OPINI
Solusi Islam Atasi Mental Generasi Muda yang Digilas Kapitalisme
Oleh: Dewi Royani, MH
(Muslimah Pemerhati Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Memilukan,tragedi bunuh diri di kalangan pelajar kembali terjadi. Dikutip dari bbc.com, (3-11-2025), dalam sepekan, dua anak ditemukan meninggal di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Di Sukabumi, remaja berusia 14 tahun ditemukan gantung diri dirumah. Korban nekad mengakhiri hidupnya diduga karena merasa tertekan mendapat kekerasan verbal dari teman sekolahnya.
Kasus serupa terjadi di Cianjur, seorang anak berusia 10 tahun ditemukan meninggal. Tubuh korban tergantung dengan tali sepatu yang diikat pada kusen pintu kamar tidur rumah neneknya. Belum diketahui indikasi maupun hal-hal yang dapat dijadikan motif korban melakukan tindakan tragis tersebut (timesindonesia.co.id, 24-10-2025)
Tak kalah memilukan, di Sawahlunto, Sumatera Barat, seorang siswa SMP di Kecamatan Barangin memilih mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di ruang kelasnya pada Selasa (28-10-2025). Hasil penyelidikan sementara tidak ada dugaan bullying dalam peristiwa tersebut (tribunnews.com, 29-10-2025). Di daerah tersebut, ini bukan peristiwa kali pertama terjadi. Sebelumnya, bunuh diri siswa SMP juga pernah terjadi. Hanya saja berlokasi di sekolah lain pada jenjang yang sama (idntimes.com, 29-10-2025).
Bukan Sekadar Masalah Bullying
Meningkatnya angka bunuh diri pada remaja, bahkan tanpa adanya faktor bullying, merupakan tanda adanya persoalan serius pada kerapuhan jiwa para remaja. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan dari 20 juta jiwa yang diperiksa dalam pemeriksaan kesehatan jiwa, terdapat lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental (antanews.com, 29-10-2025). Hal ini mengindikasikan maraknya bunuh diri di kalangan remaja terkait erat dengan kondisi gangguan kesehatan mental di kalangan generasi muda.
Bunuh diri merupakan puncak gunung es dari gangguan kesehatan mental seseorang. Penyebabnya bukan hanya terletak pada faktor klinis, tetapi juga pada persoalan non-klinis yang terjadi dalam kehidupan remaja. Faktor non klinis tersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini:
Pertama, lemahnya pendidikan akidah pada anak. Fenomena kerapuhan mental anak sejatinya terkait dengan lemahnya pendidikan akidah pada anak. Pendidikan hari ini tidak sampai kepada pembentukan kerangka berpikir yang kokoh sehingga agama tidak berpengaruh dalam membangun ketahanan mentalitas anak. Ketahanan mental ini maksudnya ketahanan ketika hidup menemui kesulitan, penderitaan, ketika menghadapi kegagalan saat berusaha, dan untuk menghadapi tantangan dll.
Hal ini disebabkan pendidikan hari ini dipengaruhi oleh paradigma sekularisme. Pendidikan sekuler hanya ditujukan mengejar prestasi fisik dan intelektual semata namun mengabaikan pengajaran agama sebagai penopang jiwa. Agama diajarkan sebagai teori, terbukti gagal meninggalkan pengaruh yang mengakar kuat pada kepribadian anak. Selain itu, paradigma batas usia anak yang dipengaruhi Barat (dewasa pada usia 18 tahun) sering kali membuat anak yang sudah balig atau dewasa secara syariat masih diperlakukan sebagai anak kecil. Akhirnya mereka tidak dididik untuk segera menyempurnakan akal dan tanggung jawabnya sesuai tuntutan syarak.
Kedua, faktor ekonomi dan konflik orang tua. Bagi banyak kalangan beban ekonomi saat ini terasa berat, terutama untuk kalangan menengah ke bawah. Tuntutan hidup yang dipicu oleh sistem kapitalisme melahirkan pengangguran, kemiskinan dan tekanan finansial lainnya seringkali menyebabkan ketidakstabilan keluarga. Karena tekanan ekonomi yang berat dapat meningkatkan stres pada orang tua. Hal ini berujung pada pola asuh yang lebih keras, kurangnya keterlibatan emosional, konflik dalam keluarga, perceraian orang tua yang semuanya menciptakan lingkungan tidak sehat bagi perkembangan jiwa anak. Keluarga pun menjadi kehilangan fungsinya.
Ketiga, tuntutan gaya hidup. Kapitalisme mempengaruhi pemikiran tentang konsep bahagia. Kebahagian dalam kapitalisme standarnya adalah materi yakni apabila seluruh keinginan bisa dipenuhi. Standar kebahagiaan inilah yang melahirkan budaya konsumtif, berprestasi ukuran fisik atau materi dengan mengabaikan nilai-nilai agama. Ketika realitanya dihadapkan adanya gap antara ketidakmampuan dan keinginan maka menyebabkan tekanan psikologis yang mendorong bunuh diri.
Dengan demikian fenomena maraknya bunuh diri di kalangan remaja bukan sekadar masalah kerapuhan mental yang bersifat individual semata. Melainkan persoalan sistemik dari pusaran kapitalisme. Kapitalisme menggerus kesehatan mental generasi penerus bangsa.
Islam Menawarkan Solusi Tuntas
Untuk mengatasi gangguan kesehatan mental yang melanda generasi muda, dibutuhkan perubahan mendasar pada sistem kehidupan secara keseluruhan. Islam menawarkan solusi tuntas dengan menempatkan akidah (keimanan) sebagai asasnya. Berikut solusi Islam untuk mencegah maraknya bunuh diri pada generasi muda, di antaranya:
1. Pendidikan Berbasis Akidah Islam
Dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam dijadikan dasar pendidikan baik dalam keluarga, sekolah, maupun seluruh jenjang pendidikan. Tujuan sistem pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam pada diri siswa sehingga memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Setiap peserta didik diberikan pemahaman agar menjalani hidup sesuai penciptaan Allah Swt.
Tujuan hidup yang benar menurut akidah Islam yakni meraih keridaan Allah Swt. Hal ini memberikan makna bahwa hidup tujuannya bukan untuk meraih kesenangan materi semata. Hidup bukan sekadar memenuhii tuntutan materialistik yang melelahkan seperti dalam sistem kapitalisme. Dengan pemahaman aqidah Islam yang kuat, peserta didik akan memiliki kekuatan mental dan spiritual untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan hidup. Hal ini dikarenakan memiliki pemahaman yang benar tentang tujuan penciptaan seorang manusia, takdir, dan pertolongan Allah Swt.
Dari sisi kurikulum, sistem pendidikan Islam memadukan penguatan kepribadian Islami (karakter) dengan penguasaan kompetensi ilmu (sain dan teknologi). Hal ini membuat peserta didik mampu menyikapi berbagai persoalan kehidupan dengan kompetensi keilmuannya dengan cara sesuai tuntunan agama (syar'i).
Sistem pendidikan Islam memiliki konsep pendidikan yang mendewasakan sejak balig. Dalam Islam, ketika seorang anak mencapai usia balig, anak akan diarahkan untuk menjadi 'aqil. Artinya memaksimalkan fungsi akal dan dewasa secara pemikiran dan tanggung jawab. Adapun pendidikan anak sebelum balig fokus pada mempersiapkan pendewasaan dan pemantapan kepribadian Islamnya, sehingga ia siap menjalani kehidupan dengan tanggung jawab syar'i dan sosial.
2. Jaminan Kesejahteraan dan Harmonisasi Keluarga
Penerapan sistem ekonomi Islam oleh negara akan menjamin kesejahteraan bagi masyarakat. Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) termasuk kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi setiap individu rakyat. Hal ini akan menjadi solusi dalam mengatasi kesulitan ekonomi yang menjadi salah satu pemicu stres dan konflik keluarga. Islam pun menjamin terwujudnya keharmonisan keluarga. Islam mendorong setiap keluarga agar menjadikan syariat-Nya sebagai panduan dan solusi terhadap seluruh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga termasuk dalam mendidik anak serta membentengi anak dari pengaruh negatif.
Solusi tersebut akan bisa dilaksanakan secara sempurna apabila sistem aturan kehidupan diatur oleh sistem Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah. Hanya dengan menerapkan Islam kaffah, generasi muda dapat memiliki mental yang kokoh. Ini adalah satu-satunya jalan untuk membangun kepribadian generasi muda yang tangguh, siap menghadapi badai kehidupan.
Wallahua'lam bishawab
Via
OPINI
Posting Komentar