Opini
Mempertanyakan Peran Negara dalam Melindungi Perempuan dan Anak dari Kejahatan Siber
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Litrasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Dunia digital tidak hanya membawa banyak perubahan dan kemajuan bagi kehidupan manusia. Tetapi, juga menimbulkan rintangan tersendiri sehingga memunculkan persoalan baru akibat kemajuan dunia digital. Terlebih penggunaan gadget tanpa pengawasan pada anak-anak usia dini. Hal ini tentu saja menjadi ancaman siber. Apalagi bertebaran konten-konten di media sosial yang menjadi pemicu adanya kekerasan.
Menurut Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauz, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sumbernya dari paparan media sosial dan gadget (Tempo 11 Juli 2025).
Melalui Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafidz, terkait pertemuan dengan Sekretaris Jenderal International Telecommunications Union (ITU), Doreen Bogdan-Martin, di Jenewa, pemerintah Republik Indonesia memperkenalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak atau PP TUNAS sebagai model regulasi yang bisa menjadi acuan global dalam melindungi anak-anak di ruang digital kepada organisasi telekomunikasi internasional, yakni International Telecommunications Union (ITU) (Jakarta Info Publik 9 Juli 2025).
Dalam rangka mencapai bonus demografi, menurut Wihaj Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN menyatakan penggunaan gawai pada remaja menjadi tantangan tersendiri. Hal ini berdasarkan survei State of Mobile 2024, durasi rata-rata penggunaan gawai di Indonesia bahkan paling tinggi di dunia, mencapai 6,05 jam per hari (Antara, 9 Juli 2025).
Aktivitas penggunaan seluler antara lain untuk browsing Internet, komunikasi, bermain game, medsos, ruang kerja dan lain-lain. Dengan demikian penggunaan seluler telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari bagi banyak orang.
Kerusakan Literasi Berbasis Sekuler
Akibat rendahnya literasi digital juga sistem pendidikan yang berbasis sekuler membuat masyarakat semakin terperangkap akan ketidaktahuan. Bahkan cara negara memberi
perlindungan pun sangatlah lemah. Apalagi arus digitalisasi membawa banyak keuntungan materi. Dan yang paling rentan terhadap ancaman siber adalah Perempuan dan anak-anak. Mengapa demikian?
Bisa jadi perempuan memiliki tingkat pengetahuan digital yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Membuat rentan terhadap ancaman malware dan kekerasan berbasis gender online (KBGO). Sedangkan anak-anak jika semakin banyak mengakses dunia digital terutama melalui media sosial dapat terancam paparan perundungan siber, paparan konten pornografi dan ancaman keamanan data dan lain-lain.
Dalam kehidupan sekuler kapitalisme penggunaan teknologi jika tanpa dilandasi ilmu juga ketakwaan berakibat kerusakan besar pada masyarakat. Inilah konsekuensi yang harus dibayar. Bahkan bahaya lainnya yaitu penguasaan atas dunia siber juga bisa menjadi alat untuk menguasai negara.
Tanggungjawab Negara/Khilafah Membangun Jaringan Sistem Digital Mandiri
Islam bukan hanya agama, tetapi merupakan aturan kehidupan yang di dalamnya terdapat problem solving bagi seluruh persoalan hidup manusia, dari urusan pribadi hingga urusan politik/ negara, karena Islam berasal dari Dzat yang maha sempurna. Keberadaannya untuk mengurusi dan menjaga umat yang di dalamnya terdapat akidah Islam. Tentu saja fungsi tersebut dapat terwujud jika penerapannya melalui sistem/negara.
Lebih lanjut penerapan syariat harus dilakukan secara kafah karena akan membawa maslahat bagi masyarakat. Memiliki teknologi canggih dan aman serta penjagaan terpapar konten-konten yang rusak dan merusak dibutuhkan penguasa yang terbebas dari virus intervensi negara lain termasuk dalam hal teknologi siber. Sikap politik seperti ini jika negaranya berdaulat serta mandiri. Negara akan menjaga bentuk kejahatan siber dengan penerapan dakwah melalui media masa. Serta sistem sanksi hukum yang tegas atas kejahatan-kejahatan siber lainnya.
Jika hari ini pornografi dijadikan ladang bisnis, penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan ekonomi rakyat. Dengan demikian tertutup kejahatan siber yang berbahaya bagi rakyat.
Negara (Khilafah) hadir sebagai penanggung jawab dalam memelihara urusan rakyat. Pendidikan pun juga sangat diperhatikan. Karena tujuan terselenggarakannya pendidikan tak lain adalah pemahaman asas akidah Islam, sehingga terpancar pada diri manusia perilaku aklak yang mulia dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkepribadian Islam. Mereka pun dibina agar menguasai peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqofah Islam.
Dengan demikian, peran negara sebagai junnah (pelindung dan penjaga rakyat) sangat dibutuhkan, dan akan terwujud dengan tegaknya Khilafah. Negara akan menerapkan edukasi melalui sekolah-sekolah atas kemajuan teknologi termasuk dunia siber. Juga training dalam penggunaan teknologi siber. Agar kemuliaan manusia dan keselamatan dunia akhirat terjaga.
Wallahu'alam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar