Opini
Hijrah dari Demokrasi menuju Islam Kaffah
Oleh: Muhammad Syafi'i
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Hal penting yang harus diingat setiap tahun baru Hijriah adalah hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah. Jika merujuk pada alasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah dari Makkah, maka hijrah yang harus dilakukan Umat Islam hari ini adalah hijrah dari sekularisme sekaligus sistem politik demokrasi.
Kondisi umat hari ini sejak dirasuki sekularisme dan diterapkan sistem demokrasi tidak ubahnya seperti kondisi masyarakat Makkah sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Saat itu, masyarakat Makkah secara umum belum menerima dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Jumlah penduduk yang memeluk Islam memang sedikit demi sedikit bertambah, hanya saja Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat belum memiliki pengaruh dalam mengatur kehidupan masyarakat Makkah. Meskipun ada di antara orang penting dan dihormati di Makkah telah menjadi Muslim, namun tidak secara otomatis mengubah budaya dan kebiasaan masyarakat Makkah yang terkenal jahiliyah.
Budaya jahiliyah masyarakat Makkah saat itu antara lain menyembah berhala, berjudi, merampok, meminum khamar, merendahkan kaum wanita serta fanatisme kesukuan. Praktik ekonomi ribawi serta berbagai transaksi ekonomi yang rusak dan zalim menjadi hal biasa. Dakwah Islam yang menentang budaya jahiliyah tersebut diabaikan bahkan ditentang keras masyarakat Makkah hingga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya mendapatkan penganiyaan secara fisik.
Jika direfleksikan dengan kondisi umat Islam hari ini, budaya jahiliyah hadir kembali di tengah-tengah umat Islam. Memang saat ini umat Islam tidak membuat berhala untuk disembah, namun dengan sistem demokrasi umat Islam harus tunduk pada aturan buatan manusia dalam hal ini para wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif sembari mengabaikan aturan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sikap tunduk pada aturan buatan manusia ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmudzi dan Imam Ibnu Jarir dari Addi ibnu Hatim radiyallahu ‘anhu sebagai sebuah bentuk penyembahan. Apalagi sekularisme sebagai induk dari demokrasi mengharuskan pengabaian agama dari masalah kehidupan, semakin menjauhkan umat Islam dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Adapun praktik judi justru semakin maju dengan adanya perlindungan dari demokrasi atas nama kebebasan berperilaku dan kebebasan berekonomi. Saat ini, dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, judi dapat dilakukan secara online, kapan pun, di mana pun dengan berbagai bentuk.
Apalagi transaksi ekonomi ribawi, saat ini justru menjadi tumpuan ekonomi. Kebebasan ekonomi yang dijamin dalam sistem demokrasi dijadikan kesempatan oleh para kapitalis dalam menjalankan transaksi ekonomi ribanya serta berbagai transaksi ekonomi rusak lainnya. Parahnya, demokrasi memberikan kebebasan para kapitalis untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang luas tanpa batas teritorial. Artinya, para kapitalis bisa mengeksploitasi sumberdaya di berbagai negara. Tidak heran jika di Indonesia, misalnya, banyak sekali tambang asing yang beroperasi seperti PT Freepot (Amerika Serikat), Chevron (Amerika Serikat), ExxonMobil (Amerika Serikat), Shell (Inggris dan Belanda), PT Vale Indonesia (Brasil), Tsingshan Steel Group (Cina) di IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park).
Penguasaan sumber daya oleh para kapitalis ini menimbulkan bencana, di samping kerusakan lingkungan juga melahirkan banyak rakyat miskin di berbagai negara. Indonesia, contohnya, meskipun memiliki sumber daya alam yang menjadi rebutan para kapitalis asing, namun berdasarkan laporan Bank Dunia pada April 2025, sebanyak 60,3% terkategori miskin. Perampokan yang dilakukan para kapitalis terhadap kekayaan alam milik masyarakat umum bisa dikatakan lebih parah dibanding perampokan pada masa jahiliyah.
Konsumsi minuman yang memabukkan di masa saat ini bisa dibilang lebih parah dibanding kebiasaan meminum khamar pada masa jahiliyah. Pasalnya, selain meminum minuman keras, para pemuda Muslim hari ini banyak yang menjadi pecandu narkotika serta obat terlarang lainnya. Dampak narkotika serta obat terlarang lainnya bisa lebih parah dibanding minuman keras karena memiliki pengaruh yang berkepanjangan. Mudahnya peredaran narkoba adalah dampak dari kebebasan berekspresi yang dijamin dalam sistem demokrasi serta buah dari berkuasanya para kapitalis dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi.
Dalam hal merendahkan wanita, masyarakat bentukan demokrasi tidak kalah bejat dengan masyarakat jahiliyah. Jika di masa jahiliyah wanita banyak dijadikan budak dan pelayan bagi kaum lelaki, maka dalam sistem demokrasi pun tidak jauh berbeda. Para kapitalis kerap mengeksploitasi wanita untuk melancarkan bisnisnya, baik dalam memasarkan produk maupun dalam meluluhkan hati rekan bisnis. Jika di masa jahiliyah anak perempuan dibunuh karena dianggap aib, di masa sekarang banyak bayi baru lahir yang dibuang bahkan dibunuh sebelum lahir ke dunia (aborsi).
Fanatisme kesukuan pada masa jahiliyah menjelma menjadi paham nasionalisme dalam sistem pemerintahan demokrasi. Dengan nasionalisme umat Islam hari ini terpecah menjadi lebih dari 50 negara kecil. Akibatnya, umat Islam disibukkan dengan urusan negaranya masing-masing sehingga mudah dijajah oleh bangsa lain. Bukti paling nyata hari ini adalah pendudukan Israel di tanah Palestina. Hingga saat ini, terhitung sudah 77 tahun Israel menduduki tanah Palestina, terbukti betapa lemahnya negara-negara yang dimiliki umat Islam hari ini.
Kemajuan dakwah dalam sistem demokrasi tidak ubahnya seperti dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di lingkungan masyarakat Makkah. Dakwah Islam dalam sistem demokrasi masih diabaikan ketika dianggap belum memiliki pengaruh, namun di saat pengaruh dakwah mulai kuat dan dianggap mengganggu kepentingan para penguasa mulailah dakwah Islam dihalang-halangi dan para pengemban dakwahnya dipersekusi. Kebebasan beragama, kebebasan berpendapat bahkan kebebasan berkspresi tidaklah berlaku bagi warga negara yang ingin menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Pasalnya, penerapan syariat Islam secara menyeluruh mencadi ancaman bagi eksistensi sekularisme, kapitalisme termasuk sistem demokrasi.
Melihat realitas kerusakan dalam sistem demokrasi, maka tidak layak bagi umat Islam untuk bertahan hidup dalam sistem demokrasi. Berkaca pada hijrah Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah, maka sudah seharusnya umat Islam hijrah dari negara sekuler lagi menerapkan sistem demokrasi. Akan tetapi karena saat ini belum ada negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah seperti Madinah yang menjadi tujuan hijrah Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam, maka hijrah yang dilakukan umat Islam hari ini adalah mengganti sekularisme dengan akidah Islam, mengubah sistem demokrasi dengan sistem pemerintahan Islam (khilafah) dan memusnahkan ideologi kapitalisme dengan ideologi Islam.
Via
Opini
Posting Komentar