Opini
Nasionalisme dan Matinya Nurani Penguasa
Oleh: Ummu Ihsan
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Baru-baru ini aksi Global March to Gaza telah membelalakkan dunia dan semakin membuka tabir pengkhianatan para pemimpin Muslim. Aksi Global March to Gaza yang bergerak pada Ahad (15-6-2025) bertujuan menekan pihak bersangkutan agar membuka blokade Gaza sejak 2023 oleh Zionis Yahudi. Meski upaya mereka belum berhasil, aksi ini membuktikan bahwa pembantaian dan pemblokadean yang terjadi di Gaza membuka nurani kemanusiaan baik Muslim maupun nonmuslim. Sementara para pemimpin Arab, Mesir, dan Yordania tetap dengan sikap mereka, hanya beretorika dan malah menunjukkan keberpihakannya terhadap kepentingan zionis.
Buktinya saat aksi Global March to Gaza, lebih dari 30 aktivis dideportasi oleh otoritas Mesir di hotel dan bandara internasional Kairo dengan alasan tidak mengantongi izin yang diberlakukan. Otoritas Mesir mengklaim bahwa mereka menolak blokade Israel terhadap Gaza dan mendesak gencatan senjata. Di sisi lain, Mesir justru aktif membungkam aktivis yang menentang kerjasama ekonomi- politik Mesir dan Israel. Hal ini tentu merupakan paradoks atas upaya pemerintah Mesir yang tetap menjaga hubungan dengan Israel kendati publik secara luas mendukung kemerdekan Palestina.
Kemenlu Mesir dikutip Associated Press, pada Rabu (11/6) menyatakan perlunya mengantongi izin terlebih dahulu, di mana banyaknya permintaan akses menuju perbatasan Mesir-Gaza. Pemberlakuan ini demi menjaga keamanan nasional, regulasi keluar masuk dan pergerakan individu di wilayahnya, khususnya di daerah perbatasan sensitif. Pernyataan ini jelas sungguh naif mengingat pembantaian kaum Muslim justru terjadi di depan mata mereka.
Otoritas Mesir kenyataannya melakukan razia dan deportasi peserta aksi tanpa penjelasan yang eksplisit. Fatima Rouibi (Advokat Aljazair) menyebut 3 koleganya ditahan di bandara pada Rabu (11/6) sebelum sehari dideportasi. Sedangkan, Bilah Nieh (aktivis Tunisia, tinggal di Jerman) mengaku dirinya dideportasi bersama 7 rekannya (Afrika Utara) yang memegang paspor Eropa. Ia juga menjelaskan bahwa otoritas Mesir tidak menjadikan alasan atau dokumen sebagai alasan dideportasi.
Panitia aksi Global March to Gaza melaporkan setidaknya ada 170 peserta ditahan atau dihambat saat di Kairo, dan telah mengikuti protokol yang berlaku dan mendesak izin akses masuk. Tindakan represif dan dipersulitnya pelayanan administrasi untuk mengantongi izin sebagai akses masuk bagi aktivis telah membuka mata hati kita bahwa otoritas Mesir berpihak kepada zionis bukan kepada rakyat. Tentu tindakan ini bukan tanpa alasan.
Aksi Global March to Gaza yang dihadiri kurang lebih 1.000 aktivis dari berbagai negara adalah gerakan sipil internasional yang tidak terafiliasi oleh partai politik manapun. Aksi solidaritas untuk Palestina ini adalah representasi dari kekecewaan umat terhadap sikap diamnya penguasa. Alih-alih mewujudkan harapan yang selama ini mereka suarakan, malah makin mengubur harapan. Pada akhirnya umat tak dapat lagi membendung kemarahannya dan bergerak atas dasar nurani, rasa kemanusiaan, dan akidah Islam.
Gerakan ini sejatinya menggambarkan kesadaran umat yang semakin tampak jelas. Langkah awal yang baik atas nasib umat di masa mendatang. Aksi bersejarah ini begitu antusias diikuti oleh berbagai warga dunia. Menariknya ada beberapa artis Indonesia, seperti Wanda Hamidah, Ratna Galih, dan Zaskia Adya Mecca, serta beberapa deretan artis lainnya. Tentu butuh perjuangan penuh untuk mereka dapat mengikuti aksi tersebut. Di antara kalangan artis ini sampai mereka harus meninggalkan anak-anaknya di rumah dan meminta izin pergi suaminya.
Mengutip penggalan video di akun X ada salah seorang aktivis yang memohon penuh haru kepada salah satu tentara Mesir agar mereka diberikan akses masuk, namun hasilnya pun nihil. Karena terus mendapat perlawanan, akhirnya tentara Mesir itu mengakui, bahwa yang melatarbelakangi atas tindakannya karena ”terpaksa”. Bukti bahwa para tentara Mesir ini sebenarnya masih memiliki hati nurani dan mereka hanya menjalankan tugas dan di bawah tekanan pemerintahannya.
Para aktivis aksi Global March ini mereka menempuh perjalanan panjang dari kota Al Arish di semenanjung Sinai Mesir menuju perbatasan Rafah dengan tujuan menekan pihak-pihak terkait membuka blokade yang selama ini memperburuk kondisi Gaza dan menyebabkan kelaparan hebat. Akibatnya kurangnya pasokan makanan rakyat Gaza banyak anak-anak mengalami gizi buruk dan kematian. Ditambah ekstrimnya cuaca dingin yang mendera sewaktu-waktu bersamaan dengan rasa lapar yang menyiksa serta tidak memadainya penghangat tubuh dan tenda-tenda pengungsian yang tidak tahan terjangan hujan deras, badai angin, dan badai salju.
Para aktivis ini juga sudah mempertimbangkan berbagai resiko yang akan mereka hadapi bahkan kehilangan nyawa sekalipun mereka telah siap. Mereka datang dengan hati, dengan tekad yang kuat, dengan nurani serta rasa kemanusiaan yang tinggi.
Tentu kita perlu berlaku bijak dan adil dalam menyikapi masalah ini. Mengapresiasi aspirasi umat agar tidak mengerdilkan semangat mereka. Namun perlu digarisbawahi bagi seorang Muslim wajibnya beramal dengan ilmu. Tidak serta merta hanya ikut-ikutan dalam aksi ini. Semata melakukannya sebatas bekal semangat belaka, nurani, atau sebatas rasa kemanusiaan saja. Tetapi harus dengan dasar keimanan, akidah islam, dan jalinan ukhuwah islamiyah serta berbagai pertimbangan lainnya terkait dengan wajibnya pergi bersama mahram dan tidak berikhtilat antara laki-laki dan perempuan.
Nasionalisme Tembok Pemisah
Nasionalisme adalah dasar atas tindakan represif otoritas Mesir kepada para aktivis yang dihadang dan ditahan. Paham ini yang mematikan nurani dan rasa kemanusiaan para penguasa Arab sehingga membuat mereka sanggup untuk membiarkan saudaranya diterkam musuh. Kita tahu tembok perbatasan Mesir dan Gaza, adalah pemandangan yang menyakitkan bagi siapapun yang akal dan nuraninya masih sehat.
Di balik tembok tebal menjulang tinggi ada dua kondisi kehidupan manusia yang kontradiktif, Gaza dengan penderitaan dan genosida, sementara Mesir hidup dengan tenang dan bebas. Nasionalisme inilah yang menjadi tembok sebenarnya sebelum adanya tembok perbatasan Mesir dan Gaza. Paham ini pula menjadikan umat terpecah belah menyerukan ashobiyah antara muslim dan muslim lainnya. Padahal sejatinya umat ini bak satu tubuh.
Rasulullah bersabda: ”Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya ikut merasakan tidak bisa tidur dan panas (turut merasakan sakitnya)." (Shahih Muslim 4685).
Khilafah dan Jihad, Solusi Hakiki
Sudah saatnya kita harus mengajak umat untuk bergerak atas dasar yang benar dan bergabung dalam jemaah dakwah ideologis. Mencerahkan pemikiran umat tentang politik Islam dan jebakan nasionalisme. Lalu meyakinkan kepada umat bahwa tidak sepatutnya kita meminta bantuan kepada penguasa-penguasa penghianat yang sejatinya mereka adalah antek-antek penjajah. Bahwa hanya Islamlah solusi satu-satunya dan paripurna untuk persoalan Palestina. Melalui tegaknya institusi khilafah maka seluruh hukumnya akan diterapkan dalam lini kehidupan, termasuk perkara jihad untuk membebaskan Palestina.
Wallahu alam.
Via
Opini
Posting Komentar