Opini
Ironi 80 Tahun Kemerdekaan: Indonesia Masih Terjajah
Oleh: Umi Zahra
(Sahabat Tanah Ribath Media)l
TanahRibathMedia.Com—Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia secara simbolik bebas dari penjajahan fisik. Namun setelah delapan dekade, fakta-fakta berikut menunjukkan bahwa kedaulatan bangsa ini masih rapuh.
1. Ketergantungan ekonomi dan utang luar negeri
Per Maret 2025, utang luar negeri Indonesia mencapai Rp8.319 triliun (Kementerian Keuangan RI, APBN 2025). Ketergantungan pada pinjaman luar negeri membuat kebijakan ekonomi rentan dikendalikan lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
2. Penguasaan sumber daya alam oleh Asing
Freeport Indonesia (tambang emas dan tembaga terbesar di Papua) selama puluhan tahun mayoritas sahamnya dimiliki PT Freeport-McMoRan (AS), baru pada 2018 sebagian diambil alih, namun kontrak dan teknologi masih bergantung pada pihak asing. Menurut laporan Kementerian ESDM 2024, 70% tambang nikel Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, sebagian besar ke Cina, tanpa pengolahan maksimal di dalam negeri.
3. Intervensi politik global
Indonesia adalah anggota WTO, IMF, dan World Bank yang peraturannya sering memaksa negara anggota menyesuaikan kebijakan perdagangan dan investasi sesuai kepentingan pasar global (WTO Agreement, 1995). Perjanjian internasional seperti RCEP dan CEPA membatasi ruang negara untuk mengatur ekonominya sendiri.
4. Penjajahan budaya dan pemikiran
Budaya pop Barat/Korea lebih di kenal oleh generasi muda di era saat ini daripada sejarah bangsanya. Menurut Laporan Kominfo 2024: 87% konten digital yang diakses remaja Indonesia berasal dari luar negeri. Ideologi sekularisme, liberalisme, dan hedonisme menyusup lewat beberapa aspek seperti pendidikan, media sosial, dan film.
Bentuk Penjajahan Gaya Baru (Neo-Kolonialisme)
Penjajahan saat ini tidak lagi datang dalam bentuk tentara bersenjata, melainkan melalui neo-kolonialisme—dominasi asing dalam aspek ekonomi, politik, hukum, dan budaya.
Ekonomi: Sistem kapitalisme global membuat negara berkembang seperti Indonesia menjadi pemasok bahan mentah murah, sedangkan nilai tambah dinikmati negara maju.
Politik: Demokrasi sekuler membuka pintu bagi oligarki dan lobi asing untuk mengendalikan kebijakan lewat pendanaan politik.
Perdagangan dan Hukum: Perjanjian internasional menjadi alat hukum yang mengikat negara agar tunduk pada mekanisme pasar bebas.
Budaya: Penetrasi budaya asing melemahkan identitas Islam mayoritas rakyat dan menumbuhkan gaya hidup konsumtif dan hedon.
Sehingga kemerdekaan yang kita miliki saat ini lebih tepat disebut “kemerdekaan semu”
bendera berkibar, lagu dinyanyikan, tetapi arah pembangunan tetap dikendalikan kekuatan global.
Kemerdekaan Hakiki
Islam memandang kemerdekaan sejati adalah ketika umat terbebas dari dominasi manusia dan hanya tunduk serta patuh pada aturan Allah Swt.
1. Penerapan syariat Islam kaffah
Ekonomi berbasis kepemilikan umum (sumber daya alam) untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk investor asing. Rasulullah ï·º bersabda:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud).
Menghapus sistem riba, utang luar negeri yang menjerat, dan membangun kemandirian industri.
2. Persatuan umat di bawah naungan Khilafah
Mengakhiri perpecahan negara-negara muslim yang memudahkan intervensi asing. Satu kepemimpinan yang kuat akan mampu melawan tekanan politik dan ekonomi global.
3. Memutus ketergantungan pada sistem global
Keluar dari perjanjian internasional yang merugikan. Membangun perdagangan berbasis keadilan, tanpa merugikan rakyat dan tanpa tunduk pada monopoli asing.
80 tahun sudah kita merdeka secara simbolik, namun penjajahan dengan gaya baru terus mencengkeram. Kita masih menjadi pasar, pemasok bahan mentah, dan konsumen ideologi asing. Selama aturan yang kita terapkan adalah buatan manusia, penjajahan akan terus berlangsung.
Kemerdekaan hakiki hanya akan tercapai jika Indonesia dan umat Islam kembali pada hukum Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:
"Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka." (TQS. Al-Maidah: 49)
Via
Opini
Posting Komentar