Opini
Keracunan MBG Lagi, Mau Bergizi Malah Berujung Tragedi
Oleh: Astuti Rahayu Putri
(Pegiat Literasi Islam)
TanahRibathMedia.Com—Bermula dengan janji-janji manis. Namun nyatanya berujung miris. Begitulah nasib program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belum sampai setahun terlaksana. Alih-alih menurunkan stunting dan meningkatkan gizi anak. Program MBG justru mencatat lebih dari 4.000 kasus keracunan makanan hanya dalam 8 bulan pertama pelaksanaan (kompas.com, 04-09-2025).
Sungguh memilukan. Ketika siswa bisa mengkonsumsi makanan bergizi menjadi harapan. Namun, justru yang terjadi malah tragedi keracunan. Orang tua mana yang tak trauma? Melihat anaknya kesakitan setelah mengkonsumsi makanan yang katanya bergizi.
Maka keracunan secara berulang ini tak bisa dianggap sepele. Karena dampaknya sungguh sangat berbahaya. Sehingga perlu berbenah hingga ke akar masalahnya agar tak terulang kembali. Lalu apa sebenarnya yang menjadi akar masalahnya? Agar dapat memberikan solusi yang tepat sasaran.
Butuh Keseriusan
Memang program MBG yang merupakan janji kampanye Presiden sudah terealisasi. Akan tetapi jangan hanya demi merealisasikan janji, pelaksanaannya jadi tak dipersiapkan dengan matang. Justru ini malah beresiko dan dapat membahayakan kesehatan siswa.
Betul saja, terjadinya keracunan secara berulang menjadi bukti adanya ketidakseriusan negara dalam menjalankan program MBG. Ini bukan soal angka saja. Walaupun jumlah korban keracunan hanya sekian persen, tapi ini tak bisa dianggap biasa. Karena ketika ini dianggap kejadian yang biasa, maka program ini akan minim pembenahan dan rentan terjadi kelalaian yang sangat membahayakan nyawa siswa.
Selain itu, program MBG sebenarnya belum menyentuh akar masalah buruknya gizi anak-anak dan ibu hamil. Apalagi untuk mencegah stunting. Sebab MBG hanya terlaksana di sekolah dan itu pun hanya saat makan siang. Bagaimana dengan gizi anak di rumah? Jika kondisi keluarganya di rumah jauh dari kata sejahtera, boro-boro mau makan bergizi. Bisa makan tiga kali sehari saja sudah sangat bersyukur.
Maka, permasalahan gizi anak bukan hanya sekedar dengan pemberian makan gratis kemudian tuntas. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang sudah sistemik imbas dari penerapan sistem kapitalisme. Kapitalisme telah membuka jurang kesenjangan sosial semakin menganga. Bagaimana tidak, kepentingan rakyat jadi terpinggirkan demi mengedepankan kepentingan para elit. Sehingga sangat mempengaruhi bagaimana kebijakan saat ini yang diberlakukan. Tak heran jika rakyat makin tersiksa, sedangkan penguasa malah makin kaya raya. Melihat bahwa akar masalah ini bermuara dari sistem, maka solusinya juga perlu menyentuh sampai pada sistem juga. Bagaimana caranya?
Islam, Serius Menyejahterakan
Bukan hal yang mustahil adanya suatu sistem yang dapat berpihak pada rakyat. Sebab sistem Islam pernah membuktikannya. Saat sistem Islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan, lahirlah para pemimpin (Khalifah) yang begitu mementingkan kepentingan rakyat. Salah satunya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Di bawah kepemimpinannya, semua rakyat merasakan kesejahteraan secara merata. Sampai-sampai tidak ada seorang pun yang masuk dalam kategori miskin untuk diberikan subsidi atau zakat. Begitulah istimewanya kebijakan ekonomi yang berlandaskan pada syariat Islam. Berhasil menuntaskan kemiskinan dan memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya.
Selain itu, dalam Islam pemimpin memiliki fungsi sebagai rain (pengurus/penggembala) sekaligus junnah (pelindung) bagi umat. Sehingga Khalifah akan bersungguh-sungguh melaksanakan kedua fungsi tersebut karena kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Melalui kesungguhan Khalifah menjamin kesejahteraan rakyat serta dukungan edukasi yang baik tentang gizi. Maka masalah gizi akan terselesaikan dan kasus stunting dapat dicegah. Bahkan bukan hanya permasalahan gizi saja yang tuntas, permasalahan kehidupan lainnya juga akan terpecahkan. Asalkan mau mengikuti apa-apa yang Allah perintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya. Seperti yang tertera dalam Al-Qur'an:
ثُمَّ جَعَلْنٰكَ عَلٰى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
"Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui" (QS Al- Jasiyah ayat 18).
Wallahu a'lam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar