Opini
Kemiskinan Melanda, Sistem Islam Jawabannya
Oleh: Eka Sulistya
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan tingkat kemiskinan di perkotaan meningkat dari 6,66% atau setara 11,05 juta jiwa pada September 2024 menjadi 6,73% atau setara 11,27 juta jiwa pada Maret 2025. BPS menjelaskan, di tengah tren peningkatan jumlah kemiskinan di perkotaan, jumlah kemiskinan di perdesaan justru menurun dari 11,34% atau setara 13,01 juta jiwa pada September 2024, menjadi 11,03% atau setara 12,58 juta jiwa pada Maret 2025 (Beritasatu.com, 25-07-2025).
Kondisi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut ditandai oleh rendahnya kemampuan pendapatan seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Kemiskinan adalah salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa. Bahkan Islam memandang kemiskinan merupakan suatu ancaman dari setan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Setan menjanjikan (menakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui." (TQS. Al-Baqarah: 268)
Tolok ukur kemiskinan ini berlaku untuk semua manusia, kapanpun dan di manapun mereka berada. Persoalan kemiskinan di negeri ini sudah lama berlangsung. Namun belum ada strategi dan program yang mampu mengatasi persoalan ini ke akarnya. Tingginya kriminalitas adalah bukti nyata banyak rakyat hidup dalam kubangan kemiskinan. Bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Pertanyaannya, apa yang menjadi penyebab kemiskinan di negeri ini? Berikut beberapa faktor yang menjadi penyebab kemiskinan di negeri ini:
1. PHK besar-besaran.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan, dari Januari-Juni 2025 jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 42.385 orang (Waspada.id, 24-7-2025).
PHK besar-besaran menerpa di negeri ini. Banyak perusahaan besar gulung tikar. Perusahaan yang selama ini menyerap jutaan tenaga kerja tak mampu lagi melanjutkan produksinya. Perusahaan ini mengambil jalan untuk merumahkan (PHK) karyawannya karena tak mampu membayar gaji karyawannya. Kondisi perekonomian yang "kolaps" membuat pemasukan tak menentu. PHK ini membuat banyak karyawan yang kehilangan pekerjaan. Akibatnya angka kemiskinan naik secara signifikan.
2. Pengangguran.
Laki-laki wajib memberi nafkah keluarganya untuk sehari hari terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Terpenuhi tidaknya ketiga kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi penentu miskin -tidaknya seseorang. Pengangguran negeri ini angkanya cukup banyak. Banyak sarjana bahkan magister tak mempunyai pekerjaan yang layak. Dari sisi ilmu para sarjana mumpuni, namun lapangan pekerjaan yang tak memadai.
3. Lapangan pekerjaan yang semakin sempit.
Kesulitan mencari pekerjaan meyebabkan tingginya angka pengangguran. Ketidakmampuan perekonomian dalam menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menampung angkatan kerja baru.
4. Naiknya harga komoditas pangan.
Komoditas pangan seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih. Komoditas pangan diperlukan oleh keluarga untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Namun komoditas pangan dari hari ke hari harganya merangkak naik. Hal ini banyak keluarga yang tak mampu membelinya.
5. Penerapan sistem Kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalisme sangat mustahil mengurangi kemiskinan. Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan negara sebagai suatu pihak yang tidak bisa melakukan solosi selain membuat regulasi. Rakyat tidak bisa terpenuhi seluruh kebutuhan hariannya karena negara tidak bisa mengurusi kebutuhan rakyatnya. Suatu hubungan negara dengan rakyat itu hanya sekedar hubungan jual beli saja seperti antara penjual dan pembeli. Sistem Kapitalisme lebih perhatian kepada citra ekonomi dibanding realitas penderitaan rakyatnya itu sendiri. Akar kemiskinan yang ekstrem bukan pada tempatnya, tetapi pada sistem ekonomi Kapitalisme yang menciptakan jurang antara kaya-miskin.
Kekayaan tertimbun di segelintir elite, sementara jangkauan terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang sangat layak semakin sulit dan sangat mahal. Bukan malah mengurus kesejahteraan rakyat, negara dalam sistem kapitalisme ini hanya saja berperan sebagai penyelenggara angka dan pengarah kepada pasar bebas. Solusi saat ini yang ditawarkan pun tidak pernah menyentuh akar masalah: sistem ekonomi kapitalisme yang cacat dan menekan.
Di sisi lain, rakyat Indonesia masih mengalami krisis ekonomi dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik menyebut, sebanyak 25,22 juta penduduk Indonesia masuk pada kategori miskin per Maret 2024. Selain itu, data terakhir BPS juga menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir. Ini menjadi ironi. Ketika masih banyak rakyat Indonesia berjuang lepas dari garis kemiskinan agar hidup lebih sejahtera, para pejabat dan wakil rakyat justru mengadopsi gaya hidup hedonisme. Di tengah kemiskinan melanda, pejabat berfoya-foya dengan uang negara.
Sistem Islam Solusi Permasalahan Kemiskinan
Dalam Sistem Islam, negara sangat bertanggung jawab penuh atas segala kebutuhan dasar masyarakatnya seperti pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan tanpa syarat apapun. Islam sangat menegaskan bahwa suatu kepemimpinan adalah amanah yang sangat berat. Oleh karenanya, pemimpin dalam Islam akan memiliki suatu dorongan yang sangat kuat untuk menjalankan peranannya sebagai pengurus dan menjaga rakyatnya. Mereka akan selalu memenuhi segala hak-hak rakyat dengan jalan menerapkan syariat Islam secara kafah.
Sumber daya alam dikelola negara untuk kemaslahatan umat, bukan dikomersialkan. Khilafah tidak mengukur kemiskinan dari angka PPP (Purchasing Power Parity) buatan lembaga internasional, melainkan dari apakah kebutuhan pokok setiap individu terpenuhi secara layak atau tidak. Prinsip pengelolaan kekayaan alam adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk dikomersialkan. Negara mengalokasikan hasil pengelolaan harta milik umum untuk kesejahteraan rakyat berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, BBM, listrik, dll.) secara murah, bahkan gratis.
Sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat besar untuk mendapatkan layanan di publik. Ini tentu meminimalkan pengeluaran rakyat sehingga harta individu rakyat bisa digunakan untuk kebutuhan lainya. Negara harus selalu membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan mendorong untuk setiap laki-laki dewasa yang sehat untuk bisa bekerja sehingga tidak ada yang pengagguran. Ini semua bisa ditempuh dengan melakukan suatu industrialisasi dalam skala yang sangat luas, untuk pemberian modal dan keterampilan untuk usaha rakyatnya, pemberian lahan tanah mati untuk bisa dihidupkan, pemberian beberapa subsidi bagi petani, dan masih banyak lagi.
Bilamana ada lelaki dewasa sehat yang malas tidak mau bekerja, negara akan memaksa pria dewasa tersebut untuk bekerja. Negara akan memberikan bantuan kepada fakir dan miskin sehingga terbebas dari kemiskinannya. Mekanisme penanggulangan kemiskinan yang terjadi ini akan terus dilakukan hingga setiap rakyatnya terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Via
Opini
Posting Komentar