Telusuri
  • Pedoman Media
  • Disclaimer
  • Info Iklan
  • Form Pengaduan
Tanah Ribath Media
Pasang Iklan Murah
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Lensa Daerah
    • Internasional
  • Afkar
    • Opini Tokoh
    • Opini Anda
    • Editorial
  • Remaja
    • Video
  • Sejarah
  • Analisa
    • Tsaqofah
    • Hukum
  • Featured
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Pendidikan Anak
    • Pendidikan Remaja
    • FiksiBaru
Tanah Ribath Media
Telusuri
Beranda OPINI Bencana Sumatra: Ketika Alam Murka karena Sistem Kapitalisme Merusak Lingkungan
OPINI

Bencana Sumatra: Ketika Alam Murka karena Sistem Kapitalisme Merusak Lingkungan

Tanah Ribath Media
Tanah Ribath Media
08 Des, 2025 0 0
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp


Oleh: Ilma Nafiah
(Sahabat Tanah Ribath Media)

TanahRibathMedia.Com—Duka kembali menyelimuti negeri. Banjir bandang, longsor, dan lumpur pekat menerjang wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, hingga Aceh. Ratusan jiwa meninggal, ribuan orang kehilangan rumah, dan puluhan desa tenggelam lumpur dan air bah (CNN Indonesia, 1 Desember 2025). Pemerintah menggelontorkan dana darurat ratusan miliar rupiah untuk penanganan. Namun hingga kini status bencana belum ditetapkan sebagai bencana nasional meski penanganannya sudah dilakukan pada skala itu (Kompas TV, 2 Desember 2025).

Tetapi mari jujur: bencana ini bukan sekadar “musibah alam” atau sekadar “hujan ekstrem.” Itu hanya pemicu bukan penyebab. Para ahli menyebut kerusakan hutan, hilangnya daerah resapan air, sedimentasi sungai, serta pembukaan lahan tanpa kontrol sebagai faktor dominan. Wilayah yang dulu memiliki daya tampung air kini berubah menjadi wilayah run-off yang langsung menghanyutkan air ke pemukiman. Sungai tak lagi menampung air karena sedimentasi tinggi akibat aktivitas tambang, sawit, dan perkebunan skala besar. Akibatnya, ketika hujan turun, bencana pun datang tanpa ampun (Suara.com, 1 Desember 2025). Dengan kata lain: ini bukan sekadar ujian — ini akibat.

Akar Masalah: Sistem Kapitalisme dan Kejahatan Ekologis yang Dilegalkan

Fenomena ini menyadarkan kita bahwa kerusakan yang menimbulkan korban bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia lahir dari sistem dan kebijakan yang membiarkan eksploitasi berjalan selama puluhan tahun.

1. Perusakan Alam Dilegalkan Atas Nama Investasi
Izin konsesi lahan, tambang terbuka, perkebunan sawit, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja — semuanya menjadi jalan pembuka eksploitasi massif. Hutan primer ditebang, gunung dikupas, sungai dipersempit, dan tanah-tanah yang semestinya menjadi kawasan lindung dijadikan aset bisnis (Reuters, 2 Desember 2025).

2. Kongkalikong Politik dan Korporasi
Dalam sistem sekuler-demokrasi kapitalisme, penguasa dan pengusaha mudah berjalan beriringan. Lisensi industri raksasa diberikan tanpa studi lingkungan yang memadai, tanpa pemetaan risiko bencana, dan tanpa konsultasi dengan masyarakat terdampak. Ketika bencana terjadi, rakyatlah yang menjadi korban — sementara pemodal tetap untung.

3. Negara Bertindak Setelah Musibah, Bukan Sebelum Bahaya
Pendekatan yang dilakukan negara hari ini adalah respon, bukan pencegahan. Setelah banjir besar terjadi baru ada rapat koordinasi, bantuan logistik, dan kunjungan pejabat. Padahal dalam teori mitigasi bencana, yang terpenting adalah perencanaan tata ruang, konservasi hutan, dan sistem drainase natural — bukan sekadar sandbag dan dapur umum.

4. Ketika Syariah Ditinggalkan, Alam Menjadi Korban
Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

“Telah tampak kerusakan di darat dan laut akibat ulah tangan manusia.”
(TQS. Ar-Rum: 41)

Kerusakan ekologis adalah bukti bahwa ketika hukum Allah tidak diterapkan dalam pengelolaan sumber daya alam, yang terjadi bukan pembangunan — tetapi penjarahan.


Islam Memberikan Solusi: Lingkungan adalah Amanah, Bukan Komoditas

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang melihat alam sebagai objek eksploitasi, Islam memandang bumi sebagai amanah. Negara wajib mengelola hutan, air, sungai, energi, dan tambang sebagai milkiyyah ‘ammah — milik publik — bukan objek komersialisasi.

Dalam sistem Islam:
• Hutan lindung tidak boleh dibabat kecuali sesuai syariah.
• Tambang besar tidak boleh dimiliki swasta karena hasilnya untuk rakyat.
• Tata ruang dilakukan berdasarkan fungsi ekologis, bukan kepentingan investor.
• Negara wajib menganggarkan biaya pencegahan bencana — bukan sekadar bantuan setelah bencana.


Islam Pernah Mengatasi Bencana Serupa

Sejarah mencatat bahwa bencana alam bukan hal baru dalam peradaban Islam — namun cara menanganinya sangat berbeda dengan sistem hari ini.

Kasus 1: Banjir Sungai Tigris di Masa Khalifah Al-Mu’tashim (Abbasiyah)

Pada abad ke-9 M, Sungai Tigris meluap dan mengancam Baghdad. Negara tidak hanya memberikan bantuan setelah banjir, tetapi melakukan rekayasa tata ruang: memperkuat kanal, memperbaiki bendungan, membuat jalur pembuangan air, dan melakukan penghijauan di daerah hulu sungai agar air tertahan dan terserap tanah. Itu dilakukan bukan untuk investor, tetapi untuk rakyat yang tinggal di sepanjang aliran sungai.

Kasus 2: Reformasi Sungai Nil di Masa Amr bin Al-Ash

Saat Mesir ditaklukkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Sungai Nil sering menyebabkan banjir besar dan merugikan rakyat. Umar bin Khattab memerintahkan rekonstruksi kanal, sistem distribusi air irigasi, pembatasan pembangunan di zona rawan, dan inventarisasi wilayah penyangga. Kebijakan itu menurunkan signifikan risiko banjir dan membuat Sungai Nil menjadi berkah bukan ancaman.

Ini bukan sekadar mitigasi, tapi tata ruang berbasis syariah dan ilmu lingkungan.
Di wilayah lain, banyak kota Islam dahulu memiliki “hima”, yaitu wilayah konservasi alam yang dilindungi negara dari eksploitasi. Dalam sejarah, hima terbukti menjadi penyangga ekologis yang mencegah tanah longsor, banjir, dan degradasi tanah.
Islam bukan hanya mampu mengatasi bencana — tetapi mencegahnya sejak awal.

Solusi Ke Depan: Negara yang Bertakwa, Sistem yang Menjaga Alam

Maka, solusi bukan hanya membenahi drainase atau membangun tanggul baru — melainkan:
✔ Mengembalikan pengelolaan alam ke hukum Allah
✔ Melarang konsesi besar yang merusak daerah hulu
✔ Mewajibkan negara menata ruang berdasarkan fungsi ekologis
✔ Membangun blueprint pencegahan bencana secara menyeluruh
✔ Menempatkan keselamatan rakyat di atas laba korporasi

Sistem Islam menjadikan pemimpin bertanggung jawab di dunia dan akhirat. Kebijakan bukan sekadar dokumen administratif — tetapi amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Bencana ini Peringatan — Bukan Takdir yang Harus Diulang

Apa yang terjadi di Sumatra adalah peringatan. Jika sistem yang melahirkan kerusakan ini tetap dipertahankan, maka bencana berikutnya tinggal menunggu waktu.
Namun jika kita berani kembali pada hukum Allah — pola pembangunan berubah, alam terjaga, dan rakyat terlindungi.
Selama kekuasaan tunduk pada kapitalisme, banjir dan longsor akan datang dalam siklus yang makin brutal. Namun jika kekuasaan; tunduk pada syariah, maka alam kembali menjadi sahabat manusia — bukan sumber bencana.
Via OPINI
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

- Advertisment -
Pasang Iklan Murah
- Advertisment -
Pasang Iklan Murah

Featured Post

Krisis Ekologi Sumatra: Bencana Ulah Manusia, Saatnya Kembali ke Aturan Sang Pencipta

Tanah Ribath Media- Desember 08, 2025 0
Krisis Ekologi Sumatra: Bencana Ulah Manusia, Saatnya Kembali ke Aturan Sang Pencipta
Oleh: Haifa Manar (Penulis dan Aktivis Dakwah) TanahRibathMedia.Com— Bencana yang melanda Sumatra pada akhir tahun ini menyisakan luka yang dalam p…

Most Popular

Penculikan Anak kembali Marak

Penculikan Anak kembali Marak

Desember 02, 2025
Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Desember 02, 2025
Di Balik Panggung Hari Guru: Ketidakadilan Struktural yang Tak Pernah Usai

Di Balik Panggung Hari Guru: Ketidakadilan Struktural yang Tak Pernah Usai

Desember 02, 2025

Editor Post

Tak Habis Pikir

Tak Habis Pikir

Juni 11, 2023
Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Juni 09, 2023
Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Agustus 06, 2024

Popular Post

Penculikan Anak kembali Marak

Penculikan Anak kembali Marak

Desember 02, 2025
Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Desember 02, 2025
Di Balik Panggung Hari Guru: Ketidakadilan Struktural yang Tak Pernah Usai

Di Balik Panggung Hari Guru: Ketidakadilan Struktural yang Tak Pernah Usai

Desember 02, 2025

Populart Categoris

Tanah Ribath Media

Tentang Kami

Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Contact us: contact@gmail.com

Follow Us

Copyright © 2023 Tanah Ribath Media All Right Reserved
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Advertisement
  • Contact Us