Opini
Kebijakan Populis Tak Menjawab Krisis Pendidikan
Oleh: Ipah Nurlaela Sari, S.H.
(Praktisi Pendidikan)
TanahRibathMedia.Com—Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional, harapan akan perbaikan di bidang pendidikan kembali digaungkan. Presiden meluncurkan sejumlah program, mulai dari renovasi sekolah hingga pemberian bantuan keuangan bagi para guru. Bantuan ini mencakup skema tunjangan bulanan serta beasiswa pendidikan, yang dengannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Kebijakan ini disambut hangat oleh sebagian kalangan, tetapi jika ditinjau lebih dalam, program tersebut lebih mencerminkan kebijakan populis ketimbang solusi sistemik atas persoalan mendasar dalam dunia Pendidikan di Indonesia.
Kondisi Nyata di Lapangan: Sekolah Rusak dan Guru Tak Sejahtera
Realitas penyelenggaraan pendidikan di lapangan berbicara lain. Dikutip dari tirto.id pada 02 Mei 2025 bahwa ratusan siswa di Bekasi harus belajar di perpustakaan karena ruang kelas rusak parah. Minimnya fasilitas dasar di banyak sekolah menjadi salah satu perhatian Presiden Prabowo Subianto yang menyebut banyak sekolah yang tidak layak pakai.
Hal ini diperparah dengan kondisi guru yang jauh dari sejahtera. Seperti guru honorer yang mendapat bayaran minim dan sering kali tidak menentu, bahkan perlu bantuan tunai dari negara seperti dilaporkan Kompas dan Tempo.
Akar Masalah: Sistem Kapitalisme dalam Dunia Pendidikan
Masalah ini bukan sekadar persoalan anggaran yang kurang. Ini adalah refleksi dari kegagalan penyelenggaraan pendidikan di bawah sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalis, negara sering berlepas tangan dari penyelenggaraan pendidikan. Sering kali menyerahkan urusan tersebut kepada swasta.
Anggaran-anggaran yang ada selalu dikurangi dengan alasan efisiensi atau keterbatasan dana. Kebocoran anggaran karena korupsi semakin menambah beban yang ada. Sehingga, sarana prasarana yang disediakan menjadi sangat terbatas dan tidak merata.
Solusi-solusi yang ditawarkan pemerintah hanya menambal sulam masalah yang sifatnya struktural. Program bantuan langsung tunai atau pembangunan fisik bersifat reaktif dan jangka pendek, bukan solusi menyeluruh dan tidak menyentuh akar permasalahan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Pandangan Islam tentang Pendidikan: Hak Rakyat, Tanggung Jawab Negara
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan dasar masyarakat. Pembiayaan pendidikan tidak akan dibebankan kepada rakyat, apalagi menyerahkannya kepada swasta, melainkan mengalokasikan dana dari pos-pos pendapatan negara yang sah dan stabil.
Dari zakat, kharaj, fai’, dan sumber daya alam milik umum yang dikelola negara secara langsung. Negara dalam sistem Islam akan menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas terbaik bagi seluruh rakyat, tanpa membeda-bedakan status sosial dan ekonominya.
Lebih dari itu, Islam menempatkan guru sebagai profesi mulia yang pantas mendapatkan penghargaan tinggi. Seperti pada masa Kekhalifahan Abbasiyah di bawah pimpinan Khalifah Al-Ma'mun, seorang penerjemah dan ilmuwan bernama Hunayn ibn Ishaq diberi 1 dinar emas untuk setiap halaman terjemahan. Gaji yang sangat besar pada masa itu.
Solusi Menyeluruh Butuh Sistem yang Islam Kafah
Dengan demikian, solusi menyeluruh terhadap problem pendidikan di Indonesia tidak cukup hanya dengan kebijakan populis. Dibutuhkan perubahan mendasar yakni dengan meninggalkan sistem yang kapitalistik dan menggantinya dengan sistem Islam yang menempatkan pendidikan sebagai hak rakyat dan kewajiban negara. Hanya dengan Islam, krisis pendidikan dapat menemukan solusinya, dan tujuan besar pendidikan dapat terwujud secara nyata.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar