Opini
Menakar Keefektifan Sekolah Rakyat Untuk Menekan Angka Kemiskinan
Oleh: Lia Ummu Thoriq
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Kemiskinan masih menjadi PR besar di negeri ini. Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan (Wikipedia). Pemerintah melakukan berbagai cara untuk menekan angka kemiskinan yang semakin hari semakin meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total populasi penduduknya (Kompas, 27-07-2025).
Pemerintah berusaha sekuat tenaga dan melakukan berbagai cara untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk menekan angka kemiskinan adalah meluncurkan program Sekolah Rakyat (SR). SR sebagai salah satu langkah strategis untuk memutus rantai kemiskinan antar generasi. Program ini merupakan inisiatif langsung dari pemimpin nomor satu di negeri ini dan ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang selama ini sulit mengakses pendidikan berkualitas (Kompas.com, 21-07-2025).
Pertanyaannya, apakah SR mampu menjawab permasalahan kemiskinan saat ini? Masalah kemiskinan yang terjadi saat ini cukup rumit dan butuh solusi yang mendalam. Sejatinya SR belum menjawab permasalahan kemiskinan yang terjadi saat ini. Kemiskinan tidak hanya beririsan dengan sistem pendidikan namun juga sistem yang lain. Kemiskinan tidak cukup diselesaikan dengan memberikan SR kepada keluarga miskin. Mengapa SR tidak mampu menekan angka kemiskinan?
Salah satu penyebab kemiskinan adalah sempitnya lapangan pekerjaan. Jika pemerintah membuka lapangan pekerjaan yang luas dan membatasi tenaga kerja asing maka kemiskinan sedikit terurai. Namun pemerintah membuka program SR untuk menekan angka kemiskinan. Yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah lapangan pekerjaan yang memadai sehingga rakyat mampu menghasilkan penghasilan sendiri. Dari penghasilan tersebut rakyat dapar memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bergantung dengan yang lain.
Lapangan pekerjaan yang sempit menjadi problem besar di negeri ini. Lulusan sarjana bahkan magister banyak yang menganggur. Lulusan sarjana dan magister ini ingin bekerja di sektor formal namun mereka harus gigit jari. Sempitnya lapangan pekerjaan ini linier dengan "membludaknya" pengangguran di negeri ini. Angka pengangguran cukup fantastis. BPS juga mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang pada Februari 2025. Angka itu meningkat dibandingkan Februari 2024 sebanyak 7,20 juta orang (MetroTV, 25-07-2025).
Badai besar-besaran PHK juga menerpa negeri ini. Banyak perusahaan raksasa yang gulung tikar. Hal ini mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Angka PHK yang terjadi di negeri ini cukup tinggi. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan, dari Januari - Juni 2025 jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 42.385 orang (Waspada.id, 24-7-2025). Hal ini tidak bisa diselesaikan dengan memberikan SR kepada anak-anak yang orang tua terdampak PHK. Jelas SR belum dapat menyelesaikan permasalah kemiskinan yang terjadi di negeri ini.
Realita hari ini, kemiskinan yang terjadi adalah kemiskinan struktural. Menurut Sosiolog Selo Soemardjan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan masyarakat karena suatu struktur sosial masyarakat yang tidak bisa ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Detikedu, 19-11-2021).
Sebuah daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi masyarakatnya tidak dapat menikmati kekayaan tersebut. Inilah yang terjadi di negeri kita saat ini, kekayaan berlimpah ruah namun angka kemiskinan tinggi. Kemiskinan struktural telah menjangkiti negeri kita. Penggusuran atau pembersihan lahan yang dilakukan oleh pemerintah di suatu daerah sehingga menyebabkan masyarakat sekitar tidak memiliki tempat tinggal dan kehilangan pekerjaan.
Semua ini akibat dari penerapam sistem kapitalisme, yang menempatkan negara hanya sebagai regulator oligarki. Negara tidak menjadi pengurus rakyat, baik dalam menyediakan layanan pendidikan dan lapangan pekerjaan. SR memang gratis namun hal ini menunjukkan negara hanya mengurusi rakyat miskin yang tak mampu sekolah. Padahal hari ini masih banyak problem pada sekolah negeri. Permasalah ini baik terkait kualitas pendidikan maupun sarana dan prasarana yang belum memadai, kecukupan dan kualitas tenaga pendidik dan lain-lain. Sejatinya program Sekolah Rakyat (SR) ialah program tambal sulam yang tidak mampu menyelesaikan permasalah kemiskinan di negeri ini.
Sistem Islam Mampu Mengentaskan Kemiskinan dan Menjamin Pendidikan Gratis
Rasulullah saw. bersabda”
"Imam adalah ra'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari).
"Sesungguhnya Al imam (Khalifah) itu adalah perisai orang-orang yang akan berperang di belakangnya, mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya" (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Kedua hadits di atas menyadarkan kita bahwa standar kepemimpinan harus disandarkan kepada Islam. Sosok pemimpin dalam Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Islam menjadikan pendidikan dengan kualitas terbaik berada dalam tanggung jawab negara. Setiap rakyat baik kaya maupun miskin berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
Sistem Islam sangat memperhatikan ilmu atau pendidikan. Pendidikan dalam sistem Islam adalah kebutuhan dasar yang harus dirasakan oleh setiap manusia. Negara wajib menjamin kebutuhan pendidikan bagi setiap warga negaranya. Biaya pendidikan diambil dari kas negara. Kas negara diperoleh dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang hasilnya disalurkan berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan untuk rakyat. Dengan biaya yang mencukupi negara mampu memberikan pendidikan gratis untuk semua warganya baik kaya maupun miskin. Selain itu dengan biaya yang mencukupi negara mampu memberikan fasilitas pendidikan yang berkualitas dan memberikan gaji guru dengan baik.
Negara juga menjamin kesejahteraan rakyatnya, dengan memastikan agar rakyatnya mempunyai pekerjaan dan tidak kelaparan. Penjaminan kesejahteraan ini berupa pemenuhan kebutuhan pokok. Dalam pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang ada beberapa tahap-tahap dan strategi yaitu, memerintahkan kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja. Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang dapat memperoleh pekerjaan. Memerintahkan ahli waris atau kerabat dekat untuk bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pokok kerabat dekatnya.
Jika kepada keluarganya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangga yang kelaparan. Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dari seluruh rakyat yang tidak mampu dan membutuhkan. Negara dari Baitul mal berfungsi menjadi penyantun bagi orang-orang yang lemah dan membutuhkan.
Begitulah cara sistem Islam dalam mensejahterakan rakyat. Dengan cara menerapkan Islam secara sempurna dalam kehidupan sehari-hari. Sistem cabang seperti sistem pendidikan dan ekonomi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Rakyat anak merasakan pendidikan gratis dan mempunyai pekerjaan yang mapan sehingga angka kemiskinan bisa ditekan.
Via
Opini
Posting Komentar