Opini
Bullying di Sekolah yang Kian Marak: Fakta, Penyebab, dan Solusi
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kasus bullying kian marak di Indonesia, khususnya terjadi di dunia pendidikan. Contoh terbaru, insiden di Bandung pada akhir Juni 2025. Seorang anak SMP diceburkan ke dalam sumur, dipaksa mengisap rokok dan minum tuak oleh teman-teman sebayanya. Kasus ini lalu viral dan ditindaklanjuti oleh pihak berwajib dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyerukan pertanggungjawaban dan ditegaskan bahwa bukan sekadar lelucon biasa.
Kemudian, seorang siswa kelas dua sekolah dasar harus rela meregang nyawa akibat dipukuli dan ditendang oleh teman-temannya hingga mengalami luka pada ususnya (Tempo.co, 8-6-2025).
Dua kasus ini adalah contoh dari banyaknya dan makin maraknya kasus bullying di dunia Pendidikan Indonesia.
Berangkat dari berbagai riset yang dilakukan, para pakar merumuskan penyebab-penyebab maraknya bullying, di antaranya adalah:
1. Adanya kesenjangan kekuasaan, seperti lebih unggul dari segi fisik, harta, sosial, dan emosional hingga bisa mengintimidasi tanpa resiko.
2. Adanya kesalahan dalam pola asuh, seperti pola asuh otoriter atau cenderung keras, maupun pola asuh pengabaian, yang dengannya bisa membentuk kepribadian anak menjadi agresif dan kasar terhadap teman sebayanya sebagai bentuk pelampiasan.
3. Adanya peer pressure, semacam tradisi syarat masuk anggota genk di sekolah.
4. Kurangnya empati dan edukasi moral sejak dini sehingga pelaku cenderung tidak mempedulikan apa dampak dan trauma yang dialami oleh korban.
5. Adanya pengaruh media sosial dan cyberbullying.
Kelima penyebab itu jika kita telaah lagi hanya menjurus pada pribadi pelaku dan kesalahan pola asuh orang tua, tanpa melihat kembali sebenarnya apa yang sedang terjadi di negeri ini. Mengapa kasus bullying makin marak, bahkan ketika sekolah-sekolah dan negara sudah berupaya untuk mengecagahnya melalui berbagai edukasi, himbauan, pelatihan, kampanye, maupun peran aktif orangtua dalam menanggulangi bullying ini.
Padahal ada yang lebih luas dan mengakar penyebab dari maraknya kasus bullying ini, yakni kerancuan sistem negara dalam menerapkan hukum sesuai undang-undang. Contohnya, UU 20/2003 Pasal 3, yaitu menjadikan peserta didik sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang ternyata tak lebih hanya sekedar retorika belaka. Buktinya, sekolah-sekolah negeri justru membatasi pelajaran agama hanya sekali sepekan dengan durasi hanya 1 jam saja.
Seolah-olah sudah sangat jelas memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa pelajaran agama tidak begitu penting. Selain itu, pelajaran agama yang dikurikulumkan hanyalah sebatas teori bagaimana bacaan sholat dan melakukan sesuatu, bagaimana cara sholat dan melakukan amalan-amalan rukun islam, serta hafalan-hafalan yang tidak dibentuk pondasinya, mengapa peserta didik harus melakukan amalan tersebut.
Selain faktor pelajaran agama yang dipersempit, para guru juga selalu dibenturkan oleh UU Perlindungan Anak saat mendidik para siswa untuk disiplin. Penjara menjadi hal yang selalu menghantui para guru saat mereka memberikan hukuman kepada siswa yang tidak taat.
Serta ambigunya istilah Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang kerap kali menjadi batu penghalang untuk menghukum anak-anak yang terlibat kasus bullying. Padahal para pelaku ini umumnya sudah akil baligh dan berusia remaja, namun karena UU perlindungan anak memberikan batasan bahwa usia di bawah 18 tahun kasih tergolong anak-anak, maka mereka dengan mudah lolos dari jerat hukuman.
Akhirnya selain kasus bullying makin marak akibat tidak adanya ketegasan hukum, juga penjagaan diri dari perilaku amoral melalui agama juga tidak dipenuhi. Ini semua akibat dari diterapkannya sistem sekuler-kapitalisme. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, meniadakan agama dalam bagaimana manusia berpikir dan bertindak, sehingga tidak ada ketakutan pada dirinya ketika berbuat sesuatu yang buruk. Apalagi bila hukuman cenderung mudah ditawar.
Berbeda dengan Islam, sistem Islam menawarkan solusi komplit bagaimana cara menanggulangi maraknya bullying di tengah masyarakat, terutama di dunia pendidikan. Islam yang tak hanya agama spiritual semata, namun juga suatu sistem yang memberikan petunjuk dan cara bagaimana manusia menjalani kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali, sampai mengatur urusan negara dan segala aspeknya.
Di dalam sistem Islam, para peserta didik pertama-tama akan dibentuk pondasi akidahnya hingga kuat dan membentuk pola pikir dan kepribadian Islam. Yakni tertancapnya rasa takut kepada Allah hingga teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sikap yang hati-hati dalam setiap tindak tanduknya.
Pondasi takut kepada Allah inilah yang sangat efektif mencegah seseorang melakukan perbuatan keji, karena paham konsekuensinya. Takut hukuman di akhirat kelak, takut hisab di akhirat kelak. Karena para peserta didik dipahamkan dengan pemahaman yang benar dan lurus siapa diri mereka, untuk apa mereka dihidupkan di dunia, dan hendak kemana mereka setelah mati.
Yang kedua dari sisi hukum anak. Di dalam Islam, periode hidup hanya dibagi menjadi dua: pra baligh dan baligh. Jadi, ketika anak-anak pra baligh melakukan kesalahan, maka hukuman yang dijatuhkan bisa ringan atau bisa dialihkan hukumannya kepada orangtua. Sedangkan jika anak tersebut sudah baligh, maka ia telah siap menanggung segala resiko kejahatan yang dilakukannya untuk mendapatkan hukuman yang sama seperti orang dewasa berusia 18 tahun ke atas.
Sehingga ketika ada seorang anak yang memiliki potensi mengarah kepada perilaku kejahatan, melihat hukuman yang tidak tebang pilih maupun kerancuan hukum lain seperti yang ada pada sistem sekuler-kapitalisme, maka anak akan jera dan takut dengan sendirinya atas ancaman konsekuensi apabila ia melakukan tindak pidana.
Selain itu, di dalam sistem Islam, negara menggerakkan umat atau masyarakat untuk menghidupkan amar makruf nahi mungkar. Sehingga apabila ada potensi-potensi keburukan di tengah mereka, maka dengan sangat cepat akan teratasi. Sistem sosial benar-benar saling menjaga dari kemungkaran dan kemaksiatan.
Melihat dua perbedaan yang jauh tersebut, maka sudah semestinya umat Islam sadar bahwa hanya Islamlah solusi atas segala masalah yang terjadi hari ini. Hanya Islam pula yang bisa mencegah kasus-kasus di atas untuk kembali terjadi. Sehingga dengannya, umat mesti sadar untuk mendukung, mendakwahkan, dan memperjuangkan penegakan syari'at Allah ini demi masa depan cemerlang tanpa kasus bullying di masa depan.
Wallahu 'alam bissowwab.
Via
Opini
Posting Komentar