OPINI
Maraknya Perceraian, Cermin Gagalnya Sistem Kapitalisme Menjaga Ketahanan Keluarga
Oleh: Rus Ummu Nahla
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Belakangan ini fenomena perceraian di Indonesia kian meningkat dan menjadi sorotan masyarakat. Maraknya perceraian tidak hanya terjadi pada pasangan dari kalangan umum saja, namun banyak pula publik figur yang kini terbuka menyampaikan keputusan perceraian. Kasus perceraian kini seolah bukan lagi dianggap hal yang tabu, khususnya di kalangan perempuan. Fenomena perceraian pun tidak hanya dialami oleh pasangan baru menikah, namun terjadi pada pasangan yang sudah puluhan tahun bersama.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sepanjang 2024 terdapat 399.921 kasus perceraian di Indonesia. Meski jumlah ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2023, angkanya masih jauh lebih tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi. Dari keseluruhan kasus tersebut, sekitar 77 persen merupakan cerai gugat—yaitu perceraian yang diajukan oleh pihak istri. Hal ini menggambarkan bahwa semakin banyak perempuan mengambil langkah hukum untuk mengakhiri pernikahan yang dipandang tidak sehat, tidak adil, atau sudah tidak memberikan kebahagiaan (CNBC Indonesia, 30 Oktober 2025).
Tingginya angka perceraian di Indonesia terang menunjukkan betapa rapuhnya ketahanan keluarga muslim saat ini, rumah tangga yang merupakan benteng pertama pembentukan karakter bagi generasi, kini justru banyak mengalami guncangan yang mengancam keutuhan dan fungsinya. Lebih dari itu, fakta ini sekaligus menjadi alarm bahwasanya kondisi sosial masyarakat kita sedang tidak baik-baik saja.
Jika dicermati, ada beberapa faktor yang menyebabkan maraknya perceraian saat ini. Salah satunya adalah akibat tekanan ekonomi.Tak dimungkiri, hidup dalam sistem kapitalis membuat kebutuhan dasar keluarga diserahkan sepenuhnya kepada individu tanpa jaminan perlindungan yang memadai dari negara. Harga bahan pokok terus melonjak, biaya pendidikan dan kesehatan semakin tinggi, sementara pendapatan keluarga cenderung stagnan. Sebagian besar masyarakat bekerja keras dengan gaji yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup. Akibat lapangan kerja yang terbatas dan sistem upah murah, suami-istri terpaksa bekerja berjam-jam hanya untuk bertahan. Kondisi ini mengurangi waktu kebersamaan, komunikasi melemah, dan hubungan rumah tangga pun rentan dipenuhi pertengkaran yang berujung kepada perceraian.
Selain faktor ekonomi, faktor lain yang turut memicu perceraian adalah kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, serta jeratan judi online dan pinjaman online. Semua faktor ini semakin memperparah keretakan keluarga dan mengancam ketahanan rumah tangga. Tidak hanya itu, budaya hedonis kian mempengaruhi cara pandang kehidupan keluarga saat ini, banyak pasangan memiliki persepsi keliru bahwa kebahagiaan itu diukur dari banyaknya materi, rumah harus mewah, gaya hidup harus serba ideal, dan segala kebutuhan harus dipenuhi tanpa kekurangan. Standar kebahagiaan akhirnya diukur pada banyaknya materi bukan pada keharmonisan dan ketentraman keluarga. Ketika ekspektasi material tidak terpenuhi, kekecewaan akan mudah muncul dan memicu konflik dalam rumah tangga.
Demikianlah berbagai faktor yang menyebabkan perceraian marak terjadi. Namun yang paling mendasar yang menyebabkan maraknya perceraian adalah akibat penerapan sistem sekularisme-kapitalisme. Sistem yang menapikan agama sebagai pegangan hidup dan mengikis ketakwaan individu sehingga banyak pasangan yang melupakan bahwa pernikahan adalah bagian dari ibadah dan jalan untuk melahirkan generasi penerus yang akan mengemban peradaban.
Dalam Islam, ikatan pernikahan adalah ikatan yang sakral yang harus senantiasa dijaga meskipun goncangan datang silih berganti. Sebab jika ikatan ini rusak, maka rusaklah fondasi keluarga dan rapuh pula tatanan masyarakat secara keseluruhan. Sebab keluarga adalah benteng pertama pembentuk kepribadian, tempat tumbuhnya generasi.
Karena itu, Islam memberikan aturan yang jelas dalam seluruh aspek kehidupan untuk memastikan terjaganya ketahanan keluarga. Negara dalam sistem Islam akan menerapkan pendidikan yang menanamkan iman dan takwa sejak dini, menjaga pola pikir dan kepribadian agar selalu selaras dengan akidah sehingga mental individu tidak mudah rapuh ketika menghadapi berbagai tekanan. Di samping itu, sistem pergaulan Islam yang diterapkan akan mengatur batas-batas interaksi antara laki-laki dan perempuan sehingga keluarga terhindar dari perselingkuhan.Terlebih, sistem ekonomi Islam akan memastikan kesejahteraan terjamin dan mampu menopang ketahanan keluarga, negara akan memastikan kebutuhan pokok individu masyarakat terpenuhi dan dijamin oleh negara sehingga keluarga tidak dihimpit dengan beban hidup yang kian memberatkan.
Kini umat Islam harus memahami bahwa maraknya kasus perceraian bukan sekadar persoalan internal antara suami dan istri, tetapi merupakan dampak dari sistem kapitalisme yang diterapkan yang tidak mendukung ketahanan keluarga. Keluarga yang kokoh hanya bisa terbentuk dalam masyarakat yang berlandaskan Islam. Oleh sebab itu, upaya memperkuat keluarga pada hakikatnya adalah upaya untuk menegakkan kembali tatanan kehidupan Islam secara menyeluruh, yakni dengan penerapan Islam secara kaffah. Sehingga ketahanan keluarga akan terjaga dan kelak akan lahir generasi tangguh, generasi yang siap membangun peradaban.
Wallahu ‘alam bish shawab.
Via
OPINI
Posting Komentar