opini
Menaikkan Kepemimpinan Berpikir Generasi Digital untuk Kebangkitan Islam
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si
(Penulis Artikel Islami)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah gempuran teknologi informasi, penggunaan gawai dan akses ke media sosial telah menyatu dalam kehidupan. Sayangnya, informasi yang serba cepat dan instan tersebut juga 'menjajah' anak-anak. Berdasarkan kajian UNICEF, anak-anak Indonesia rata-rata menggunakan internet selama 5,4 jam per hari.
Psikolog IPB University Nur Islamiah M. Psi., Ph.D menjelaskan, siswa yang terbiasa dengan konsumsi informasi instan cenderung kehilangan minat dalam tugas akademik yang membutuhkan usaha lebih, seperti membaca materi panjang atau memecahkan soal yang kompleks (koran.pikiran-rakyat.com, 17-12-2-25)
Penyebab Utama Kedangkalan Berpikir Generasi
Durasi screen time yang cukup lama pada anak-anak memunculkan suatu dampak yang disebut brain rot, yakni pembusukan otak secara kognitif. Penyebabnya karena paparan konten digital yang berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa brain rot memiliki hubungan signifikan dengan penurunan motivasi belajar pada siswa.
Para psikolog menjelaskan paparan gadget yang berlebihan pada anak akan menyebabkan kelelahan mental akibat overstimulasi. Hal ini akan mengantarkan siswa menjadi kurang semangat dalam belajar karena otak terus menerus menerima rangsangan dari sosial media atau konten hiburan. Akhirnya aktivitas belajar menjadi membosankan bagi anak karena dinilai statis dan tidak menarik. Anak cenderung lebih suka pada aktivitas yang memberikan kepuasan instan (menonton konten hiburan), dibanding belajar yang membutuhkan ketekunan.
Dampak brain rot tidak hanya memberi gangguan pada memori dan konsentrasi, tetapi juga menyebabkan penurunan kemampuan berpikir mendalam. Individu cenderung mencari reaksi instan dan menghindari proses kognitif yang membutuhkan ketekunan. Dalam jangka panjang hal ini dapat memengaruhi kualitas pengambilan keputusan.
Apa yang kita saksikan saat ini, terkait paparan gadget dan menurunnya kemampuan berpikir anak tentu tak terjadi secara tiba-tiba. Gadget dan perkembangan sosmed yang pada dasarnya dapat memberikan kemudahan, justru banyak menimbulkan mudarat. Apabila kita melihat lebih mendalam lagi, akar masalah yang menyebabkan
kedangkalan berpikir generasi muda adalah desain algoritma digital di bawah payung sistem kapitalisme sekuler.
Konten yang berseliweran dimunculkan sesuai dengan desain algoritma tersebut. Algoritma di sosmed didesain oleh tim engineer dan data scientist di perusahaan sosmed itu sendiri, seperti Meta (Facebook, Instagram), Twitter, TikTok, dll. Mereka mengembangkan algoritma yang kompleks untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan meningkatkan engagement di platform mereka.
Sementara saat ini kita tahu bahwa sekularisme kapitalisme menjadi penentu arah kehidupan, termasuk menguasai media dunia. Maka seluruh konten yang ada sudah dipastikan searah dengan ide sekularisme kapitalisme. Ide ini mengarahkan generasi agar menjauhkan agama dari kehidupan dan menggaungkan kebebasan.
Dalam bermedia, sekularisme kapitalisme menciptakan habitat yang memuja kecepatan di atas kebenaran, dan hiburan di atas tsaqofah islam. Maka kita temui saat ini, konten konten yang viral hanya seputar hiburan, kesenangan, komedi dan sejenisnya. Sementara konten yang serius dan mengajak berpikir tenggelam, terlebih konten Islam ideologis.
Dari sini, sangat terlihat jika generasi muda hanya menjadi "objek" pasar, bukan "subjek" peradaban.
Generasi hanya diposisikan sebagai konsumen atau pembeli padahal potensinya luar biasa. Potensi mereka telah dibajak algorita desain sekularisme kapitalisme.
Teknologi dan Generasi Digital dalam Pandangan Islam
Generasi muda merupakan aset berharga untuk peradaban Islam di masa depan. Untuk itu, Islam begitu memperhatikan generasi dengan segenap potensinya. Di masa kini, generasi muda dan dunia digital sedekat nadi, sehingga perlu diarahkan agar perkembangan teknologi ini tak menggerus potensi istimewa mereka. Berikut ini beberapa hal pandangan Islam terkait perkembangan teknologi dan dunia digital.
Pertama, Islam tidak menolak teknologi, namun Islam menempatkan batasan syariat di balik teknologi tersebut. Generasi muda harus mampu mengendalikan perangkat digitalnya sebagai sarana belajar maupun dakwah untuk kepentingan Islam dan umatnya. Jangan sampai generasi muda malah dikendalikan atau diperbudak oleh gawai.
Allah Swt. berfirman yang artinya: "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (TQS. Al Anfal: 60)
Kekuatan dalam ayat ini bersifat general, meliputi segala sesuatu yang bisa digunakan untuk menggentarkan musuh-musuh Islam, termasuk kekuatan teknologi. Oleh karena itu para ulama memotivasi pemakaian teknologi untuk sarana dakwah. Generasi muda harus berani untuk melawan arus agar tidak selalu terjebak pada kondisi viralitas semata.
Kedua, melakukan upaya pembinaan literasi ideologis pada seluruh elemen masyarakat, termasuk generasi muda. Pembinaan ini merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan secara sistematis, yakni di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Langkah ini akan efektif ketika negara berperan dengan seperangkat aturan dan kekuasaan yang dimilikinya.
Ketiga, perlu adanya arahan dan upaya membangkitkan taraf berpikir generasi sekaligus mengambil pemikiran atau ide-ide sahih yang berakar dari akidah Islam. Hal ini harus dilakukan oleh partai politi Islam ideologis yang Insyaa Allah mampu merangkul generasi agar mampu berpikir kritis dengan mengemban ideologi Islam, sekaligus memaksimalkan potensinya demi kebangkitan umat dan Islam.
Demikianlah, semestinya perkembangan teknologi dan dunia digital dimanfaatkan. Dua hal ini tetap bisa beriringan dengan generasi muda. Bahkan hal ini dapat menjadi salah satu sarana dalam mewujudkan kebangkitan umat dan peradaban Islam. Tentunya selama ada batasan syariat Islam yang tak dilanggar dan negara berperan penuh di dalamnya untuk menjaga keamanan ruang digital agar tak tercemar ide sekularisme kapitalisme.
Wallahu'alam bishowab.
Via
opini
Posting Komentar