mereka yang berada di garda terdepan justru kesulitan memenuhi kebutuhan hidup (Tempo.co, 6/9/2025). Pendidikan yang seharusnya menjadi solusi kemiskinan malah ikut terjebak dalam masalah struktural.
3. Ketidakadilan, Diskriminasi, dan Penindasan Kebebasan
Pemerintah sering represif terhadap protes rakyat, misalnya demonstrasi terkait tunjangan DPR, kenaikan harga, hingga isu ketidakadilan. Aksi-aksi itu dibalas aparat dengan kekerasan (apnews.com, 9-9-2025).
Media massa pun dibungkam; bahkan live Tiktok/Instagram dimatikan saat aksi berlangsung. Banyak laporan kekerasan terhadap jurnalis (Tempo.co, 25-8-2025). Ironisnya, protes terhadap judi online dan pinjol justru seolah dibiarkan, seakan negara tak berdaya menghadapi masalah itu.
4. Krisis Ekonomi dan Ketimpangan Sosial
Lapangan kerja makin sulit didapat. BPS mencatat 7,28 juta orang menganggur per Februari 2025, naik 83.000 orang dari tahun sebelumnya (Ekonomi.bisnis.com, 5-5-2025).
Upah buruh rata-rata hanya Rp 3,09 juta per bulan, angka yang jauh dari layak di kota besar (Bps.go.id, 5-5-2025). Angka kemiskinan pun masih besar: 23,85 juta orang atau 8,47% penduduk pada Maret 2025 (Antaranews.com, 25-7-2025).
Jika memakai standar Bank Dunia, sekitar 60% penduduk Indonesia sesungguhnya hidup di bawah standar layak (Ekonomi.bisnis.com, 5-5-2025). Realitas ini menunjukkan betapa berat kehidupan rakyat, meski data resmi kadang terlihat “membaik”.
Masalah yang Kian Menumpuk
Selain itu, masalah hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, pajak mencekik, harga pokok naik, narkoba dan kriminalitas meningkat, hingga kemerosotan moral juga makin memperburuk keadaan. Negeri ini seolah berada di ujung tanduk kehancuran. Mengapa semua ini terjadi?
Akar Masalah: Sistem Sekuler-Kapitalisme
Banyak pakar menilai penyebab utamanya adalah pejabat tidak amanah dan kesejahteraan rakyat yang diabaikan. Namun lebih dalam, ada sistem yang melahirkan kondisi ini, yakni sekuler-kapitalisme.
Ciri-cirinya:
Keuntungan di atas keadilan: impor murah merugikan rakyat lokal, proyek publik digelembungkan demi kontraktor. Kekuasaan terkonsentrasi di elit yang kemudian memunculkan korupsi, nepotisme, dan kebijakan yang berat sebelah.
Minim akuntabilitas moral, yakni hukum tak adil, transparansi rendah, dan rakyat sulit tahu bagaimana negara mengelola sumber daya.
Adakah Jalan Keluar?
Reformasi biasa tak cukup. Butuh perubahan secara sistemik berupa:
Penegakan hukum adil tanpa pandang bulu.
Transparansi dalam anggaran dan proyek publik.
Kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, bukan sekadar pertumbuhan GDP. Pendidikan merata dengan fasilitas, teknologi, dan guru bergaji layak. Namun semua itu mustahil tercapai jika sistemnya masih sama, yakni sekuler-kapitalisme.
Sistem Islam sebagai Alternatif
Islam menawarkan sistem berbeda yang menempatkan keadilan dan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan, bukan sekadar keuntungan. Prinsip ini tercermin dalam:
1. Ekonomi tanpa riba dan eksploitasi
Riba, monopoli, dan penimbunan dilarang. Sumber daya alam dikelola negara untuk rakyat, bukan swasta atau asing. Pajak bukan sumber utama; ada zakat, kharaj, fai’, dan kepemilikan umum yang hasilnya dikembalikan ke masyarakat.
2. Hukum yang menyeluruh
Aturan syariat bersifat tetap dan adil. Kriminal “berkantong tebal” tak bisa lolos hukum. Semua sama di hadapan Allah.
3. Kepemimpinan sebagai amanah
Pemimpin adalah pelayan rakyat (ra’in) yang wajib memenuhi kebutuhan masyarakat. Kepemimpinan bukan bisnis politik, melainkan amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
4. Pendidikan prioritas
Negara wajib menyediakan pendidikan merata dengan guru bergaji layak, fasilitas memadai, serta kurikulum yang menguatkan iman sekaligus sains.
Dengan fondasi demikian, sistem Islam mampu melahirkan masyarakat adil, makmur, dan bermartabat. Sejarah telah membuktikan bahwa di saat Islam diterapkan secara kaffah, maka peradaban yang lahir akan menyejahterakan seluruh umat manusia, tak hanya kaum muslimin.
Via
Opini
Posting Komentar