Opini
Perundungan Terus Terjadi, Anak Butuh Perlindungan
Oleh: Fitria Hizbi
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Aksi perundungan (bullying) dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan. Berbagai kasus perundungan terus terjadi di berbagai tempat dengan beragam motif kejadian. Sebagaimana dilansir dalam laman www.cnnindonesia.com (26 Juni 2025), telah terjadi aksi perundungan terhadap seorang bocah di Bandung yang diceburkan ke dalam sumur sedalam tiga meter gara-gara menolak ajakan temannya untuk minum tuak dan menghisap rokok. Kejadian tersebut terjadi di Kampung Sadang Sukaasih, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, pada Mei 2025 yang lalu. Yang membuat miris bahwa pelaku masih berumur 12 dan 13 tahun dan korban berumur 13 tahun, serta satu orang pelaku dewasa berumur 20 tahun.
Pada hari jumat, 2 Mei 2023 silam, juga telah terjadi aksi perundungan terhadap siswa SMP oleh 11 orang kawannya hingga mengalami trauma. Aksi perundungan tersebut terjadi di Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat. Lagi-lagi, pelakunya bukanlah orang dewasa, melainkan anak-anak yang masih duduk di bangku SMP (Kompas.com, 10-06-2025).
Kedua fakta di atas merupakan sebagian kecil dari sederet kasus perundungan yang terus-menerus terjadi di negeri ini, bahkan di dunia. Grafik kasus perundungan (bullying) yang terjadi di Indonesia dewasa ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Telah terjadi peningkatan signifikan dalam kasus yang dilaporkan, meskipun banyak kasus yang tidak terungkap ke publik. Tentu saja hal ini merupakan masalah yang serius yang terjadi di lingkungan pendidikan dan di tengah-tengah masyarakat. Perundungan tersebut terjadi dengan berbagai motif dan bentuk, baik fisik, verbal, sosial, maupun cyber, yang akan sangat berdampak terhadap psikologis dan emosional korban sebagaimana yang dialami oleh siswa SMP, korban perundungan yang terjadi di Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat di atas.
Berbagai kasus perundungan yang tengah terjadi, baik yang terungkap maupun tidak, menyisakan banyak pertanyaan dan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat. Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan pendidikan di negeri ini? Apa yang menyebabkan maraknya kasus perundungan, khususnya di dalam dunia pendidikan?
Berbagai kasus perundungan tentu saja tidak bisa ditolerir sedikit pun, apapun alasannya. Anak-anak butuh perlindungan dari maraknya kasus perundungan yang jelas-jelas membahayakan secara fisik, maupun psikologis, bahkan mengancam nyawa.
Selain itu, maraknya kasus perundungan menjadi indikasi buruknya regulasi serta lemahnya sistem sanksi di negeri ini, sekaligus indikasi gagalnya sistem pendidikan. Maraknya penggunaan tuak dan aksi kekerasan oleh sejumlah siswa menjadi bukti nyata dari buruknya regulasi, lemahnya sistem sanksi, dan gagalnya sistem pendidikan.
Jika ditelaah secara mendalam, maraknya kasus perundungan di dunia pendidikan tidak lepas dari penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam berbagai aspek kehidupan. Sistem kapitalistik telah menjadikan aspek kemanfaatan sebagai asas pijakan dalam membuat kebijakan dan pengambilan keputusan tanpa mempertimbangkan halal dan haram, serta kemudaratan yang akan ditimbulkan. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya perubahan yang mendasar dan menyeluruh berupa perubahan paradigma berpikir dan konsep kehidupan yang diemban negara, bukan sekedar perubahan regulasi dan sanksi hukum semata.
Islam telah menetapkan bahwa perundungan (bullying) merupakan tindakan yang diharamkan, baik itu dilakukan secara verbal maupun fisik, termasuk penggunaan barang haram seperti tuak dan narkoba. Islam telah menetapkan bahwa segala bentuk perbuatan manusia harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Baligh adalah titik awal dalam Islam bagi seseorang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Islam telah menjadikan akidah Islam sebagai asas yang membangun sistem pendidikan yang akan memberikan bekal untuk menyiapkan anak mukallaf pada saat baligh. Pendidikan sejatinya menjadi tanggung jawab seluruh elemen, mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam membangun menyelenggarakan sistem pendidikan melalui penyusunan kurikulum dalam semua level dan jenjang pendidikan. Semua itu untuk mewujudkan generasi yang memiliki kepribadian Islam.
Di samping membangun sistem pendidikan dengan asas akidah Islam, sistem informasi dan sistem sanksi pun dibangun dalam rangka menguatkan arah pendidikan yang dibuat dan dirancang oleh negara. Semua itu untuk mewujudkan generasi yang memiliki kepribadian Islam.
Adapun sanksi terhadap pelaku perundungan, Islam telah menetapkan sanksi tegas dan membuat jera pelakunya. Jika perundungan tersebut berupa fisik, maka akan diberlakukan hukum kisas bagi pelaku yaitu berupa pembalasan setimpal, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 178 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah mengikutinya dengan cara yang patut dan hendaklah menunaikan kepadanya dengan cara yang baik. Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Siapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.”
Sanksi merupakan benteng terakhir yang ditetapkan dalam Islam ketika ketakwaan yang dibangun melalui proses pendidikan dan juga kontrol masyarakat tidak lagi mampu mencegahnya dari perbuatan perundungan.
Wallahu ‘a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar