Opini
Memahami Arti Muharram : Sebuah Catatan Refleksi
Oleh: Phihaniar Insaniputri, M.Farm.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Waktu kembali berputar. Bertepatan dengan hari Jumat, 27 Juni 2025 lalu kita kembali berjumpa dengan bulan Muharram, yaitu salah satu bulan suci (Asyhurul Hurum) yang mana umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan. Bulan Muharram yang sering diperingati sebagai Tahun Baru Islam.
Bulan ini menandakan sebuah awal yang baru, sehingga seharusnya ini menjadi momen yang tepat bagi kita, umat Islam, untuk merenung dan melakukan refleksi tentang apa yang sudah kita lakukan dan pencapaian kita selama satu tahun ini. Sudahkah kita menjadi versi terbaik diri? Sudahkah kita memaksimalkan potensi diri ini dan melakukan yang terbaik? Sudah bukan waktunya lagi bagi kita berdiam diri, membiarkan waktu terbuang percuma, dan abai terhadap kondisi di sekeliling kita.
Padahal dunia sedang bergejolak. Berbagai peristiwa yang mengerikan mewarnai media massa, memicu geliat-geliat ketidakpuasan dan perlawanan menuntut perubahan. Dunia sedang tidak baik-baik saja.
Mungkin kita tidak merasakan langsung kegawatan itu, tapi di belahan dunia yang lain banyak manusia yang tidak diperlakukan dengan manusiawi. Bertubi-tubi mengalami serangan yang keji dan brutal. Hingga akhirnya banyak yang syahid dalam mempertahankan kemuliaan tanah mereka. Syahid menunggu datangnya pembelaan yang tidak pernah datang. Sudah hampir dua tahun sejak Gaza mengalami genosida, sudah banyak sekali korban yang berjatuhan, tapi tampaknya itu belum cukup untuk menggerakkan para pemimpin negeri Muslim untuk mengerahkan militer yang dapat menghancurkan zionis Israel, tapi justru militer itu diperintahkan untuk menutup pintu perbatasan demi menjaga kepentingan. Hanya kecaman-kecaman formalitas yang dilontarkan yang tidak memberikan dampak apapun untuk menghentikan kebrutalan zionis.
Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan Gaza tidak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan bantuan kemanusiaan, melakukan boikot, atau melakukan aksi Global March semata. Bukan karena ini perbuatan yang sia-sia, bukan! Justru seharusnya semakin menyadarkan kita bahwa untuk membebaskan Gaza butuh kekuatan yang besar, karena yang kita hadapi adalah sebuah entitas yang memiliki militer dan di back-up oleh negara adidaya. Segala cara sudah dilakukan untuk membantu saudara-saudara kita di Gaza, tapi sampai sekarang mereka masih terus menghadapi serangan demi serangan. Ini menunjukkan bahwa mereka butuh kekuatan yang sebanding. Mereka butuh kekuatan militer yang dikerahkan oleh sebuah negara berdaulat yang tegak di atas keimanan dan kecintaannya kepada Allah. Sehingga mereka akan berusaha untuk menjaga kehidupan umat Islam. Negara yang disebut Khilafah Islamiyah.
Sebuah negara yang Rasulullah dirikan di Madinah setelah hijrah dari Mekkah. Sebuah negara yang diatur oleh hukum-hukum Al-Hakam yang membuat umat Islam hidup dalam kemuliaan, terjaga kehidupan dan kehormatannya. Sebuah negara yang mengubah wajah konstelasi politik dunia dan menjadi kekuatan global dengan visi dan misi menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Bukan untuk menjajah tapi untuk membebaskan dunia dari kegelapan sistem jahiliyah menuju cahaya sistem Islam. Namun, saat ini kekuatan ini sudah tidak ada. Runtuh karena penghianatan mengatasnamakan pembaharuan. Tepat pada 3 Maret 1924 yang lalu hukum-hukum Islam digantikan oleh hukum-hukum sekuler liberal yang membuat umat Islam kehilangan tidak hanya junnah-nya tapi juga identitas dirinya. Hidup dalam sistem rusak yang hanya melahirkan berbagai macam penderitaan. Gaza hanya salah satu contohnya.
Sudah saatnya umat Islam bangkit dari keterpurukan ini. Menyadari bahwa kondisi umat saat ini tidaklah ideal. Allah memastikan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, tapi fakta menunjukkan hal sebaliknya. Umat Islam tertindas, tertinggal, kehilangan arah bahkan akidah. Kita harus bangkit dan bergerak menuju perubahan yang hakiki. Sebagaimana yang Rasulullah dan para sahabat contohkan ketika hijrah. Mereka bergerak untuk mengubah keadaan mereka. Berpindah dari negara kufur menuju negara Islam yang menghimpun umat dalam satu naungan. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram.
Maka, bulan Muharram ini seharusnya menjadi momen yang tepat bagi kita untuk untuk merefleksikan kembali peristiwa hijrah dan merenungi makna hijrah yang sebenarnya. Saat ini makna hijrah itu sudah direduksi menjadi perubahan individu semata. Tidak ada yang salah dengan hal itu, karena sebagai individu kita memang harus terus melakukan evaluasi untuk menjadi versi terbaik diri. Tapi jangan lupa, bagi seorang muslim menjadi versi terbaik adalah dengan menjadi seseorang yang beriman dan bertakwa. Itu berarti kita harus taat kepada semua aturan-Nya dan menjauhi larangan-Nya, masuk ke dalam Islam secara kaffah, tidak memilah-milah aturan hanya menuruti kemauan. Menerima Islam yang mengatur tidak hanya urusan pribadi, tapi juga masyarakat bahkan kenegaraan.
Jadikan Muharram ini sebagai momentum kebangkitan umat Islam dengan memperjuangkan kembali kehadiran Khilafah Islamiyah dan meraih kembali gelar umat terbaik itu melalui dakwah yang menyadarkan dan mencerdaskan.
Terus perbaiki diri tapi jangan sampai abai terhadap kondisi umat. Persiapkan diri kita agar bisa bangkit dan membangkitkan. Kebangkitan itu adalah suatu kepastian, yang menjadi misteri adalah kapan. Pertanyaannya, maukah kita menjadi bagian dari perubahan dan kebangkitan itu? Atau hanya menjadi penonton yang hanya menyaksikan. Semua itu adalah pilihan, dan dalam setiap pilihan ada pengorbanan yang harus dilakukan serta konsekuensinya. Satu yang pasti, Allah akan memberikan balasan yang terbaik bagi kaum Muslimin yang berjuang di jalan-Nya. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 74, yang artinya : “Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barang siapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya”.
Wallahua’lam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar