Opini
Kapitalisasi Haji dan Gagalnya Negara Melayani Umat
Oleh: Endah Dwianti, S.E, CA., M.Ak.
(Pengusaha)
TanahRibathMedia.Com—Tahun ini, pelaksanaan ibadah haji kembali diwarnai kisruh. Beberapa jemaah tidak jadi berangkat, bahkan ada yang kembali ke rumah hanya mengenakan pakaian ihram. Visa yang dibatalkan sepihak, penangkapan jemaah ilegal, kekacauan di Armuzna, hingga buruknya layanan, semua ini menyisakan pertanyaan besar. Di mana tanggung jawab negara?
Salah satu calon jemaah haji reguler asal Bandung Heri Risdyanto bin Warimin berangkat ke Tanah Suci bersama istri dan kedua orang tuanya. Kegembiraan mereka mendadak berubah menjadi kesedihan dan duka mendalam. Mereka dipulangkan paksa karena visa haji tidak aktif (republika.co.id., 2-6-2025)
Saat Ibadah Haji Menjadi Transaksional
Mudah saja menyalahkan kebijakan baru pemerintah Saudi. Namun kalau kita jujur, persoalannya bukan hanya di sana. Akarnya terletak pada sistem pengelolaan haji di negeri ini yang sejak lama dijalankan dengan pola pikir bisnis, bukan dengan ruh pelayanan ibadah. Haji tidak lagi dipandang sebagai rukun Islam kelima, melainkan berubah menjadi ladang dagangan. Tidak heran jika segala hal yang seharusnya bersifat sakral, kini serba transaksional.
Padahal, dalam pandangan Islam, negara berperan sebagai raaa'in, pengurus seluruh urusan umat. Termasuk dalam hal haji. Negara semestinya hadir sebagai pelayan utama bagi para tamu Allah, dengan menyediakan akomodasi yang memadai, tenda-tenda yang aman dan nyaman di Armuzna, serta layanan makan dan transportasi yang layak. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: birokrasi semrawut, koordinasi lemah, dan saling melempar tanggung jawab.
Sistem Rusak yang Menjadi Penyebab
Masalah ini bukan cuma teknis, tetapi paradigma. Kita berada dalam sistem yang memisahkan agama dari urusan negara. Maka wajar bila urusan haji pun dijalankan tanpa ruh ibadah. Inilah buah dari sistem kapitalisme-sekuler: negara lepas tangan, sementara rakyat dibiarkan mencari jalan sendiri.
Bandingkan dengan sistem Islam yang pernah tegak di masa lalu. Pada masa kekhilafahan masih berdiri, pelayanan haji menjadi prioritas utama negara. Negara bukan hanya mengurus visa dan transportasi, tapi bahkan membuka jalur-jalur aman bagi jemaah lintas negeri. Semua dibiayai dari baitulmal karena negara memandang ibadah umat sebagai kewajiban yang harus dilayani, bukan sumber keuntungan yang diperah.
Sistem Islam adalah Solusi
Khilafah adalah model kepemimpinan Islam yang menyatukan umat dalam satu naungan. Dengan sistem keuangan berbasis syariat, negara punya kemampuan untuk memberikan layanan paripurna bukan hanya dalam haji, tapi dalam seluruh urusan rakyat. Sebab, seluruh kekayaan alam serta sumber-sumber syar'i seperti zakat, fai, kharaj, jizyah dikelola untuk kemaslahatan umat, bukan untuk menguntungkan sekelompok elite.
Oleh karena itu, jika kita menginginkan pengelolaan haji yang penuh amanah, tertib, dan bebas dari kepentingan bisnis, solusinya bukan sekadar perbaikan birokrasi. Tapi perubahan sistemik. Kita butuh kepemimpinan Islam yang hakiki, yang menyadari bahwa haji adalah bentuk penghambaan, bukan ladang bisnis.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar