OPINI
Berbagai Bencana Meluas, Kebijakan Tak Juga Tegas
Oleh: Yuyun Maslukhah S.Sn
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Telah terjadi bencana alam di beberapa daerah yaitu bencana longsor terjadi di Desa Cibeunying, Cilacap, Kamis (13-18/11) dan di Banjarnegara terjadi longsor di Desa Pandanarum, Minggu (16/11), kepala pelaksana Cilacap mengungkakan bahwa longsor terjadi setelah hujan ekstrem (mongabay.co.id, 19-11-2025).
Selain itu, tiga daerah di Provinsi Sulawesi Tengah dikepung banjir hingga angin puting beliung selama dua hari terakhir akibat cuaca ekstrem. Di antaranya banjir di Kabupaten Morowali Utara pada Kamis (20/11), bencana angin puting beliung di Desa Dadakitan, Kecamatan Baloan pada Sabtu (22/11), banjir di Kabupaten Agam, Aceh (22-23/11), banjir di Kabupaten Pariaman, Sumatra Barat (CNN Indonesia, 23-11-2025).
Banyak warga yang menjadi korban dan belum terevakuasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kesulitan dalam proses evakuasi akibat kendala cuaca, medan, dan keterbatasan tim.
Kesalahan Tata Kelola Ruang Hidup dan Lingkungan
Bencana alam yang terjadi secara beruntun akhir-akhir ini bukan hanya sekadar fenomena alam, melainkan serangkaian dari takdir sebab-akibat. Kenyataannya, yang tampak hari ini bencana alam banyak terjadi akibat akumulasi dari keputusan politik yang buruk, serta kebijakan tata kelola ruang yang tidak berpihak pada rakyat.
Alih-alih menjaga keseimbangan alam, para penguasa lebih memilih tunduk kepada kepentingan pemilik modal. Sedangkan yang pertama kali merasakan dampaknya bukanlah para pemodal atau pembuat kebijakan, melainkan rakyat kecil. Penanganan bencana yang lamban pun menunjukan sistem mitigasi masih lemah dan tidak komprehensif, baik pada tataran individu, masyarakat, maupun negara.
Hal ini menandakan bahwa pemerintah sebagai penanggung jawab penanganan bencana kurang serius menyiapkan kebijakan preventif (pencegahan) dan kuratif (penanganan) dalam mitigasi bencana. Inilah cermin kegagalan tata kelola negara, di mana keselamatan rakyat tampaknya tidak menjadi prioritas utama.
Solusi Islam dalam Mengatasi Bencana Alam
Paradigma Islam dalam memahami bencana memiliki dua dimensi ruhiyah dan siyasiyah. Dimensi ruhiyah (sipritual), bencana dipahami sebagai tanda kekuasaan Allah, pengingat bagi manusia supaya manusia kembali kepada Allah. Sedangkan dimensi siyasiyah terkait kebijakan tata kelola ruang dan kebijakan negara.
Bencana alam yang diakibatkan oleh ulah manusia, yakni dengan penebangan hutan secara masif, alih fungsi lahan tanpa kajian resiko, eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, serta pembangunan yang mengabaikan daya dukung lingkungan telah membuka pintu bagi bencana yang lebih besar. Padahal, merusak alam itu dosa dan membahayakan kehidupan.
Allah Swt. berfirman yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan laut akibat ulah tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ( ke jalan yang lurus).” (TQS. Ar-Rum: 41)
Peringatan Allah kini terbukti nyata, ketika manusia tidak mengikuti aturan Allah dalam menjaga bumi, maka bencana alam pun datang silih berganti. Oleh karena itu, sebagai umat Islam hendaklah menerapkan aturan Islam secara menyeluruh di bawah institusi sebuah negara agar sesuai pada apa yang Allah kehendaki.
Atas landasan keimanan, maka penguasa negara dalam Islam (Khilafah) akan melakukan mitigasi bencana secara serius, terencana, dan komprehensif sebagai bagian dari tanggung jawab syar’i dalam menjaga keselamatan jiwa rakyatnya. Bukan hanya pencegahan peringatan dini, tetapi juga meliputi tata kelola ruang yang sesuia syariat, pengawasan ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam, serta edukasi publik tentang kesiapan dalam menghadapi bencana.
Bahkan saat bencana terjadi, negara Khilafah bertanggung jawab memberikan bantuan secara layak, pendampingan, dan pemulihan secara fisik maupun psikologis, hingga para penyitas mampu menjalani kehidupannya secara normal kembali pasca bencana. Semua itu dilakukan negara atas dasar amanah dan tangggung jawab sebagai pelayan umat (ra’in), bukan sekadar pencitraan atau kepentingan politik. Semua perbuatan lahir dari rasa takut dan keimanannya kepada Allah.
Wallahu a’lam bishawab.
Via
OPINI
Posting Komentar