Opini
Kerusuhan di Los Angeles: Janji Manis Demokrasi dan Kekejaman Kapitalisme
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
TanahRibathMedia.Com—Amerika Serikat, yang kerap dijuluki sebagai "tanah kesempatan," menampilkan citra global sebagai negara demokrasi-kapitalis yang menjanjikan kebebasan, kesejahteraan, dan kesempatan bagi semua. Namun, di balik gemerlap tersebut, realita sosial yang dialami oleh banyak komunitas, terutama para imigran dan kelompok marginal, mengungkap sisi kelam dari sistem ini.
Peristiwa kerusuhan yang terjadi pasca-operasi ICE, yang menangkap lebih dari 100 imigran di Los Angeles (kompas.tv, 9-6-2025), bukanlah sebuah protes spontan belaka. Melainkan, puncak dari rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan sistem yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Peristiwa ini mengungkap jurang antara janji-janji ideal demokrasi kapitalis Amerika dengan realita pahit yang dialami banyak warganya.
Narasi yang mendiskreditkan imigran sebagai pihak yang "mencuri pekerjaan" dan "mengancam budaya Amerika" sejatinya sudah lama beredar, namun kembali dipertegas dan dipolitisasi oleh Donald Trump. Ia memanfaatkan narasi tersebut untuk meraih dukungan dengan menekankan identitas Amerika yang tunggal serta stabilitas ekonomi melalui pembatasan imigrasi. Strategi ini secara gamblang menyasar kepada pendukungnya yang mendambakan stabilitas dengan mencari kambing hitam atas kompleksitas masalah ekonomi.
Dalam konteks ini, Operasi ICE menjadi bukti nyata kegagalan sistem kapitalis dalam mewujudkan keadilan sosial. Kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Kelas bawah dan minoritas sering diperlakukan sebagai alat produksi, dilupakan bahkan ditekan apabila tidak memberikan keuntungan finansial. Fenomena ini dengan jelas merefleksikan kekejaman kapitalisme yang berseberangan dengan idealisme demokrasi yang, menurut klaimnya, menjunjung tinggi kebebasan, keadilan, dan kesetaraan, namun kenyataannya jauh berbeda. Bahkan keamanan dan ketertiban yang menjadi tanggung jawab negara, seringkali ditegakkan melalui kekerasan dan penindasan terhadap kelompok yang dianggap mengancam status quo.
Kerusuhan tersebut sepatutnya menjadi peringatan serius bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis. Ketidakadilan ekonomi, diskriminasi rasial, serta kegagalan negara dalam memenuhi tanggung jawabnya turut menciptakan potensi konflik dan kekerasan yang meluas. Oleh karenanya, reformasi sistemik yang menyeluruh sangat diperlukan, tidak hanya dalam aspek hukum dan penegakan hukum, tetapi juga dalam tatanan politik dan ekonomi secara fundamental.
Menuju Paradigma Baru: Sistem Islam
Di tengah kegagalan sistem demokrasi kapitalis yang nyata dalam memenuhi harapan atas keadilan sosial dan kesejahteraan, menjadi sangat penting untuk membuka ruang refleksi dan mencari alternatif yang lebih manusiawi serta berkelanjutan. Salah satu opsi yang patut dipertimbangkan adalah penerapan prinsip-prinsip Islam sebagai landasan kehidupan, politik hingga ekonomi. Sistem Islam, yang bertumpu pada nilai-nilai moral dan etika yang kokoh, menawarkan sebuah paradigma yang secara fundamental berbeda dan bertentangan dengan model Kapitalisme demokrasi yang cenderung eksploitatif dan timpang.
Ekonomi dalam Islam tidak sekadar sebuah model finansial. Sistem ini didasarkan pada konsep keadilan, keseimbangan, serta tanggung jawab sosial yang ditegakkan lebih kuat ketimbang sekadar pencapaian akumulasi kekayaan semata. Prinsip utama dalam ekonomi Islam adalah keadilan dan pemerataan kesejahteraan. Sebagai contoh, zakat yang menjadi salah satu pilar dalam rukun Islam, bukan hanya merupakan kewajiban ritual, melainkan juga merupakan mekanisme redistribusi kekayaan yang secara sistematis mampu dan akan mengurangi kesenjangan sosial.
Lebih jauh lagi, sistem ekonomi Islam dirancang agar beroperasi di atas landasan etika dan tanggung jawab sosial. Pasar tidak boleh berubah menjadi “hutan belantara” yang brutal, melainkan harus menjadi sebuah arena di mana kesejahteraan bersama dapat diwujudkan. Oleh sebab itu, dalam Islam terdapat aturan yang tegas dan jelas mengenai kepemilikan harta.
Selain itu prinsip ekonomi Islam menitikberatkan pembangunan di sektor riil—seperti pertanian, manufaktur, dan jasa sosial yang menghasilkan manfaat konkret bagi masyarakat. Hal ini menjadi pengingat bahwa kesejahteraan sejati bukan hanya terukur dari materi, tetapi juga dari peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh.
Dalam Al-Quran sendiri terdapat larangan keras terhadap praktik menyembunyikan harta (QS. Al-Baqarah: 188), penipuan, dan riba (bunga), karena segala perbuatan tersebut merusak keadilan dan keseimbangan sosial. Menariknya, banyak ekonom sekaligus akademisi modern kini sependapat bahwa praktik keuangan yang beretika seperti ini mampu meredam volatilitas pasar dan menciptakan stabilitas jangka panjang. Fenomena ini menunjukkan bahwa model ekonomi yang berakar pada nilai-nilai Islam tidak hanya relevan, melainkan juga mampu bersaing bahkan unggul di panggung global.
Dalam ranah politik, sistem Islam menempatkan kepentingan kolektif masyarakat sebagai prioritas utama, dengan penegakan hukum yang adil berdasarkan prinsip syariah yang menolak segala bentuk penindasan dan eksploitasi. Negara (Khilafah) memiliki kewajiban menjalankan fungsinya dengan keadilan dan penuh tanggung jawab., sehingga ketegangan serta konflik yang timbul akibat ketidakadilan dan ketimpangan bisa diminimalkan secara signifikan. Dengan demikian, paradigma Islam bukan hanya memberikan harapan baru terkait stabilitas sosial dan ekonomi, tetapi juga memastikan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dalam konteks sosial, sistem Islam menempatkan nilai-nilai kemanusiaan sejati di garis depan, membangun hubungan harmonis antara individu, masyarakat, dan negara. Hal ini sangat relevan sebagai alternatif yang kuat di tengah kegagalan sistem demokrasi kapitalis yang terlalu fokus pada keuntungan tanpa mempertimbangkan keadilan sosial. Oleh karena itu, menggali lebih dalam prinsip dan praktik sistem Islam dapat menjadi langkah strategis ke arah transformasi sosial yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan.
Dengan demikian, reformasi mendalam yang berlandaskan paradigma Islam dengan menitikberatkan keadilan, dalam setiap aspek kehidupan dapat menjadi solusi atas krisis ketimpangan dan konflik yang melanda berbagai negara kapitalis dewasa ini, terutama bagi kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan dan mengalami ketidakadilan. Melalui pendekatan ini, manisnya keadilan dan kesejahteraan bukan hanya sekedar janji , melainkan sebuah kenyataan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Wallahu a'lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar