Opini
Iuran BPJS Naik, Beban Rakyat Kian Berat
Oleh: Arum Indah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kabar kenaikan iuran BPJS bukan lagi sekadar isu belaka. Kali ini, pemerintah benar-benar akan menaikkan tarif BPJS pada 2026 mendatang. Keputusan ini tertuang dalam buku Nota Keuangan II Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa tahun depan merupakan waktu yang tepat untuk menaikkan iuran BPJS setelah lima tahun tidak pernah mengalami kenaikan tarif. Kenaikan ini juga dipyandang urgen demi menjaga KEBERLANGSUNGAN program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sri berjanji kenaikan BPJS akan dibarengi dengan penambahan jumlah penerima bantuan iuran (Tempo.co, 25-8-2025).
Adapun pertimbangan lainnya adalah alarm darurat dari keuangan BPJS yang mengalami defisit sebab rasio klaim yang terjadi telah lebih dari 100 persen. Pada Juli 2025, rasio klaim kesehatan menyentuh angka 107,24 persen. Pada Desember 2024, rasio klaim kesehatan juga menyentuh 105,9 persen. Walau tidak ada batasan baku klaim kesehatan, pemerintah menilai rasio klaim idealnya berada di bawah 100 persen. Jika rasio klaim terus berada di atas 100 persen, kondisi ini mengindikasikan pembayaran klaim lebih besar daripada pendapatan yang diterima sehingga dikhawatirkan aset BPJS akan menurun drastis.
Di sisi lain, beban APBN yang sudah terlampau besar akibat program prioritas presiden MBG yang menyedot APBN hingga Rp 335 triliun telah menyebabkan pemerintah harus menciptakan kondisi yang seimbang antara meringankan APBN dan menyelamatkan program JKN, apalagi kondisi RAPBN 2026 sudah dipastikan akan mengalami defisit. Alhasil, kenaikan iuran BPJS menjadi solusi yang dipilih oleh pemerintah guna mencegah pelebaran defisit APBN.
Beban Rakyat Kian Berat
Meski kenaikan akan diberlakukan secara bertahap, langkah pemerintah ini tetap menuai kontra dari banyak kalangan. Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa menaikkan iuran BPJS justru akan menambah beban berat masyarakat. Di saat kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja yang diindikasikan dengan daya beli masyarakat yang terus melemah, PHK besar-besaran, harga kebutuhan pokok yang melambung, pajak yang terus membebani masyarakat, dan kini rakyat harus dihadapkan lagi dengan kenaikan iuran BPJS.
Kenaikan tarif BPJS ini juga dipastikan akan menambah beban bagi para pekerja sektor informal atau pekerja berpenghasilan rendah dan para pekerja swasta. Tentunya, pengeluaran tiap bulan mereka akan terus bertambah, sedangkan penghasilannya belum tentu mengalami penambahan.
Timbul Siregar selaku Koordinator Advokasi BPJS Watch berpendapat bahwa kenaikan iuran ini akan memperburuk situasi. Alih-alih meningkatkan pemasukan, besar kemungkinan kebijakan ini justru memicu terjadinya peningkatan jumlah iuran tertunggak. Para peserta BPJS mandiri kelas III dikhawatirkan tidak mampu membayar iuran sebab beban pengeluaran keluarga yang makin tinggi. Jika itu terjadi, tentunya akan banyak peserta BPJS yang tidak akan memperoleh pelayanan memadai. Keputusan menaikkan iuran BPJS ini merupakan kebijakan yang menzalimi rakyat. Rakyat terus dihadapkan pada kesulitan hidup.
Kapitalisme Sumber Masalah
Tingginya beban masyarakat di Indonesia hari ini tidak lepas dari sistem yang dianut negara ini, yaitu sistem kapitalisme liberal. Dalam sistem kapitalisme, negara tidak berfungsi sebagai pelindung atau pelayan umat, melainkan hanya sebatas regulator. Dengan dalih subsidi silang dan tolong-menolong, pemerintah pun membuat kebijakan pengutipan iuran kesehatan, padahal kesehatan harusnya menjadi tanggung jawab negara dan tidak boleh diserahkan kepada rakyat ataupun pihak swasta. Kesehatan adalah hak bagi setiap warga negara. Negara wajib berupaya maksimal untuk meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan.
Mungkin akan muncul pertanyaan dalam benak kita, dari mana dana pemerintah untuk membiayai seluruh kesehatan warga negara Indonesia? Jawabannya adalah dari kekayaan alam yang terdapat di negeri ini. Minyak dan gas bumi, emas, batu bara, timah, nikel, mineral, kekayaan hutan, kekayaan laut, dan lain-lain seharusnya bisa menjadi sumber pendanaan bagi kemaslahatan umat.
Akan tetapi, dalam sistem kapitalisme liberal, kekayaan alam justru diserahkan kepada mekanisme pasar. Kondisi ini mengantarkan pada privatisasi sumber daya alam. Pihak yang dapat melakukan privatisasi sumber daya alam ini tentunya hanya para pemilik modal besar, bukan rakyat biasa. Meskipun pemerintah berdalih bahwa mereka tetap memiliki saham besar di beberapa perusahaan tambang, nyatanya keuntungan saham pemerintah tak berimbas apa pun pada kemaslahatan rakyat.
SDA yang telah diprivatisasi membuat negara ini tidak memiliki pemasukan untuk membiayai belanja negara. Akhirnya, cara paling mudah yang ditempuh pemerintah adalah menetapkan pajak bagi masyarakat. Terbukti dalam RAPBN 2026, lebih dari 74 persennya dibiayai oleh pajak. APBN yang sebagian besarnya didanai pajak dari rakyat, justru dananya banyak masuk ke kantong-kantong para pejabat yang tak bertanggung jawab. Di sisi lain, APBN negeri ini terus mengalami defisit.
Demikian halnya dalam hal kesehatan. Pemerintah justru melepaskan tanggung jawabnya dalam menyediakan kesehatan dan mengalihkannya kepada rakyat melalui sistem iuran BPJS, juga ke pihak swasta. Akhirnya, rakyat kembali dipaksa untuk memenuhi kebutuhan yang harusnya menjadi tanggungan negara.
Islam Solusi Tuntas
Dalam Islam, khalifah (pemimpin kaum muslimin) wajib bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Kebutuhan pokok itu berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Dahulu, pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun, Baghdad yang merupakan kota yang tidak terlalu besar luasnya pada masa itu berhasil menjadi pusat perkembangan ilmu kedokteran dan memiliki dokter yang sangat banyak. Dokter-dokter itu bahkan berkunjung ke rumah-rumah rakyat untuk memeriksa kondisi mereka.
Saat Rasulullah saw. menjabat sebagai kepala negara, beliau juga pernah menerima hadiah berupa seorang dokter, lalu Rasul menugaskan dokter tersebut untuk melayani umat. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesehatan adalah tanggung jawab negara, maka wajib bagi pemerintah untuk menjamin terealisasinya kesehatan bagi masyarakat.
Rasulullah saw. bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Pemimpin yang menguasai rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas orang-orang yang dipimpinnya.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah.
Dari sisi pendanaan, Islam menetapkan bahwa kekayaan alam adalah milik umat, tidak boleh diprivatisasi atau dikuasai asing. Negara wajib mengelola kekayaan alam itu dan hasilnya harus dikembalikan kepada umat dalam bentuk peningkatan pelayanan fasilitas umum, baik itu kesehatan, pendidikan, jalanan umum, dan lain sebagainya. Dengan kekayaan alam luar biasa yang dimiliki Indonesia, bukan tidak mungkin pemerintah bisa mewujudkan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat.
Oleh karenanya, pemerintah dilarang membebankan kesehatan kepada masyarakat, seperti mengutip iuran sebagaimana yang terjadi di kondisi hari ini.
Namun, perlu diingat bahwa mekanisme Islam yang telah dijelaskan di atas, hanya bisa terealisasi jika negara ini mau mencampakkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam, sistem yang akan membawa kebaikan bagi semua makhluk yang ada di bumi.
Wallahu ’alam bisawab.
Via
Opini
Posting Komentar