Opini
Nuklir untuk Gaza: Ketika Nyawa Manusia Tak Lagi Bermakna di Hadapan Kepentingan Politik
Oleh: Prayudisti Shinta Pandanwangi
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pernyataan anggota Kongres Amerika Serikat, Randy Fine, yang menyerukan penggunaan bom nuklir untuk “menghancurkan Gaza sepenuhnya” dalam akun media sosialnya, bukan hanya tidak etis, tetapi juga sangat biadab, tidak sah secara hukum internasional, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan serta ajaran agama mana pun.
Fine menyatakan bahwa “satu-satunya cara agar Hamas mengerti adalah dengan menjatuhkan bom nuklir ke Gaza,” seraya menyatakan bahwa menyelamatkan satu nyawa Israel lebih berharga dari “seluruh kehidupan di Gaza.” Ucapan ini menunjukkan mentalitas supremasi yang sangat berbahaya, yang tidak hanya memusuhi rakyat Palestina, tetapi juga menginjak-injak kehormatan umat Islam di seluruh dunia.
Ironisnya, penghinaan semacam ini justru tidak memicu reaksi signifikan dari para pemimpin negeri-negeri Muslim. Mereka tetap bungkam, bahkan berusaha menunjukkan “netralitas” demi menjaga hubungan diplomatik dan kekuasaannya. Ketika Gaza dibombardir siang dan malam, ketika anak-anak mati tertimbun reruntuhan dan ibu-ibu kehilangan seluruh keluarganya, para pemimpin Muslim dunia justru memilih membisu dan bersembunyi di balik diplomasi semu. Padahal, Allah Swt. telah mengingatkan dalam surah Al-Maidah ayat 32, bahwa membunuh satu nyawa manusia tanpa alasan yang dibenarkan adalah seolah-olah membunuh seluruh manusia.
Pengkhianatan para penguasa ini semakin kentara dan menyakitkan. Mereka telah rela menukar harga darah umat dengan kursi kekuasaan. Mereka telah menyaksikan penderitaan di Gaza, namun tak kunjung tergerak untuk benar-benar membela Islam dan umatnya. Sementara itu, Amerika dan sekutunya terus menebar teror dengan penuh keangkuhan.
Gaza hari ini adalah cermin kerusakan dunia. Hancurnya rumah sakit, masjid, sekolah, dan kamp pengungsian menunjukkan betapa kejamnya sistem global saat ini. Sistem yang lahir dari ideologi sekuler liberal, yang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan demi kepentingan geopolitik dan ekonomi.
Tak ada penghargaan terhadap nyawa. Tak ada perlindungan terhadap yang lemah. Dunia dibiarkan dikuasai oleh negara-negara besar yang berlagak sebagai polisi global, namun bertindak bak penjagal manusia. Inilah buah dari sistem kapitalisme yang memuja kekuasaan dan materi di atas segala-galanya.
Bandingkan dengan Islam. Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Bahkan dalam peperangan, Islam memiliki aturan yang sangat ketat dan indah. Rasulullah saw. memerintahkan pasukan Muslim untuk tidak membunuh anak-anak, perempuan, orang tua, atau siapa pun yang tidak ikut berperang. Tidak boleh merusak rumah ibadah, tidak boleh membakar tanaman, bahkan tidak boleh menyiksa hewan.
Aturan perang dalam Islam menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan, karena Islam adalah agama yang datang dari Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Islam menempatkan manusia sebagai makhluk mulia yang harus dijaga kehormatannya. Maka tak heran jika sejarah mencatat bahwa dalam masa kekuasaan Islam, termasuk pada masa Khilafah Utsmaniyah, warga non-Muslim pun mendapatkan perlindungan dan keadilan.
Hari ini, saat dunia dikuasai oleh sistem buatan manusia yang rusak dan zalim, kita membutuhkan solusi fundamental. Bukan sekadar kecaman. Bukan sekadar bantuan kemanusiaan sesaat. Umat Islam butuh sistem alternatif yang mampu melindungi kehormatan mereka dan menyelamatkan kemanusiaan secara keseluruhan.
Solusi itu hanya ada pada penerapan Islam secara kaffah. Bukan hanya di level individu, tetapi juga institusional, dalam bentuk kepemimpinan global yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Dalam sejarah Islam, sistem ini dikenal sebagai Khilafah Rasyidah ala minhaj nubuwwah—sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasulullah dan para khalifah setelahnya.
Khilafah bukanlah fantasi utopis. Ia adalah institusi yang secara historis pernah mengayomi dunia selama berabad-abad. Dalam struktur ini, umat dipimpin oleh seorang khalifah yang bertanggung jawab bukan hanya di hadapan rakyat, tetapi juga di hadapan Allah SWT. Ia akan mengambil kebijakan politik luar negeri bukan berdasarkan tekanan internasional, tetapi berdasarkan kewajiban syar’i: membela kehormatan Islam dan umatnya.
Oleh karena itu, perjuangan untuk membebaskan Gaza dan seluruh wilayah umat yang tertindas tidak cukup hanya dengan doa atau donasi. Umat Islam harus bangkit dan bersatu dalam perjuangan ideologis untuk menegakkan kembali sistem Islam yang kaffah. Perjuangan ini membutuhkan kerja besar, konsolidasi kekuatan umat, dan keterlibatan dalam gerakan dakwah ideologis yang membawa visi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Umat Islam harus mendukung dan menjadi bagian dari jamaah dakwah yang tulus, yang terus menyuarakan pentingnya penerapan Islam secara menyeluruh dengan metode dakwah Rasulullah saw., yakni dengan membina umat, mengedukasi mereka, dan mendorong kesadaran politik Islam yang murni.
Kemuliaan tidak akan datang dari kompromi dengan sistem rusak. Kemuliaan tidak akan datang dari tunduk pada Barat. Kemuliaan hanya akan datang dari Islam, dan Islam tidak akan tegak tanpa institusi yang menaunginya. Maka, menegakkan Khilafah adalah keniscayaan. Bukan sekadar impian, tetapi kewajiban yang dijanjikan oleh Rasulullah saw.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian." (HR. Ahmad)
Maka, saat Randy Fine dan para pendukung Zionisme menyuarakan genosida, kita jawab dengan suara yang lebih kuat: Khilafah akan kembali, dan Palestina akan merdeka dengan kemuliaan Islam.
---
Referensi:
Tempo.co. (24 Mei 2025). Politikus AS Desak Gaza Dibom Nuklir, Hamas: Hasutan Genosida!
Antaranews.com. (2025). “Politikus AS minta Gaza dibom dengan nuklir, Hamas: "Mengerikan"
Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 32.
HR. Ahmad, tentang kembalinya Khilafah Rasyidah.
Via
Opini
Posting Komentar