Opini
Sistem Islam, Akhiri Kekerasan terhadap Anak
Oleh: Siti Aysyah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Lagi-lagi publik dikejutkan oleh kasus kekerasan terhadap anak yang merenggut nyawa. Seorang balita berusia dua tahun di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, tewas dianiaya oleh pasangan suami istri yang merupakan pengasuhnya. Tragisnya, kekerasan itu dipicu hanya karena korban dianggap rewel.
Pelaku merupakan pasangan suami istri yang dititipi anak oleh orang tua korban karena sang ibu harus bekerja. Kepada orang tua korban, pelaku berdalih bahwa anak tersebut mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang dirawat di rumah sakit. Namun kenyataannya, sang anak sudah dalam kondisi sekarat saat tiba di rumah sakit, dan tak lama kemudian meninggal dunia. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan banyak luka bekas penganiayaan di tubuh mungil korban.
Awalnya kedua pelaku tidak mengakui perbuatannya. Namun, bukti tak terbantahkan muncul berupa rekaman video yang menunjukkan sang suami tengah melakukan kekerasan fisik terhadap korban, sementara istrinya merekam sambil tertawa (Kompas.com, 17 Juni 2025)
Tragedi memilukan ini bukanlah kasus tunggal. Kekerasan terhadap anak semakin marak, bahkan sering terjadi di dalam lingkup keluarga sendiri, oleh orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), sepanjang Januari hingga Desember 2024 tercatat 19.628 kasus kekerasan, dengan total korban mencapai 21.648 orang—mayoritas adalah perempuan. Ironisnya, tempat kejadian terbanyak justru berada di lingkungan rumah tangga.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 mengungkap bahwa satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya. Sementara Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menyebut satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan emosional.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi, bahkan menyatakan bahwa kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan paling banyak dilaporkan di Indonesia. (MNews.com, 20 Mei 2025)
Rentetan kekerasan ini bukan hanya karena kegagalan individu, tetapi juga akibat dari sistem kehidupan hari ini yakni sistem kapitalisme sekuler yang menempatkan nilai materi di atas segalanya. Banyak ibu terpaksa meninggalkan peran utama mereka sebagai ummun wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) demi mencari nafkah. Akibatnya, anak-anak kehilangan pengasuhan yang tepat dan aman.
Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah menciptakan tatanan masyarakat yang rapuh. Tanpa landasan iman, keluarga kehilangan arah. Aturan hidup tak lagi selaras dengan fitrah manusia.
Berbeda halnya dengan sistem Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyyah, di mana aturan hidup ditetapkan berdasarkan wahyu Ilahi. Islam memuliakan perempuan dan menempatkan keluarga sebagai pilar utama peradaban. Syariat Islam mewajibkan individu untuk bertakwa, berakhlak, dan membentuk keluarga yang kokoh dalam keimanan.
Sebagaimana firman Allah Swt.:
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (TQS. At-Tahrim: 6)
Sejarah peradaban Islam mencatat bahwa selama lebih dari 13 abad di bawah Khilafah, hanya terdapat sekitar 200 kasus kriminal. Ini menjadi bukti bahwa sistem Islam mampu menciptakan masyarakat yang aman, sejahtera, dan beradab.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar