Opini
Jangan hanya Reshuffle Kabinet, Reshuffle juga Sistemnya
Oleh: Umi Hanifah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Gelombang aksi masyarakat terkait berbagai tunjangan pejabat yang di luar nalar, pajak semakin mencekik, dan tuntutan lainnya Agustus lalu di respon oleh Presiden Prabowo dengan reshuffle kabinet. Presiden mereshuffle kabinet merah putih tiga kali mulai Februari hingga September tahun ini.
Benarkah reshuffle kabinet bisa merubah kondisi sesuai keinginan masyarakat? Jawabannya tentu tidak. Reshuffle hanya ganti orang tetapi roda kendaraan yang dijalankan tetap sama. Meskipun berkali-kali reshuffle tidak akan ada perubahan apapun.
Ibarat sepak bola, reshuffle hanya mengganti pemain sedangkan aturannya tetap, maka hasilnya akan sama. Jika kita telisik masalah yang rumit di negeri ini karena sistem yang di jalankan penuh kompromistis dan tarik ulur sesuai kepentingan.
Ya, sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan hari ini menjadikan manfaat sebagai asas pengambilan keputusan. Manfaat yang di maksudkan adalah buat pejabat, partai, dan lingkaran oligarki. Rakyat hanya dijadikan legimitasi, lebih tepatnya tumbal lima tahunan untuk meraup suara menuju kursi kekuasaan. Pejabat dan kroninya selalu yang diuntungkan, sebaliknya rakyat tetap buntung.
Apalagi nama-nama pejabat pengganti diisi orang yang pro rezim, kolega, partai pendukung dan sebagainya. Arah kebijakannya sudah bisa dibaca, hanya buat pemodal yang mengantarkannya menuju kursi kekuasaan. Rakyat tidak pernah menjadi prioritas, reshuflle sekedar meredam kekecewaan sesaat.
Menuju Perubahan Hakiki dengan Sistem Islam
Permasalahan negeri ini sangat komplek, sehingga perubahan harus secara sistemik bukan sekedar ganti orang/pejabat. Terbukti 80 tahun merayakan kemerdekaan dan berganti presiden 8 kali, kondisi semakin kacau. Bisa dikatakan, barang lama hanya bungkusnya yang berbeda.
Di semua lini kehidupan karut-marut, kemiskinan merajalela akan tetapi pejabatnya hidup mewah. Korupsi kian menggila dan menyasar hampir semua pajabat, dengan angka milyar hingga triliun. Di saat Presiden menginginkan efisiensi anggaran, perjalanan dinas tetap dengan anggaran serta rombongan besar dan menginap di hotel berbintang yang semalam tarifnya ratusan juta.
Sebaliknya, dalam lslam para pejabat dipilih orang yang bertakwa dan mampu dalam bidangnya karena jabatan adalah amanah. Seorang pemimpin harus taat agar tidak mudah tergoda remah dunia. Pemimpin adalah ra’in/pelayan masyarakat dan kelak akan di mintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Kebijakan yang dijalankan bukan asas manfaat tetapi harus sesuai syariat, jika bertentangan harus di tinggalkan. Para pejabat tidak gila harta, mereka paham bahwa kekuasaan sementara dan ada kehidupan abadi di akhirat kelak. Mereka akan berhati-hati menjalankan amanahnya, jika melalaikan bahkan menzalimi ada neraka jahanam sebagai tebusannya.
Sebagaimana Amirul Mukminin Umar bin Khathab yang melarang anaknya Abdullah bin Umar bin Khathab menjadi pejabat, karena beratnya amanah dan ia tidak ingin keluarganya terperosok dalam kehinaan jika tidak mampu menjaganya.
Seorang pemimpin adalah teladan masyarakat dan berani menanggung resiko. Saat Madinah paceklik, Amrul mukminin Umar bin Khathab hanya makan gandum kasar hingga kulitnya hitam. Ia memberikan keteladanan dan empati terhadap kondisi rakyatnya. Tindakan kesatria yang tidak ditemui pada pejabat dalam sistem saat ini, Umar menunjukkan sikap sejati seorang pemimpin.
Saatnya kita tegas mengambil langkah untuk menerapkan lslam sebagai sistem bernegara agar kehidupan berubah lebih baik. Jika masih mau diatur dengan sistem demokrasi kapitalisme, berpuluh bahkan ratusan ganti orang maka kondisi tetap menyusahkan.
Allahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar