Opini
Two State Solution: Legitimasi Penjajahan
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Hampir memasuki tahun ke 3 pasca serangan 7 Oktober tahun 2023, situasi Palestina masih berdarah-darah. Namun siapa sangka, rakyat Palestina telah membuktikan pada dunia, bahwasanya mereka adalah orang-orang yang merdeka. Merdeka dari ketundukan pada manusia. Bentuk perwujudannya adalah dengan tidak mengubah status tanah Palestina yang dalam pandangan syariat Islam merupakan tanah wakaf milik seluruh kaum Muslim meskipun harus nyawa taruhannya.
Di balik pro dan kontra terhadap Hamas sebagai komando jihad, harus kita pahami bahwa, keberadaan mereka adalah bentuk ketidakberpihakan dan pengkhianatan para pemimpin negeri-negeri Muslim di seluruh penjuru dunia. Para pemimpin negeri-negeri Muslim inilah yang semestinya dibebaskan dari belenggu-belenggu kepentingan negara penjajah agar bisa menolong rakyat Palestina dengan kekuatan militernya.
Legitimasi Penjajahan
Baru-baru ini dikutip dari laman Tempo (31-5-2025), presiden Prabowo mengeluarkan pernyataan soal Indonesia yang siap mengakui Israel sebagai sebuah negara jika Palestina merdeka. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diusulkan Two State Solution (solusi dua negara) sebagai jalan perdamaian Palestina-Israel. Pernyataan tersebut sangat kontradiktif dengan semangat jihad yang diserukan kelompok ormas Islam dinegeri ini. Tentu ini juga menjadi pertanyaan, apakah ini bukti ketundukan pada dominasi yang sedang berkuasa dan bagian dari lobi untuk mencapai kesepakatan kerjasama? Mengingat pernyataan tersebut beliau sampaikan langsung di hadapan presiden Prancis.
Penyerangan terhadap rakyat Palestina telah terjadi puluhan tahun, bahkan jauh sebelum entitas Yahudi ini mendirikan negara Israel di atas tanah Palestina, ribuan jiwa menjadi korban pembantaiannya. Mengapa rakyat Palestina masih bertahan hingga hari ini? Mungkin kita perlu mengingat kembali pernyataan tegas dari khalifah Sultan Abdul Hamid II, kepala negara kekhilafahan yang terakhir, yakni Khilafah Utsmaniyyah yang secara tegas menyatakan bahwa, "Sesungguhnya aku tidak akan melepaskan bumi Palestina meskipun hanya sejengkal. Tanah Palestina bukanlah milikku, tapi milik seluruh kaum Muslim. Rakyatku telah berjihad demi menyelamatkan bumi ini dan mengalirkan darah demi tanah ini."
Pernyataan Sultan Abdul Hamid II ini menegaskan kepada kita akan beberapa hal, di antaranya bahwa, tanah Palestina adalah tanah milik seluruh kaum Muslim dunia, bukan milik rakyat Palestina apalagi Hamas. Maka menjadi tanggung jawab umat Muslim untuk mempertahankannya. Jika sejengkal saja tanah itu tidak boleh dilepaskan kepada Yahudi, lantas bagaimana mungkin mengusulkan solusi agar tanah itu dibagi dua? Sementara sebagian besarnya memang sudah dikuasai.
Jadi Two State Solution adalah solusi batil. Sama halnya juga dengan mendukung eksistensi penjajah di atas tanah Palestina. Sementara berdiri sebagi sebuah negara yang ilegal, Israel justru sudah menampakkan kebiadabannya pada dunia, apalagi jika diakui sebagai sebuah negara yang merdeka, mereka bisa lebih leluasa melancarkan serangannya.
Melanggar Konstitusi
Selain melanggar syariat Islam akan status tanah Palestina sebagai tanah wakaf milik seluruh kaum Muslim, solusi dua negara juga melanggar amanat konstitusi tentang penghapusan penjajahan di atas dunia. Tidak sebatas itu, secara hukum internasional, apa yang dilakukan Israel juga sudah bertentangan dengan Piagam PBB pada pasal 2 ayat 4.
Ironisnya, meski tindakan Israel ini bertentangan dengan Piagam PBB, tapi mengapa negara anggotanya tidak bersuara? Bukankah PBB adalah organisasi internasional yang memiliki peran penting dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia? Di mana AS yang disebut sebagai 'polisi dunia'? Ternyata semuanya hanya omong kosong belaka dan hanya menguntungkan anggota negara tetap, yakni dalam hal ini AS sebagai pemilik hak veto.
Faktanya, sudah puluhan resolusi dari Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, Palestina, nyatanya diabaikan Israel. Lagi-lagi AS menggunakan hak istimewanya untuk membatalkan resolusi tersebut.
Negeri-negeri Muslim di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar tengah tunduk pada hegemoni kafir Barat penjajah. Ketundukan pada hegemoni yang berkuasa lebih ditakuti meski harus melanggar kitab suci apalagi hanya amanat konstitusi yang memang sering mereka akali.
Kita Harus Bersuara
Bagaimana akan mengakhiri serangan Israel atas Palestina, sementara AS sebagai sekutu yang mendukung dengan kekuatan penuh disegani? Bukan mereka tidak tahu, mereka tahu. Namun, nyali mereka terlalu kecil menghadapi kekuatan besar itu. Umat Islam bukan tidak memiliki kekuatan, mereka punya. Bahkan kekuatannya begitu besar. Sayangnya, kekuatan besar itu telah dikerat-kerat menjadi bagian-bagian yang kecil. Kemudian, bagian-bagian kecil itu digenggaman agar tidak menyatu dengan bagian yang lain.
Maka, negeri-negeri Muslim di penjuru dunia harus berupaya agar terlepas dari genggaman yang tak kasat mata itu. Kemudian membentuk persatuan atas dasar aqidah dan menyusun agenda politik sendiri sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabat setelahnya. Agenda politik umat Islam ini menghendaki perubahan pada sistem, yakni sistem negara Islam atau Khilafah.
Keberadaan negara khilafah akan menjadi lawan yang sebanding menghadapi kekuatan kafir Barat, bahkan jauh lebih besar, mengingat negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah untuk mendukungnya menjadi negara yang pesat dengan kemajuan.
Maka, mari kita terus menyuarakan dengan konsisten persatuan umat ini di bawah naungan institusi khilafah, agar suara-suara ini memenuhi linimasa dan menjadi desakan bagi para pemimpin negeri-negeri Muslim untuk segera menerapkannya.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar