OPINI
Banjir Tapanuli, Alarm dari Alam
Oleh: Neni Arini
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Akhir-akhir ini kita disajikan dengan berita bencana banjir bandang yang terjadi dibeberapa kota di Indonesia, diantaranya Tapanuli, Sumatera Barat, Aceh, dan beberapa daerah lainnya.
Hujan yang Allah turunkan diharapkan menjadi sebuah keberkahan di dalamnya. Sesungguhnya hujan adalah qadha dari Allah, dan kita yakin bahwa dalam setiap tetesan hujan akan membawa manfaat.
Semua bencana yang terjadi dalam hal ini banjir bandang yang mengakibatkan ribuan rumah terendam, gedung-gedung fasilitas luluh berantakan juga bukit longsor bukanlah sebuah kebetulan atau hanya sebuah kisah tentang hujan, tetapi ini menjadi alarm bagi bumi, alarm bagi alam bahwa alam ini sedang tidak baik-baik saja, alam sedang sedih melihat ulah tangan-tangan manusia sehingga mengakibatkan benteng alam ini rusak.
Menurut berita yang disampaikan detik.com Daerah Tapanuli Tengah sedang dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Ribuan rumah terendam banjir, tanah yang longsor banyak menelan korban jiwa terutama yang berada di Desa Mardamai.. Kabar ini langsung disampaikan Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu pada tanggal 25 November 2025 (detik com,25/11/2025)
Bahkan menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan bahwa daerah Tapanuli Tengah menjadi daerah terparah yang terdampak banjir bandang, dimana kota Sibolga belum bisa tembus karena ada beberapa jalan dan jembatan yang putus(Cnn.indoneaia,28/11/2025)
Sementara itu, daerah Tapanuli Selatan pun tidak kalah terdampak dalam bencana banjir bandang ini.
Seperti yang disampikan Bupati Tapanuli Selatan Gus Irawan Pasaribu bahwa korban meninggal dunia sebanyak 20 jiwa. 18 jiwa di Kecamatan Batangtoru, 1 jiwa di Kecamatan Sipirok dan 1 jiwa di Kecamatan Angkola Barat (kompas.com,27/11/2025).
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara (Sumut) menilai, penyebab banjir bandang dan tanah longsor di Sibolga dan Tapanuli tidak bisa dilepaskan dari campur tangan manusia.
Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara, Rianda Purba, menjelasan, kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan yang berada di hulu kondisinya saat ini berimpitan dengan area penambangan dan area perkebunan.
Aktivitas penambangan, perkebunan dan pembangunan PLTA ini mengubah daerah aliran sungai (DAS). Selain itu, penebangan hutan di sekeliling wilayah terdampak banjir bandang ini juga sangat tinggi(thestance.id, 29/11/2025)
Semua data yang terlampir menjadi sebuah bukti bahwa hutan yang seharusnya menjadi penjaga alami Tapanuli kini telah dirusak oleh proyek-proyek raksasa. Jadi inti dari semua yang terjadi ini bukan semata-mata karena hujannya tetapi akibat kerasukan manusia.
Hutan Sebagai Penjaga Alam Hancur
Hutan diciptakan Allah dengan segala kebermanfaatannya, salah satunya sebagai penahan air. Ketika hutan dirusak dengan cara pohon ditebang, bukit digunduli, sehingga mengakibatkan lemahnya tanah dalam menyerap air. Hujan lebat yang seharusnya menjadi rahmat berubah menjadi sebuah bencana. Alam pun menangis.
Semua ini terjadi dikarenakan sistem kapitalis yang menjadikan alam sebagai bahan transaksi. Alam tidak dijadikan sebuah amanah yang harus dijaga, tetapi alam dijadikan hal yang komersial. Hutan dibuka untuk sawit , sungai direkayasa demi PLTA yang keuntungannya bukan untuk rakyat. Bahkan pertambangan yang seharusnya bisa mensejahterakan rakyat, tetapi yang ada rakyat malah menanggung limbah dan longsor.
Negara didalam sistem kapitalis tidak menjadi pelindung bagi rakyatnya , tetapi hanya sebagai pemberi izin. Selama maslahat tidak dijadikan orientasi pembangunan maka izin-izin akan mudah keluar berdasarkan kepentingan pemodal. Dan selama pembangunan diukur berdasarkan nilai investasi bukan nilai kehidupan maka rakyat yang akan tetap menjadi pihak yang dirugikan dalam arti sebagai korban.
Alam adalah Amanah
Dalam Islam, hutan, sungai dan sumber daya lainnya merupakan milik umum yang tidak boleh dijual atau diserahkan kepada korporasi. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan:
"Sumber daya alam yang besar yang tidak mungkin diolah individu, wajib dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Negara haram menyerahkannya kepada investor (Kitab Nizham al-Iqtishad fi Al-islam)
Jadi negara harus memastikan kemakmuran bagi rakyatnya melalui pengelolaan sumber daya yang dimiliki, bukan sebagai pemberi izin atau membuka kerja sama investasi asing
Hutan wajib dilindungi karena kedudukannya sebagai kepemilikan umum. Tidak boleh adanya pembukaan sawit, usaha tambang atau proyek yang merusak tatanan lingkungan dan ekosistem. Negara harus menetapkan syariat menjaga hutan sebagai penjaga kehidupan alam dan juga manusia.
Negara harus memiliki batasan proyek, dalam arti pembangunan tidak boleh merusak lingkungan, tidak membahayakan masyarakat, tidak mengganggu kondisi alam, tidak menggangu kehidupan mahluk, serta tidak serta merta hanya memberikan keuntungan kepada para investor.
Segala bentuk pembangunan tidak boleh merusak hutan, tidak mengganggu habitat langka. Tetapi pembangunan harus bisa memberi manfaat secara penuh kepada rakyat.
Dalam pengelolaan tambang pun semua harus dikelola negara bukan korporasi. Seharusnya tambang emas Martabe menjadi aset umat bukan malah menjadi mesin pencari uang bagi swasta. Apabila tambang emas bisa dikelola baik oleh negara maka keuntungannya bisa digunakan untuk perbaikan lingkungan, layanan sosial, infrastruktur publik, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Sehingga rakyat merasakan langsung kebermanfaatan sumber daya alam yang dimiliki oleh negerinya.
Di dalam Islam pencegahan merupakan hal yang dilakukan, jadi tidak menunggu terjadinya bencana baru berpikir solusi. Islam melakukan berbagai pencegahan dengan membuat hutan hijau, penanaman hutan kembali, waduk resapan serta pembatasan izin terutama bagi kawasan yang rentan akan terjadinya longsor.
Untuk itu kita perlu sistem yang bisa menjaga, bukan yang merusak. Selama sistem kapitalis dijadikan pijakan kebijakan dan pembangunan dan hanya ditimbang dari keuntungan serta hutan dijadikan nilai jual bukan menjadi sebuah amanah maka kerusakan di bumi akan terus berlangsung dan bencana akan terus menghantam.
Segala sesuatu, selama hukum Allah ditinggalkan maka kerusakan akan terus terjadi. Untuk itu perlunya sebuah sistem yang akan membawa kepada kesejahteraan dan kebermanfaatan sumber daya alam dimana adanya khilafah islamiyah yang akan menjaga alam dan rakyatnya.
Di dalam sistem Islam pemimpin adalah qowam yang senantiasa menjaga amanah Allah, bertanggung jawab kepada keberlangsungan kehidupan umat bukan melayani para pemodal.
Hujan memang ketetapan Allah, tetapi segala kerusakan yang ada di bumi ini semua akibat ulah manusia yang diselimuti oleh sebuah keserakahan.
Jika alam dijaga dengan baik, dan menjaganya adalah sebuah amanah maka hujan yang Allah turunkan akan membawa manfaat serta rahmat bagi sekalian alam. Jika hutan dikelola sebagai aset umat bukan sebuah nilai komersial tentu musibah seperti yang terjadi di tapanuli dan berbagai daerah lainnya tidak akan terus membawa korban jiwa.
Dan jika negara berdiri sebagai pelayan dan pelindung umat maka alam dan manusia akan selamat.
Semoga Allah memudahkan Islam segera tegak, sehingga tata kelola sumber daya alam akan terjaga dengan baik dan tidak akan dikelola oleh tangan-tangan yang rakus.
Wallahu'alam bishawab
Via
OPINI
Posting Komentar