Opini
Tunjangan Fantastik Anggota DPR, Sistem Rusak Keblinger
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah kondisi ekonomi yang kian mencekik rakyat, negara justru menetapkan kebijakan nirempati. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperoleh tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan. Sehingga total gaji beserta tunjangan yang didapatkan melebihi Rp 100 juta per bulan. Tentu saja, keputusan ini menggores hati rakyat. Di tengah badai ekonomi yang belum kunjung berhenti, negara malah membuat keputusan di luar logika.
Senada dengan pendapat Pakar Kebijakan Publik UPN Jakarta, Ahmad Nur Hidayat. Kebijakan pemerintah saat ini jelas-jelas telah mengkhianati amanah rakyat. Ahmad menuturkan, kebijakan ini sama sekali tidak bijak di tengah kondisi konomi yang kian memburuk dan tidak sebanding dengan kinerja anggota dewan (beritasatu.com, 20-8-2025).
Merespon kebijakan tersebut, rakyat akhirnya turun ke jalan. Demontrasi dilakukan di depan Gedung MPR/DPR pada Senin (25 Agustus 2025). Ketimpangan penghasilan antara anggota DPR dan rakyat biasa telah membuat rakyat marah. Kemarahan rakyat ini pun terdengar hingga telinga media internasional.
Sorotan tajam ditujukan oleh Straits Times lewat artikel yang berjudul, "Indonesian police clash with hundreds protesting against parliamentarian’s salaries" (bisnis.com, 26-8-2025). Straits Times menyoroti baku hantam antara pendemo dan pihak kepolisian, hingga penyemprotan gas air mata dan meriam air. Media ini pun menyorot pendapatan yang diperoleh anggota dewan yang jauh di atas pendapatan rata-rata rakyat pada umumnya.
Realita Bobroknya Pengaturan
Kabar tentang tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta bagi anggota dewan sontak membuat rakyat kecewa. Ketika rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, para pejabat dengan entengnya menetapkan anggaran besar untuk kepentingan pribadi. Fenomena ini bukanlah hal baru, justru menjadi tradisi yang terlalu sering terjadi.
Pengaturan sistem yang saat ini diadopsi, disandarkan pada sistem yang senantiasa mengedepankan kepentingan penguasa dan oligarki. Sementara kepentingan rakyat dilalaikan begitu saja. Sistem rusak yang kini diterapkan, demokrasi kapitalisme dibangun di atas asas sekularisme. Yakni pengaturan yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Dampaknya, sektor politik dan kepemimpinan tidak lagi diartikan sebagai amanah untuk melayani rakyat. Akan tetapi sebagai sarana untuk memperoleh materi, pengaruh, serta kekuasaan.
Sistem rusak ini pun meniscayakan fenomena politik transaksional yang dipandang sebagai hal yang wajar. Biaya politik yang tinggi membuat jabatan dipandang sebagai “investasi”. Mau tak mau modal saat menjabat pun harus dikembalikan, apapun caranya. Wajar adanya, saat para penguasa yang duduk di kursi legislatif disibukkan dengan penentuan besaran anggaran demi kenyamanan dan keuntungan pribadi, sementara penderitaan rakyat dilupakan begitu saja.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa jabatan dalam sistem demokrasi, tidak mampu ditempatkan sebagai amanah yang harus diemban. Penguasa hilang empati. Rakyat kian menderita karena tidak ada pilihan lain selain menerima kenyataan yang ada.
Kekuatan Sistem Islam
Islam menawarkan harapan. Sistem Islam ditetapkan berdasarkan pada akidah Islam, bukan akal manusia. Syariat Allah Swt. menjadi pedoman dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pengaturan negara dan pelayanan kebutuhan umat.
Dalam Islam, jabatan adalah amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda:
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Karena itu, seorang anggota perwakilan rakyat, Majelis Umat lembaga syura dalam sistem Islam, tidak pernah memandang jabatan sebagai jalan praktis untuk memperkaya diri. Para wakil rakyat menyadari bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang ditetapkan, serta kelalaian yang diperbuat akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Kekuatan iman yang tangguh menjadi benteng yang menjaga para wakil rakyat agar tidak mudah tergelincir pada praktik korupsi, sikap serakah, dan perbuatan zalim.
Sejarah kepemimpinan dalam Islam menorehkan kemuliaan pemimpin dalam mengurus setiap urusan rakyatnya. Salah satunya, Khalifah Umar bin Khaththab ra.
Umar dikenal sangat takut jika ada rakyatnya yang kelaparan. Beliau pernah memanggul sendiri karung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu yang anaknya menangis kelaparan.
Bahkan beliau berucap, "Seandainya ada seekor keledai terperosok di Irak, aku khawatir Allah Swt. akan menanyakan mengapa aku tidak membuat jalan yang baik untuknya." Apiknya standar kepemimpinan dalam Islam, sikap peduli, empati, dan selalu menyadari bahwa pemimpin adalah pelayan dan pelindung rakyat.
Contoh lainnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun dikenal dengan masa kepemimpinan yang singkat, beliau mampu menghapuskan praktik korupsi dan memberi teladan hidup sederhana. Umar bin Abdul Aziz menolak menggunakan fasilitas negara untuk keluarganya. Bahkan lampu minyak istana akan beliau matikan jika digunakan untuk urusan pribadi. Pada masa pemerintahannya, rakyat begitu makmur hingga hampir tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat.
Konsep kepemimpinan dalam Islam melahirkan sosok pemimpin amanah dan bertanggung jawab. Bukan pemimpin yang serakah memperkaya diri, namun pemimpin yang senantiasa menjaga dan mengayomi.
Kekecewaan rakyat terhadap tunjangan fantastis bagi pejabat hanyalah satu dari deretan bukti buruknya demokrasi kapitalisme. Sistem ini hanya melahirkan kemiskinan sistematis, kesenjangan sosial, politik transaksional, dan pemimpin yang lalai terhadap rakyat.
Islam memberikan solusi hakiki berupa sistem yang diterapkan dalam institusi khas, yakni khilafah. Dengan asas akidah, pedoman syariat, dan tujuan ridha Allah Swt. Konsep ini niscaya melahirkan pemimpin tangguh dengan kekuatan iman demi melayani rakyat sebagai bentuk ketundukan pada hukum syarak.
Sistem yang amanah mutlak dibutuhkan demi perubahan sistematis, terstruktur dan kuat dalam melayani umat dengan penuh ketulusan. Islam-lah satu-satunya pedoman. Hanya dengan sistem dan pengaturannya, rakyat terjaga sempurna.
Wallahu alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar