Opini
Delapan Dekade Merdeka, Pendidikan Masih Jauh dari Harapan Anak Bangsa
Oleh: Lia Ummu Thoriq
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Hari ini sudah delapan dekade Indonesia merdeka, usia yang tak lagi muda. Delapan dekade bangsa ini bebas dari penjajah yang menyengsarakan anak bangsa. Delapan dekade anak bangsa menghirup udara kemerdekaan yang nyata. Namun di balik delapan dekade kemerdekaan, masih menyimpan luka. Anak bangsa tak semua mendapatkan akses pendidikan secara nyata. Pendidikan masih menjadi barang langka di negara kita.
Salah satu contohnya adalah potret pendidikan di Seko, Luwu Utara, setelah 80 tahun merdeka. Ruang kelas berdinding papan dan beralaskan tanah adalah sebagian potret pendidikan di wilayah terpencil di negeri ini. Ada wajah-wajah yang bersemangat dan penuh harapan untuk belajar. Ruang kelas yang digunakan jauh dari layak, berbanding terbalik dengan ruang-ruang kelas yang ada di kota. Lantainya berupa tanah dengan dinding papan yang mulai bolong. Papan tulis kayu di depan sudah tua dan lapuk, ada dua bagian yang bolong tepat di tengah (Kompas.id, 10-08-2025).
Inilah potret pendidikan di negara kita. Pendidikan masih menjadi PR di negeri ini. Tidak semua anak bangsa merasakan bangku pendidikan. Salah satu pengganjal anak bangsa menikmati pendidikan adalah biaya yang tinggi. Banyak anak bangsa yang putus sekolah karena tak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Meski pemerintah menyediakan biaya gratis untuk sekolah-sekolah negeri, namun hal ini tak mampu menjawab kegelisahan anak negeri. Orang tua atau wali murid masih harus membayar biaya yang cukup tinggi. Tak sedikit anak-anak yang putus sekolah di tengah jalan. Penghasilan orang tua yang pas-pasan bahkan kurang membuat mereka berhenti sekolah di tengah jalan.
Begitu juga dengan beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah di perguruan tinggi juga tak menjawab persoalan pendidikan di negeri ini. Perguruan tinggi mayoritas tersebar di kota-kota besar, dengan biaya hidup yang sangat tinggi. Tak sedikit calon mahasiswa yang putus harapan karena tak mampu mengejar pendidikan di perguruan tinggi di kota besar.
Selain biaya yang tinggi, sarana dan prasarana (sapras) pendidikan juga tak merata di negeri ini. Daerah terpencil, saprasnya jauh dari kata layak dan banyak yang rusak. Mereka menggunakan sapras seadanya untuk melanjutkan denyut nadi pendidikan. Tak sedikit sapras didapat dari iuran warga.
Itulah gambaran pendidikan di negeri kita.
Negeri yang kaya raya namun rakyatnya tak mampu merasakan pendidikan secara merata. Sistem kapitalisme adalah penyebabnya. Sistem kapitalisme meniscayakan pendidikan berkualitas tidak merata, karena layanan diberikan kepada pihak swasta dan negara sekadar sebagai regulator semata. Kapitalisme hanya mengutamakan daerahnya yang dianggap bernilai ekonomi, sementara daerah terpencil dilupakan dan diabaikan. Selain itu pendidikan diberlakukan sebagai komoditas. Kapitalisasi pendidikan satu keniscayaan sebagai buah penerapan sistem kapitalisme. Kualitas sekolah ditentukan kemampuan finansial, sehingga diskriminatif. Layanan pendidikan susah didapat untuk rakyat yang miskin.
Jelas hari ini sistem kapitalisme tidak mampu menyelesaikan permasalan pendidikan. Pendidikan masih menjadi PR besar di negeri ini. Delapan dekade Indonesia merdeka, namun pendidikan masih jauh dari harapan anak bangsa. Butuh sistem alternatif agar pendidikan dapat di rasakan oleh anak-anak bangsa. Butuh sistem alternatif yang mampu menyejahterakan nasib para guru. Sistem tersebut adalah sistem Islam yang bersumber dari wahyu Allah Swt.
Sistem Islam Solusi dari Masalah Pendidikan
Rasulullah saw. bersabda:
"Imam adalah ra'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR. Bukhari).
"Sesungguhnya Al imam (Khalifah) itu adalah perisai orang-orang yang akan berperang di belakangnya, mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya" (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Kedua hadis di atas menyadarkan kita bahwa standar kepemimpinan harus disandarkan kepada Islam. Sosok pemimpin dalam Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Islam menjadikan pendidikan dengan kualitas terbaik berada dalam tanggungjawab negara. Setiap rakyat baik kaya maupun miskin berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan adalah kebutuhan asasi yang harus dirasakan oleh setiap manusia dalam hidupnya. Pendidikan termasuk masalah pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting. Negara merupakan pihak yang berkewajiban mewujudkan pendidikan untuk seluruh rakyatnya, baik miskin maupun kaya muslim maupun nonmuslim. Pendidikan secara gratis dan merata untuk membentuk manusia berilmu, bertakwa dan berketerampilan tinggi. Negara memiliki sumber dana yang mumpuni untuk mewujudkannya. Dana pendidikan diambil dari Baitul Maal, negara mengelola langsung pendidikan tanpa campur tangan swasta.
Dalam pandangan Islam, ada dua kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara. Dua kebutuhan pokok tersebut adalah kebutuhan pokok berupa barang (sandang, pangan dan papan) dan kebutuhan pokok berupa jasa (pendidikan, kesehatan dan keamanan). Pemenuhan kedua kebutuhan tersebut berbeda.
Kebutuhan pokok berupa barang (sandang, pangan dan papan) dimana Islam melalui negara menjamin pemenuhannya melalui mekanisme secara bertahap. Sedangkan pemenuhan kebutuhan pokok berupa jasa (pendidikan, kesehatan dan keamanan) harus dipenuhi oleh negara secara langsung kepada setiap individu rakyat. Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah pelayanan umum (ri'ayatu asy syu-uun) dan kemaslahatan hidup yang terpenting.
Dalam bidang pendidikan Islam juga memberikan porsi perhatian yang sangat besar. Banyak Nash atau hadits yang mendorong kaum muslimin untuk belajar.
Rasulullah bersabda:
"Mencari Ilmu adalah kewajiban atas setiap kaum muslimin" (HR. Thabrani).
Berdasarkan Sirah Nabi dan Tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996) negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan yang luas untuk semua warganya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kesejahteraan atau gaji para pendidik juga sangat diperhatikan. Sebagai contoh Khalifah Umar Bin Khattab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar di Madinah masing-masing sebesar 15 Dinar emas setiap bulannya (1 Dinar = 4,25 g emas).
Begitu pula dengan madrasah An Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad ke enam hijrah oleh khilafah Sultan Nuruddin M. Zanky, di sekolah ini terdapat fasilitas yang memadai. Fasilitas tersebut antara lain asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.
Begitulah cara Islam dalam melaksanakan sistem pendidikan. Sistem pendidikan gratis sehingga semua rakyat bisa merasakannya. Fasilitas yang memadai serta gaji yang cukup untuk para pengajarnya. Dari rahim sistem pendidikan Islam ini akan lahir generasi cemerlang yang mengisi peradaban.
Via
Opini
Posting Komentar