Opini
Generasi Rusak dalam Penerapan Sistem Pendidikan Kapitalisme
Oleh: Serlida Fitriananda
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng dengan adanya dugaan kecurangan dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarian Tes (SNBT) yang digelar pada 25 April 2025 lalu.
Tes yang dilaksanakan dalam dua hari saja, tercatat setidaknya ada 14 kasus kecurangan yang dilakukan oleh peserta, yakni 9 kasus ditemukan pada hari pertama dan 5 kasus pada hari kedua (Kompas.com, 25 April 2025).
Kecurangan tersebut diduga dilakukan dengan cara mengumpulkan soal dengan beragam langkah dan perangkat teknologi baik dengan fasilitator hardware atau software. Misalnya, menggunakan HP recording desktop dan lainnya maupun cara konvensional. Ditemukan juga peserta yang memakai teknik remote desktop, yaitu soal dikerjakan oleh orang lain dari lokasi berbeda.
Tak hanya itu beberapa peserta ujian juga ditemukan menggunakan modus kecurangan baru yang lebih canggih agar tak terdeteksi oleh alat metal detector, yakni seperti menyembunyikan alat perekam dalam berbagai bentuk, seperti di behel gigi, kuku, ikat pinggang, atau bahkan kancing baju.
Tatanan Pendidikan Sekuler Lahirkan Generasi Culas
Kejadian kecurangan ini membuat keprihatinan terhadap kejujuran masyarakat Indonesia, terutama para generasi muda, yang harusnya menjadi tonggak peradaban bangsa. Di mana kompetisi yang harusnya dilaksanakan secara sehat, jujur, dan adil, malah menjadikan sebagai ajang unjuk kecurangan.
Entah apa motifnya orang-orang melakukan kelicikan itu, apakah hanya perkara mendapatkan keuntungan dan cuan yang lebih banyak atau hanya ajang gaya-gaya menebar soal.
Tak heran, jika pada tahun 2024 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis laporan terkait Survei Penilaian Integritas (SPI) yang menyebutkan kasus menyontek masih sering terjadi di berbagai lembaga pendidikan hingga perguruan tinggi, dengan presentasi terbanyak ditemukan pada lingkukan kampus yakni 98% sedangkan 78% terjadi pada peserta didik dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) (Detikedu, 25 April 2025).
Tindakan culas ini menunjukkan potret betapa bobroknya pendidikan negeri ini. Degradasi akhlak dan juga krisis nilai nilai kejujuran, tak ubahnya merupakan hasil dari penerapan pendidikan Kapitalis Sekuler.
Jika sejak dini saja mereka telah terbiasa melakukan tindakan culas, maka tidak heran saat ini krisis moral tengah menjangkiti para pelajar, masyarakat, bahkan para pejabatnya.
Kita dapati para pejabat baik di pemerintahan hingga pejabat dalam skala kecil seperti di ruang lingkup perguruan tinggi hingga sekolah terjerat berbagai praktik tindak curang, seperti gratifikasi, nepotisme hingga kasus korupsi yang telah merebak dan mendarah daging. Semua fakta ini menunjukkan bahwa pendidikan sekuler kapitalisme gagal menelurkan manusia yang memiliki kepribadian luhur, sebagaimana yang islam telah ajarkan.
Miris, sistem yang tak mendukung manusia untuk sesuai fitrahnya menjadikan tolak ukur kebahagiaan dan kesuksesan hanya dari materi serta mengejar ekspektasi sesaat, seperti berlomba lomba mendapatkan nilai akademik yang tinggi, tanpa mampu menjadikan wahana pendidikan sebagai pembentuk karakter berbudi luhur.
Akibatnya banyak generasi muda hanyut dalam perangkap sistem kapitalisme, sehingga mendorong mereka melakukan segala cara, alamat kalimat "halal haram hantam" menjadi slogan yang tak terelakan di kehidupan sehari hari, Padahal Rasulullah bersabda,
"Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan termasuk golonganku." (HR. Muslim).
Islam sangat menjujung tinggi nilai-nilai kejujuran. Karena sikap jujjr mampu menghantarkan pada rahmat Allah. Jujur juga memberikan 'trust' atau kepercayaan kepada orang lain terhadap kita.
Islam Lahirkan Generasi Berakhlak Mulia
Berbeda dengan paradigma Kapitalis, Islam mengharuskan setiap insan dipahamkan bahwa jujur adalah sifat orang beriman. Sebaliknya, orang yang licik, culas, dan curang merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah. Islam menjadikan ukuran kebahagiaan adalah keridhaan Allah dan puncak kebahagian yang hakiki.
Di dalam Islam, negara berperan penting dalam memastikan setiap individu patuh pada aturan Allah, dengan tujuan menciptakan masyarakat yang taat beragama dan berakhlak mulia. Manusia pun akan takut dan enggan untuk melakukan hal-hal yang dimurkai Allah.
Sistem pendidikan Islam berasas pada akidah Islam yang tidak hanya diukur dari kecerdasan intelektual akan tetapi mencetak generasi unggul berkepribadian Islam yang juga terikat pada syariat Allah, memiliki skill handal, dan menjadikan agen perubahan untuk kemajuan ummat. Dengan kokohnya kepribadian Islam, kemajuan teknologi pun akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah dan untuk meninggikan kalimat Allah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Via
Opini
Posting Komentar