Opini
Penghinaan Nabi Muhammad Kembali Terjadi, Buah Kebebasan ala Demokrasi
Oleh: Yuyun Maslukhah S.Sn
(Pemerhati Masalah Global)
TanahRibathMedia.Com—Bentrokan meletus di Istanbul Turki setelah majalah satire LeMan edisi 26 juni menerbitkan sosok dua kartun yang digambarkan sebagai “Muhammad” dan “Musa”. Kartun itu pun sontak dikecam keras oleh masyarakat karena dianggap menghina nabi Muhammad (CNNindonesia, 1-7-2025).
Hal tersebut memicu kemarahan publik. Meski disangkal oleh pemilik media dan telah dilakukan penangkapan terhadap empat orang oleh polisi Istanbul, rakyat Turki tetap tidak bisa menerimanya.
Kebebasan Berekspresi
Kebebasan ala demokrasi, yakni orang mudah sekali menyampaikan pendapat. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan berekspresi. Atas nama kebebasan berekspresi, pembenci Islam terus mengusik umat Islam. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kasus-kasus terdahulu.
Pada tahun 1988, terdapat Novel (The Satanic Verses) yang dianggap menghina Nabi Muhammad dan istri-istrinya. Kemudian tahun 2005 surat kabar Jyllands Posten menerbitkan 12 karikatur visual Nabi Muhammmad, salah satu di antaranya menggambarkan beliau dengan bom di sorbannya. Tahun 2012 terdapat film (Innocence of Muslims), yang menggambarkan Nabi Muhammad secara sangat terhina. Majalah Charlie Hebdo (2012 & 2010) beberapa kali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad. Pada tahun 2022 Politisi BJP Nupur Sharma, India, membuat pernyataan menghina Nabi Muhammad dalam debat televisi.
Fakta di atas adalah kasus berulang buah dari kebencian musuh Islam (islamofobia) yang telah membutakan hati mereka dan memakai sarana apa saja untuk terus menghancurkan dan merendahkan Islam. Atas nama kebebasan yang dipuja-puja dalam sistem demokrasi, mereka melegalkan pembuatan kartun yang terang-terangan menghina umat Islam, sedangkan Islam jelas melarang penggambaran visual Nabi.
Bukti Cinta adalah Membela
Rasulullah bersabda: “Tidak akan sempurna iman seseorang di antara kalian, hingga aku lebih dia cintai dari dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari & Muslim)
Lantas, bagaimana mungkin seorang muslim membiarkan Nabinya dihina atau dilecehkan oleh musuh-musuh Islam, tanpa adanya pembelaan? Bagaimana bisa seorang Muslim mengaku cinta, tetapi justru mendukung sistem yang tidak menjadikan Nabi sebagai pemimpin tertinggi dalam kehidupan?
Sistem peradaban Islam bukan dibangun atas asas materi atau kemajuan teknologi semata. Islam dibangun atas asas akidah yang lurus yaitu akidah (keimanan) Islam, keimanan kepada Allah dan kerasulan Nabi Muhammad saw. Peradaban Islam tidak dibangun hanya sekedar untuk memuaskan nafsu kebebasan (liberal). Akan tetapi, peradaban Islam tegak dalam Daulah Khilafah Islamiyyah. Di bawah naungan Khilafah, syariat ditegakkan, keadilan dijaga, dan kehormatan Rasulullah dan umatnya dilindungi sepenuhnya.
Sejarah membuktikan selama lebih dari 13 abad, bahwa Khilafah telah menjadi benteng kemuliaan Islam. Islam memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam dengan penerapan Sistem Islam dalam kehidupan oleh negara/Khilafah secara kaffah (menyeluruh). Dan telah diakui oleh sejarawan Barat yang obyektif, H.G. Wells, penulis dan sejarawan Inggris: “Kekhalifahan Islam adalah sistem politik yang sangat mengagumkan, yang mampu mempertahankan stabilitas dan hukum selama berabad-abad.”
Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan untuk para penghina Nabi Muhammad. Hadis riwayat Abu Dawud dan an-Nasa’i: “Ketika seorang wanita Yahudi menghina Nabi dan memburukkannya, lalu seorang sahabat membunuhnya, Nabi tidak memberikan qishash.”
Ini menunjukkan disyariatkannya hukuman mati bagi penghina Nabi, bahkan dari kalangan dzimmi (non-Muslim yang tinggal di negara Islam).
Syarak telah menentukan dengan detail beragam sanksi untuk mereka, baik yang menghina secara langsung dan jelas substansi penghinaannya maupun penghinaan dengan pernyataan yang multitafsir. Siapaun pelakunya, baik kafir harbi, kafir dzimmi ataupun Muslim.
Dalam hukum Islam, terdapat mekanisme hukum yang takzir, salah satunya adalah tentang “Pelanggaran terhadap harga diri”. Ada tiga jenis pembagian pelanggaran terhadap harga diri, yaitu adz-dzam (sindiran halus), al-qadh (segala sesuatu yang berhubungan dengan kehormatan reputasi seseorang), dan at-tahqir (segala sesuatu bentuk celaan, hinaan, pelecehan atau tanda-tanda yang menunjukkan penghinaan).
Sedangkan hukum takzir untuk kasus karikatur Nabi Muhammad ini memenuhi kategori at-tahqir yang menampakkan visual bentuk berupa karikatur/kartun yang tersebar luas (cetak, digital), dijual, menampakkan unsur visual pelecehan, mengandung simbol/gambar yang bertujuan merendahkan sosok mulia. Maka ia dikenai sanksi jilid (cambuk) dan hukuman penjara sebulan sampai dua tahun, tergantung berat dan dampak dari pelecehan tersebut.
Sungguh, Islam sangat tegas terhadap pelaku yang menghina Nabi Muhammad. Ini menunjukkan Islam memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Islam tidak akan memberi ruang dan kebebasan bagi aktivitas yang menghina Nabi, baik secara terang-terangan maupun terselubung. Begitu pula, para pelakunya tidak akan dibiarkan bebas mencederai kehormatan risalah terakhir ini.
Perlu disadari, bahwa mekanisme penjagaan itu hanya dapat ditegakkan secara nyata melalui institusi negara Islam, yaitu Khilafah Islamiyah yang keberadaannya harus diwujudkan terlebih dulu.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar