Opini
Mengupas Kurikulum Berbasis Cinta
Oleh: Khonsa An Naura D.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia sudah biasa dengan yang namanya sinetron bertema cinta. Tapi, bagaimana jadinya jika cinta menjadi dasar kurikulum. Dilansir dari Republika.co.id (26-07-2025), bahwa Kementerian Agama Republik Indonesia telah resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) kurikulum ini menjadi wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Nasruddin Umar selaku Menteri Agama Republik Indonesia mengatakan bahwa hal tersebut merupakan usaha yang dilakukan untuk menghadirkan kesadaran universal dan juga membangun peradaban dengan cinta sebagai fondasi. Profesor Amin Suyitno selaku Dirjen pendidikan Islam Kemenag mengatakan dengan KBC akan melahirkan generasi yang cara berpikir, merasa, dan bertindaknya adalah dengan cinta. Juga mencetak manusia yang utuh bukan hanya orang pintar.
Jika dilihat secara sekilas, dari namanya saja KBC ini adalah sesuatu yang sangat menarik. Seakan menawarkan gagasan yang sangat baik. Namun Apakah benar demikian adanya? Mari kita lihat secara mendalam! Di balik KBC ini ternyata terdapat bahaya yang mengancam umat muslim. Mengapa? Sebab, kurikulum ini mengajarkan deradikalisme sejak dini dengan berbagai macam bentuknya. Muslim yang ingin menerapkan Islam secara Kaffah akan dilabeli radikal dan ekstrim. Sehingga, akan dijauhi, dimusuhi, pengajiannya dibubarkan, dan lain sebagainya. Sedangkan nonmuslim diperlakukan begitu hormat, sangat santun, lemah lembut, rumah ibadah mereka dijaga, hari raya mereka dirayakan berbarengan, dll. Selain itu, generasi muslim diajarkan untuk bersikap keras pada sesama muslim, dan berperilaku lemah lembut kepada nonmuslim.
Maka dari itu tampaklah Kurikulum Berbasis Cinta ini berasa sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan. KBC ini menjauhkan generasi dari aturan agama dan juga menjadikan akal semata sebagai sumber hukum dan penentu segala sesuatu. Padahal, akal manusia itu cakupannya terbatas. Dalam Islam, sekularisme adalah hal yang salah dan batil kurikulum dalam Islam harus berbasis akidah Islam. Bukan yang lain. Apalagi hanya berbasis cinta. Karena, akidah Islam adalah dasar dari landasan berpikir sehari-hari bagi seorang muslim, dan juga bagi negara Islam. Hal ini bertujuan untuk menerapkan Islam secara Kaffah seperti yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (Kaffah) dan janganlah kalian mengikuti setan sesungguhnya dia itu musuh yang nyata." (TQS. Al Baqarah: 208)
Penanggung jawab atas diterapkannya akidah Islam sebagai asas segala sesuatu adalah negara. Ialah yang mempunyai kewajiban menjaga aqidah rakyatnya. Salah satu cara menjaga aqidah adalah menjadikannya sebagai asas. Maka dari itu, di konteks Pendidikan, kurikulumnya harus berbasis akidah Islam. Yang mana pendidikan adalah bidang strategis bagi masa depan umat.
Untuk mencetak generasi yang bersyakshiyah Islam tidak cukup hanya dengan cinta. Akal tanpa akidah laksana pohon tanpa akar. Apabila dari segi akidah rakyatnya kuat maka, mereka akan taat secara maksimal terhadap syariat Allah dan menjauhi larangannya sekuat mungkin. Dengan begitu ia akan dapat menyelesaikan semua masalah yang melanda dirinya dan juga umat. Nah, sistem mana lagi yang mengatur sedemikian rupa segala aspek kehidupan selain sistem islam. Diatur bukan berarti terkekang. Sebab, di dunia ini kita hanya memiliki satu tugas. yakni mencari ridho Allah. diatur berarti mencari Ridha Allah. yang dampak baiknya kembali pada umat itu sendiri.
Wallahualam bi ash-shawaab.
Via
Opini
Posting Komentar