Opini
Retaknya Persatuan Netanyahu - Trump: Ilusi Kekuatan Musuh Islam
Oleh: Risna Ayu Wulandari
(Muslimah Jaksel)
TanahRibathMedia.Com—Retaknya hubungan antara Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS), dan Benjamin Netanyahu Perdana Menteri entitas Zionis Israel, menjadi bukti nyata bahwa persatuan musuh-musuh Islam tidak lebih dari sandiwara yang dibangun atas dasar kepentingan sesaat. Di balik kemesraan yang selama ini ditampilkan ke publik, keduanya saling menyimpan bara. Dan kini, api itu menyala terang.
Trump secara terbuka memutus hubungan dengan Netanyahu. Alasannya bukan karena perbedaan nilai moral atau prinsip keadilan. Tapi karena Trump merasa dimanipulasi. Ia menilai Netanyahu telah gagal menyusun peta jalan konkret untuk menghadapi Iran dan kelompok Houthi di Yaman. Ia juga kecewa karena tidak ada strategi yang jelas dari Israel untuk menyelesaikan persoalan Gaza. Dengan kata lain, hubungan mereka rusak bukan karena keinginan untuk menghentikan penjajahan, tetapi karena perbedaan taktik dalam mengelola dominasi.
Inilah wajah asli dari “persatuan” yang selama ini dibanggakan oleh kubu anti-Islam. Mereka bersatu dalam membenci Islam dan memerangi umatnya. Namun, di balik layar, masing-masing pihak sibuk memperjuangkan agenda nasionalnya sendiri. Tidak ada solidaritas tulus, tidak ada komitmen terhadap nilai universal. Yang ada hanyalah kalkulasi untung-rugi dan kepentingan strategis.
Allah Swt. telah menggambarkan fenomena ini dengan sangat tepat dalam firman-Nya:
“Mereka tidak bersatu, kecuali dalam keadaan ketakutan. Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka bercerai-berai. Yang demikian itu karena mereka kaum yang tidak mengerti.” (TQS. Al-Hasyr : 14)
Ayat ini menggambarkan betapa rapuhnya ikatan di antara musuh-musuh Islam. Mereka tampak kuat dari luar, tetapi kosong dan retak di dalam. Mereka menampakkan barisan yang solid, namun sejatinya tercerai berai karena tidak memiliki pijakan ideologis yang menyatukan mereka.
Sementara itu, umat Islam justru sedang terpecah belah. Padahal, Islam telah memberikan fondasi yang kokoh untuk membangun persatuan: akidah Islam. Rasulullah saw. telah mencontohkan bagaimana membangun masyarakat yang kuat dari ikatan akidah, bukan suku, bangsa, atau kepentingan ekonomi. Para sahabat pun mengikuti jalan ini, membentuk barisan umat yang solid dan mampu mengguncang imperium dunia.
Umat Islam saat ini sesungguhnya memiliki modal besar. Mereka memiliki jumlah yang masif, kekayaan alam yang melimpah, dan warisan sejarah peradaban yang agung. Namun sayangnya, potensi ini tidak digunakan untuk membela Islam. Sebaliknya, justru banyak negara Muslim yang menjadi pelayan kepentingan Barat, menjual kedaulatan demi kekuasaan sementara.
Oleh karena itu, umat membutuhkan kebangkitan sejati. Kebangkitan itu tidak akan lahir dari sekadar reformasi parsial atau kosmetik politik. Ia hanya bisa dibangun melalui dakwah yang ideologis yaitu dakwah yang menjadikan akidah Islam sebagai pusat kesadaran dan syariah sebagai sistem kehidupan yang wajib diterapkan.
Dakwah ini tidak bisa dijalankan secara individual. Ia harus dijalankan secara kolektif oleh sebuah jemaah dakwah yang konsisten, istikamah, dan tidak kompromistis terhadap sistem sekuler. Jemaah ini akan membimbing umat untuk menempuh jalan perjuangan yang telah dicontohkan Rasulullah saw.: menyadarkan umat, membangun opini umum, hingga menegakkan institusi Islam yang mampu memayungi seluruh umat dengan keadilan sejati.
Institusi itu bernama Khilafah. Ia adalah puncak dari institusionalisasi persatuan umat Islam. Dalam naungannya, umat tidak lagi terpecah dalam batas-batas nasionalisme buatan kolonial. Tidak ada lagi yang disebut “Arab versus non-Arab”, atau “Timur Tengah versus Asia Tenggara”. Yang ada hanyalah umat yang satu (ummatan wahidah) yang dipimpin oleh seorang khalifah yang adil.
Khilafah akan menjadi pelindung bagi umat Islam di mana pun mereka berada. Ia akan menjadi negara adidaya yang benar-benar adil, bukan adidaya yang menindas. Ia akan mengusir penjajah dari tanah kaum Muslim, membebaskan Palestina, dan memimpin dunia dengan cahaya Islam. Semua itu tidak akan terjadi tanpa persatuan yang dibangun di atas akidah.
Retaknya hubungan Trump dan Netanyahu hanyalah isyarat kecil dari kegagalan sistem sekuler dalam menjaga harmoni. Ia menjadi cermin bahwa persatuan tanpa akidah hanyalah bangunan rapuh yang siap runtuh kapan saja. Maka saatnya umat Islam tidak lagi berharap pada kekuatan Barat atau ilusi dukungan diplomatik. Saatnya kembali kepada Islam secara total (kaffah) sebagai satu-satunya solusi menyeluruh bagi peradaban manusia.
Via
Opini
Posting Komentar