Straight News
IJM: Keadilan di Indonesia Bisa Dikorupsi
TanahRibathMedia.Com—Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM), Agung Wisnuwardana menilai keadilan di Indonesia bisa dikorupsi.
"Di Indonesia keadilan bisa dikorupsi," ulasnya dalam unggahan video bertajuk Hukum Rusak-Rusakan? Selasa (22-4-2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya korupsi bisa dilakukan di ruang sidang, dengan bukti yang bisa dibeli, keadilan bisa disewa, hakim bisa disuap.
"Ini bukan sinetron, ini wajah hukum di negeri kita," ujarnya.
Agung memberikan ilustrasi anatomi korupsi peradilan, karena korupsi di pengadilan bukan soal satu dua oknum.
"Pelaku utama bisa hakim, panitra, jaksa atau pengacara. Mereka masuk dalam jaringan suap, modusnya suap vonis ringan, jual beli perkara atau delay putusan. Pemain belakangnya bisa pejabat, pengusaha atau mafia hukum. Semuanya kerja bareng bukan oknum. Ini kartel keadilan," bebernya.
Korupsi di peradilan ini rumit, kata Agung, dan masalahnya sistemik. Pelaku hukumnya termasuk hakim, lemah imannya. Kemudian masyarakatnya permisif, sementara negaranya sistemnya sekuler. "Hukum jadi komoditas," cecarnya.
Agung menyesalkan, hukuman korupsi tidak memberikan efek jera, karena hukumannya ringan, tidak ada pembuktian terbalik, perampasan aset nggak jalan sama sekali. Sedangkan, KPK makin lemah setelah revisi Undang-Undang KPK.
"Korupsi ini seperti kaya investasi. High risk, high reward," ucapnya.
Islam Memberikan Keadilan
Agung juga menyampaikan, jika Islam tidak main-main soal keadilan. "Dalam Islam hakim adalah amanah. Berat di dunia, berat di akhirat," terangnya.
Agung juga menjelaskan bahwa Islam memberikan solusi perkara korupsi mulai dari akarnya dengan membentuk individu bertakwa sejak dini.
"Satu, individu harus bertakwa. Hakim bukan cuma cerdas, tapi harus takut pada hisab Allah. Dia sadar keputusannya ditulis malaikat, diadili oleh Allah Swt.. Hal ini membutuhkan sistem pendidikan yang komprehensif, penuh ketakwaan sejak tingkat usia dini, tingkat dasar sampai tingkat tinggi," jelasnya.
Yang kedua, imbuhnya, masyarakat harus dibangun ekosistem amar makruf nahi mungkar, sehingga menjadi muhasabah terhadap sistem peradilan yang berjalan.
Yang terakhir, negara harus memakai sistem Islam yang kafah, menerapkan pembuktian terbalik seperti pada masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab, harta hasil korupsi harus berani diambil. Kemudian sanksi takzir bagi pelaku korupsi bisa pemecatan, pengasingan sampai penerapan hukuman mati.
"Teman-teman sekalian, terkait hal ini enggak cukup hanya ganti orang, harus ganti sistem. Kita enggak cukup superhero baru. Kita butuh sistem yang adil dari Allah Subhanahu wa taala," pungkasnya.[] Novita Ratnasari
Via
Straight News
Posting Komentar