Opini
Bersertifikasi Halal Padahal Haram, Potret Bisnis Culas ala Kapitalisme
Oleh: Syarifah Aini
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Baru-baru ini masyarakat dikejutkan oleh temuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengungkap bahwa beberapa produk makanan anak yang telah bersertifikat halal ternyata mengandung unsur babi. Parahnya lagi produk produk tersebut mencantumkan label halal palsu dan tersebar luas di pasaran serta E-Commerce (Tempo, 23 April 2025).
Penemuan makanan nonhalal tersebut tak ayal menimbulkan banyak keresahan dan ketidakpercayaan publik terhadap proses sertifikasi halal, terutama bagi umat Islam yang menjadikan kehalalan produk sebagai prinsip utama konsumsi.
Strategi Pasar ala Kapitalisme
Kasus ini menjadi gambaran nyata dari dampak buruk sistem kapitalisme sekuler yang mendominasi industri dan regulasi hari ini. Sistem ini menempatkan keuntungan sebagai tujuan utama, tanpa memedulikan halal-haram, apalagi kerugian moral dan spiritual yang ditimbulkan.
Dalam sistem kapitalisme, produsen bisa dengan mudah berbuat culas mengabaikan aspek kehalalan, karena sistem kapitalisme tidak mewajibkan standar halal sebagai nilai yang sakral, melainkan hanya bagian dari strategi pasar.
Bahkan lembaga-lembaga sertifikasi pun rentan terjerat dalam logika pasar: asal laku dan sesuai prosedur administratif, maka label halal bisa diberikan, meskipun substansinya dipertanyakan.
Padahal Nabi saw. pernah bersabda : “Wahai Sa‘ad, perbaikilah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang memasukkan satu suap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima amalnya selama 40 hari.” (Lihat: Sulaiman bin Ahmad, Al-Mu‘jam al-Ausath, Jilid 6, hlm. 310).
Apa yang menjadi prinsip dari sistem kapitalisme ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang berlandaskan akidah.
Islam Menjamin Kehalalan Makanan
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem ekonomi dan jaminan produk halal dalam sebuah sistem kepemimpinan khilafah Islamiyah.
Dalam sistem Khilafah, negara memiliki peran sentral dalam memastikan seluruh produk yang dikonsumsi rakyatnya benar-benar halal dan thayyib.
Khilafah dipimpin oleh seorang Khalifah yang bertakwa, yang tidak hanya bertugas mengatur urusan rakyat secara administratif, tetapi juga bertanggung jawab menjaga akidah umat melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh.
Salah satu bentuk tanggung jawab itu adalah mendirikan lembaga pengawasan produk halal yang independen dan berdasarkan syariat, bukan tunduk pada kepentingan pasar atau tekanan industri.
Lembaga ini diisi oleh para ulama dan ahli yang memahami hukum syara, sehingga setiap proses sertifikasi halal benar-benar dilakukan secara teliti dan sah menurut Islam, bukan sekadar formalitas.
Negara juga menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku penipuan konsumen, termasuk pemberian label halal palsu.
Dalam hukum Islam, penipuan semacam ini termasuk kategori gharar dan tadlis, dan dikenai sanksi ta’zir sesuai tingkat pelanggarannya, baik dilakukan oleh individu maupun korporasi.
Selain itu, Khilafah juga memiliki sistem pendidikan yang membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi makanan halal.
Khilafah juga menetapkan kontrol yang ketat terhadap industri makanan dan produk impor, memastikan bahwa seluruh bahan baku yang masuk dan beredar telah melalui pengawasan syariah secara ketat. Tidak ada celah bagi bahan haram untuk masuk ke pasar secara sembunyi-sembunyi sebagaimana yang lazim terjadi dalam sistem kapitalis hari ini.
Melalui penerapan sistem Khilafah, perlindungan terhadap hak konsumen Muslim bukan hanya menjadi janji atau prosedur birokratis, melainkan menjadi bagian dari sistem yang menyatu dalam hukum, pendidikan, dan kepemimpinan Islam yang bertanggung jawab kepada Allah Swt.
Wallahualam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar