OPINI
Banjir Sumatra dan Aceh, Bencana Alam atau Bencana Ulah Oligarki?
Oleh: Marlina Wati
(Muslimah Peduli Umat)
TanahRibathMedia.Com—Hujan memang sudah reda, tapi banjir masih ada di bulan lalu tepat tanggal 27 November banjir bandang yang melanda berbagai daerah yang menyebabkan manusia dan hewan banyak yang meninggal dunia dan terluka. Bukan itu saja, masyarakat harus kehilangan keluarga dan tempat tinggal mereka. Lonjakan korban meninggal akibat banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang kini mencapai 836 jiwa.
Bencana ini menggambarkan betapa rentannya tata kelola lingkungan di Indonesia. Jumlah korban yang terus bertambah, khususnya di Aceh dengan total 325 jiwa, menunjukkan bahwa kerusakan alam bukan lagi semata bencana alam, tetapi dampak dari pengelolaan ruang yang tidak berkelanjutan, lemahnya pengawasan, dan ekspansi pembangunan yang sering mengabaikan keselamatan masyarakat tentu ini ulah dari tangan manusia (Kompas.com, 04-12-2025).
Tata Kelola Hutan yang rusak akibat Ulah Tangan Oligarki
Dar tragedi ini, muncullah pertanyaan serius tentang bagaimana negara dan para pemangku kebijakan memprioritaskan keselamatan rakyat. Bencana yang berulang seharusnya menjadi peringatan keras bahwa penataan ruang, perlindungan hutan, dan pengawasan kegiatan industri harus ditempatkan di atas kepentingan ekonomi sesaat.
Dalam perspektif nilai-nilai moral dan keadilan sosial, termasuk ajaran agama, pengelolaan alam seharusnya dilandasi tanggung jawab, amanah, dan keberpihakan kepada rakyat. Tanpa perubahan sistemik, bencana seperti ini akan terus menimbulkan korban, sementara penderitaan masyarakat hanya menjadi statistik tahunan.
Saat ini bukan lagi sekadar fenomena alam musiman. Setiap tahun, air naik, rumah tenggelam, dan masyarakat panik. Namun akar masalahnya tetap sama yaitu manusia abai, pemerintah yang membiarkan para oligarki menebang pohon ilegal dan lingkungan masyarakat menanggung akibatnya. Kita seperti hidup dalam lingkaran yang tanpa ada solusi yang benar-benar tuntas.
Kerusakan parah di Aceh, Sumut, dan Sumbar bukan hanya buah dari curah hujan tinggi, tetapi akibat langsung dari kerakusan oligarki yang menguasai lahan dan menebang hutan secara ilegal. Dalam sistem kapitalisme, para pemilik modal diberi ruang luas untuk mengeksploitasi alam demi keuntungan pribadi.
Pengawasan longgar, hukum yang bisa dinegosiasi, serta kepentingan ekonomi yang menyingkirkan keselamatan rakyat membuat hutan-hutan habis ditebang, sungai kehilangan penyangganya, dan tanah menjadi rapuh. Banjir bandang dan longsor akhirnya menjadi konsekuensi yang tidak terhindarkan.
Dalam sistem kapitalisme membuat oligarki semakin kuat sementara rakyat semakin menderita. Selama orientasi pembangunan hanya mengejar profit tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan amanah terhadap alam, tragedi seperti ini akan terus berulang.
Solusi Islam
Dalam Islam, alam adalah amanah yang harus dijaga, bukan komoditas yang boleh dieksploitasi sesuka hati. Islam menuntut penguasa untuk tegas menindak perusak lingkungan, mengatur kepemilikan lahan secara adil, dan mengelola sumber daya dengan prinsip menjaga kemaslahatan umat. Tanpa perubahan sistemik menuju tata kelola yang lebih adil dan berlandaskan amanah, rakyat hanya akan terus menjadi korban dari kerakusan segelintir orang.
Dalam perspektif Islam, penyelesaian banjir tidak cukup hanya dengan langkah teknis seperti membangun tanggul, normalisasi sungai, atau evakuasi darurat. Islam menekankan bahwa akar masalah harus diselesaikan secara menyeluruh melalui tata kelola yang adil, amanah, dan bertanggung jawab terhadap alam.
Prinsip-prinsip pemerintahan Islam mengharuskan negara menjaga hutan sebagai milik umum, mencegah eksploitasi serakah, dan menindak tegas siapa pun yang merusak alam termasuk kelompok berkepentingan dan pemilik modal. Islam juga menetapkan bahwa pemimpin bertanggung jawab penuh atas keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Dalam literatur klasik, konsep khilafah digambarkan sebagai sistem pemerintahan yang menjalankan syariat secara menyeluruh, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip amanah dan kemaslahatan umat. Prinsip-prinsip tersebut, bila diterapkan, menghadirkan perlindungan lingkungan yang kuat, hutan dijaga, penggundulan dicegah, pembangunan diawasi ketat, dan kepentingan publik ditempatkan di atas keuntungan individu.
Dengan tata kelola yang adil, transparan, dan berorientasi pada perlindungan ciptaan Allah, solusi terhadap banjir menjadi tidak parsial, tetapi menyeluruh, berkelanjutan, dan mencegah bencana terulang kembali. Maka dengan tegaknya khilafah Islamiyyah setiap problematika umat akan bisa diselesaikan dengan tuntas.
Via
OPINI
Posting Komentar