OPINI TOKOH
80 Tahun Merdeka, Rakyat Masih jadi Budak Kapitalisme
Oleh: Endah Dwianti, S.E.Ak., CA., M.Ak.
(Pengusaha)
TanahRibathMedia.Com—Dalam kurun 80 tahun Indonesia merdeka, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan kemerdekaan itu belum menyentuh inti. Kita memang lepas dari kolonialisme fisik Belanda dan Jepang, tetapi secara ekonomi, politik, bahkan cara berpikir, kita masih di bawah kendali sistem dan ideologi asing.
Krisis Ekonomi: Rakyat Diperas, Kapitalis Dilayani
Berdasarkan laporan terbaru menunjukkan hampir satu juta pekerja terdampak gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dengan sektor tekstil menjadi yang paling banyak terkena imbasnya (Metrotvnews.com, 12-8-2025). Mereka yang masih bekerja pun tak merasakan kenaikan kesejahteraan.
Cnbcindonesia.com (8-8-2025) mengungkap fenomena “makan tabungan” karena pendapatan tak cukup untuk biaya hidup yang terus melambung. Tirto.id (8-8-2025) memotret kondisi kelas menengah yang “susah kaya, rentan miskin”.
Dalam kacamata Islam, kegagalan memenuhi kebutuhan dasar rakyat adalah tanda nyata kerusakan sistem. Rasulullah ï·º mengajarkan bahwa negara adalah raa’in (penggembala) yang bertanggung jawab penuh atas rakyatnya, termasuk memastikan kebutuhan pokok sandang, pangan, papan terpenuhi. Saat rakyat dipaksa menguras tabungan, berutang, atau hidup dari bantuan, itu berarti negara gagal menjalankan amanahnya.
Penjajahan Pemikiran: Umat Dijauhkan dari Islam Kafah
Ironi kemerdekaan tak hanya di ekonomi. Ada pula penjajahan yang lebih licin yaitu penjajahan pemikiran. Program deradikalisasi, promosi “Islam moderat”, hingga dialog antaragama (Kemenag.go.id, 15/8/2025) dipasarkan sebagai upaya merawat persatuan. Namun, dalam pandangan Islam, strategi ini justru melemahkan identitas umat, mencabut keyakinan bahwa sistem hidup yang paripurna hanyalah Islam.
Penjajahan pemikiran seperti ini membuat umat kehilangan fikrah islamiyah (cara berpikir Islam) dan nafsiyah islamiyah (cara bersikap Islam). Akibatnya, umat mudah menerima sistem kapitalisme-sekuler yang lahir dari peradaban Barat, yang sejatinya bertentangan dengan syariat.
Akar Masalah: Sistem Kapitalisme-Sekuler
Islam memandang kerusakan ini bukan akibat “salah kelola” semata, tetapi buah dari sistem yang diterapkan. Kapitalisme-sekuler memisahkan agama dari kehidupan, memberi ruang pada kapitalis untuk menguasai sumber daya alam, memprivatisasi kepemilikan umum, dan mengatur kebijakan sesuai kepentingan mereka. Inilah penjajahan hakiki bahwa rakyat menjadi budak ekonomi, sementara aturan Allah disingkirkan dari panggung politik dan pemerintahan.
Solusi Islam kafah: Kemerdekaan yang Hakiki
Sejarah membuktikan, Islam pernah mengatur negara dan menyejahterakan rakyat dengan sistem yang sempurna. Dalam sistem Islam kafah:
1. Kepemilikan umum seperti tambang, hutan, laut, dikelola negara untuk rakyat, bukan dijual ke swasta atau asing.
2. Negara menjamin kebutuhan pokok rakyat secara langsung.
3. Industrialisasi dijalankan untuk membuka lapangan kerja.
4. Tanah diberikan kepada yang mau menghidupkan.
5. Fakir miskin disantuni dari baitulmal.
Lebih dari itu, negara menjaga kemurnian pemikiran umat, memastikan pendidikan, media, dan kebijakan publik selaras dengan syariat. Inilah kemerdekaan yang bukan hanya mengangkat derajat materi, tetapi juga memerdekakan akal dan jiwa dari dominasi ideologi kufur.
Jalan Perubahan Hakiki
Perubahan yang dibutuhkan bukan sekadar tambal sulam kebijakan atau slogan politik. Perubahan hakiki menuntut pencabutan sistem kapitalisme dan penggantinya dengan sistem Islam kafah. Ini hanya bisa terwujud melalui perjuangan dakwah ideologis yang memimpin umat kembali pada aturan Allah secara total.
Kemerdekaan hakiki adalah saat kita hidup di bawah hukum Allah, terbebas dari cengkeraman kapitalisme, dan menjadi umat yang memimpin peradaban dunia. Tanpa itu, perayaan 80 tahun kemerdekaan hanyalah pesta di atas luka, dan penjajahan itu akan terus berlangsung dengan wajah yang lebih halus, tetapi dampak yang lebih mematikan.
Wallahualam bissawab.
Via
OPINI TOKOH
Posting Komentar