Opini
Tokoh Pejuang Wanita, Hanya Kartini?
Oleh: L. Nur Salamah, S.Pd.
(Komunitas Muslimah Peduli Umat)
...
Ibu kita Kartini, pendekar bangsa
Pendekar kaumnya, untuk merdeka
...
TanahRibathMedia.Com—Siapa yang tidak tahu penggalan lagu di atas? Sebagian besar masyarakat Indonesia sepertinya tahu atau pernah mendengar lagu tersebut. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, bahkan mungkin sejak di Taman Kanak-Kanak sudah diajarkan menyanyikan lagu tersebut. Bahkan menjadi lagu wajib kebangsaan.
Lagu tersebut diciptakan dan dinyanyikan sebagai bentuk penghormatan kepada RA. Kartini sebagai pahlawan atau dikenal sebagai tokoh emansipasi. Sosok yang dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan nasib kaumnya dari penindasan dan kebodohan.
Kemudian, di setiap tanggal 21 April juga selalu diperingati sebagai hari Kartini. Hampir di setiap instansi, baik swasta maupun negeri ikut menyemarakkan peringatan hari Kartini. Bahkan dimungkinkan tidak sedikit yang belum begitu memahami esensi peringatan hari Kartini tersebut.
Tokoh-tokoh Selain Kartini
Jika kita mau sedikit menggali literasi, ternyata banyak tokoh-tokoh pejuang wanita selain Kartini.
Pertama, ada Raden Dewi Sartika, merupakan Bangsawan Sunda yang lahir pada tahun 1884 dan wafat pada tahun 1947. Pada usia 18 tahun telah mendirikan sekolah istri (1902). Bahkan bisa dikatakan mendahului Kartini dalam hal pendidikan.
Kedua, Tjoet Njak Dhien, seorang pejuang Muslimah sekaligus sosok guru bagi kalangan perempuan, yang lahir 31 tahun sebelum RA. Kartini.
Ketiga, Syekhah (seorang syekh perempuan) Rahmah El-Yunusiyyah. Beliau termasuk aktivis pejuang bersama RA. Kartini, juga disebut sebagai reformer pendidikan Islam. Pendiri Madrasah Diniyyah putri pada 1923, lalu menjadi perguruan tinggi pada tahun 1950. Kemudian tahun 1952 bergabung menjadi Partai Masyumi. Pada tahun 1957 beliau diangkat sebagai syekhah oleh Grand Al- Azhar, Imam Abdurrahman.
Keempat, Hj. Rangkayo Rasuna Said (1910-1965), merupakan seorang pejuang kemerdekaan dan emansipasi juga.
Kelima, Roehana Koedoes, seorang wartawati pertama yang mendirikan sekolah kerajinan amal setia di Kota Gadang pada 10 Juli 1912. Setahun setelah mendirikan sekolah menerbitkan Majalah Melayu. Tidak hanya itu, beliau juga berjuang membebaskan imperialisme dan kolonialisme penjajah.
Keenam, Raden Ayu Lasminingrat, beliau berjuang dalam bidang pendidikan pada tahun 1875, lebih dahulu dari Kartini. Beliau juga seorang penulis opini di media masa atau surat kabar. Beliau juga aktif mengajar ilmu komunikasi. Bahkan dijuluki sebagai singa betina dalam ilmu retorika. Mungkin masih banyak lagi para pejuang wanita yang lain.
Kesimpulan
Setelah melakukan pengkajian, ternyata wanita Indonesia itu bukan hanya Kartini yang lahir pada tahun 1897 M. Dengan demikian, masih layakkah setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini?
Sedangkan, jika mau jujur, surat-surat Kartini sendiri itu dibukukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, Abendanon, pada tahun 1911 dan dipublikasikan pada tahun 1972 yaitu terbitan pemikiran-pemikiran Kartini, yang hanya terbit sekali saja. Sehingga tidaklah tepat jika kita masih beranggapan bahwa tokoh pejuang wanita satu-satunya adalah RA. Kartini.
WaAllahu'alam bish Shawwab
Via
Opini
Posting Komentar