Opini
Ketika Satresnarkoba Justru Terjerat Kasus Narkoba
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sebanyak 10 mantan personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Barelang, Batam didakwa memiliki keterlibatan dalam peredaran narkotika jenis sabu-sabu di Pengadilan Negeri Batam pada Rabu, 30 April 2025 lalu. Kasus tersebut mencuat lantaran dugaan keterlibatan anggota satresnarkoba pada peredaran sabu-sabu seberat 35kilogram yang berhasil diungkap (Batampos.co.id, 2-5-2025).
Berdasarkan pengakuan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Marthinus Hukom, pihaknya masih menemukan adanya keterlibatan aparat terhadap jaringan peredaran narkoba dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Senin, 5 Mei 2025 lalu (tempo.co, 6-5-2025).
Adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian terhadap jaringan peredaran narkoba di Indonesia adalah hal yang sangat memalukan bagi lembaga penegak hukum. Bagaimana tidak, lembaga yang seharusnya mengayomi, melindungi, dan menjaga rakyat dari segala bentuk kejahatan, kriminal dan termasuk di dalamnya adalah bahaya narkoba, namun malah menjadi bagian dari peredaran barang haram tersebut. Istilahnya, penjaganya saja terlibat, apalagi yang dijaga? Pejabatnya saja konsumsi narkoba, apalagi rakyatnya?
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tidak lain karena rusaknya sistem yang dijalankan oleh negara kita hari ini. Sistem sekuler-kapitalisme membuat negara ini seolah tidak memiliki tameng untuk mencegah hal-hal yang sifatnya merusak. Sekuler-kapitalisme yang telah menguasai di berbagai lini kehidupan masyarakat, menjadi akar segala masalah pelik pada hari ini, termasuk salah satunya adalah narkoba.
Dari segi pendidikan misalnya, para peserta didik dianggap berprestasi hanya jika nilai-nilai akademiknya memenuhi standar yang ditetapkan. Sementara nilai-nilai akhlak atau agama tidak begitu dijadikan ukuran dalam penilaian kelulusan. Maka tidak heran meski menjadi lulusan terbaik, nilai-nilai akademisnya semuanya sempurna, tetapi suka berzina misalnya, atau suka buang sampah sembarangan, termasuk juga terjerat dalam kasus narkoba. Sehingga seolah ada kesenjangan yang begitu lebar antara prestasi atau kesuksesan dengan akhlak dan agama seseorang.
Sekuler-kapitalisme ini pula yang menyebabkan seseorang berpikiran bebas, melakukan usaha apapun tanpa memikirkan halal dan haram asal memberikan keuntungan. Maka dari itu, jangankan bisnis narkoba yang keuntungannya bisa menggiurkan, bahkan banyak oknum aparat menyalahgunakan kewenangannya dengan cara memalaki rakyat di jalanan. Melakukan penilangan secara sepihak dan diminta bayar di tempat.
Juga dari sisi hukum, sistem rusak ini jelas menawarkan keringanan hukuman bagi siapa saja yang mampu membayar. Hukum juga dibuat tidak memiliki efek jera, kecuali bagi mereka yang berasal dari rakyat miskin yang tidak memiliki uang maupun akses hukum yang memadai.
Selain itu, mudahnya peredaran narkoba di Indonesia sekalipun hal tersebut ilegal dan dapat terjerat hukum, tetap saja seolah barang haram itu mudah sekali masuk. Hal ini memperlihatkan betapa rapuhnya penjagaan pemerintah kepada rakyat dari serangan hal-hal yang merusak. Mengapa bisa mudah lolos? Jawabannya simpel. Karena mudahnya aparat menerima sogokan bahkan sampai turut terlibat dalam jaringan peredarannya.
Hal ini diperparah dengan banyaknya pesanan untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu, atau masuk ke instansi-instansi tertentu, tanpa melihat prestasi atau kemampuan yang dimiliki. Sehingga baik pejabat maupun aparat tidak terselektif dengan baik, sampai akhirnya diduduki oleh orang-orang yang tak hanya tidak memiliki kemampuan, tetapi juga berakhlak buruk, menjadikan jabatan sebagai jalan untuk meraup keuntungan pribadi, dan lain sebagainya.
Hal-hal seperti inilah yang menyuburkan segala bentuk kejahatan, termasuk di dalamnya peredaran narkoba yang juga melibatkan aparat. Sekalipun ketika diangkat menjadi seorang polisi, terdapat sumpah yang diucapkan sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas. Namun sumpah tinggallah sumpah. Tak akan ada sumpah yang benar-benar mengikat seseorang, apabila di dalam dirinya telah terinstall ideologi sekuler-kapitalisme. Semuanya hanyalah tentang keuntungan pribadi. Adapun yang tidak melanggar sumpah, pastilah hanya karena ingin menyelamatkan karirnya saja. Tak lebih dari itu.
Berbeda apabila sistem Islam yang diterapkan oleh negara. Khalifah sebagai pemimpin negara akan menunjuk orang-orang yang tak hanya memiliki kompetensi di bidangnya, tetapi juga sosok yang bertaqwa. Ketaqwaan ini terlihat dari sikap kehati-hatiannya dalam bertingkah laku. Orang-orang yang terverifikasi akhlak dan keimanannya. Sehingga dalam menjalankan tugas kenegaraan, mereka bisa dipercaya.
Sosok seperti ini jelas tidak akan ada dalam sistem sekuler-kapitalisme. Sosok seperti ini diciptakan oleh sistem pendidikan Islam, yang mana para peserta didik sejak dini ditanamkan rasa takut kepada Allah, ditanamkan akidah tauhid yang kuat hingga memiliki rasa takut kepada Allah meski dalam keadaan sendirian. Kemudian tolok ukur dari keberhasilan di sistem pendidikan Islam adalah ketaqwaannya. Ketaqwaan yang tidak didefinisikan sebagai seseorang yang terlihat alim dan rajin ibadah saja, tetapi ketaqwaan yang kaffah, yang mencakup tak hanya ibadah spiritual semata, tetapi juga tampak dari bagaimana geraknya dalam ber-amar ma'ruf nahi mungkar di tengah masyarakat, juga bagaimana ia bermanfaat bagi umat.
Kemudian dari segi hukum. Dalam Islam, hukum benar-benar tidak bisa ditawar. Ia tegas dan lurus sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya. Hukum di dalam sistem Islam memiliki efek jera yang tak hanya membuat pelakunya kapok, tetapi juga membuat mereka yang memiliki kecenderungan untuk berbuat kejahatan, meskipun belum melakukannya, akan merasa takut. Misalnya hukum bagi para pengedar narkoba. Melihat dampak kerusakannya yang luar biasa akibat peredaran obat-obatan terlarang itu, maka hukuman yang diberikan adalah hukuman mati.
Kemudian dari sisi penjagaan negara, negara akan sangat terjaga oleh aparat yang amanah di dalam sistem Islam. Hal ini dimulai dari kesadaran diri akan tanggung jawab dan rasa takut kepada Allah, juga adanya efek jera dari segi hukum, membuat para aparat yang ditugaskan menjaga perbatasan atau pintu masuk negara akan benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Sehingga segala hal yang negatif yang akan masuk ke negara, jelas-jelas akan diperangi. Dan negara pun benar-benar terjaga dan terlindungi dengan sangat baik.
Melihat begitu luar biasanya sistem Islam apabila diterapkan oleh negara, maka peluang adanya aparat melakukan pelencengan atau terlibat dalam sebuah kejahatan tidak akan pernah ada. Karena begitu kuatnya penjagaan Islam secara kaffah, yang secara bersamaan terdapat penjagaan terhadap diri, lingkungan masyarakat, dan negara.
Maka, melihat kedua perbedaan keduanya yang cukup signifikan, sebagai seorang muslim, sudah seharusnya untuk memperjuangkan penegakan syari'at Islam ini, agar segala bentuk kerusakan yang terjadi pada hari ini dapat terselesaikan dengan baik.
Wallahu 'alam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar